x

Dua orang wartawan di sebuah kantor media sedang bekerja keras mengejar tenggat. (Foto: Tulus Wijanarko)

Iklan

Sandyawan Sumardi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 17 Agustus 2019 16:37 WIB

Refleksi HUT Kemerdekaan RI: Profesionalisme, Integritas dan Keberanian

Hanya jiwa yang bebas merdeka dari segala sandera yang memiliki 3 azimat bertuah dalam hidup kita: profesionalisme, integritas dan keberanian!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai salah seorang anggota Dewan Kehormatan, Dewan Etik Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Bersama, akhir-akhir ini saya semakin suntuk merenungkan, dewasa ini betapa berat ternyata bagi seorang advokat di negeri ini dalam menghayati kerja profesionalnya di tengah masyarakat bangsa negara yang kehidupannya senantiasa ditengarai oleh politik-ekonomi serba pragmatis.
 
Kalau dia super sibuk, nyaris setiap hari harus melakukan diskresi, mengambil keputusan moral, justru karena hampir setiap menangani perkara, ia senantiasa cenderung dikepung, dibetot begitu rupa oleh berbagai kepentingan kanan-kiri, muka belakang yang seakan semua mempunyai nilai kepentingannya sendiri-sendiri.
 
Padahal, menurut pengakuan para politisi sendiri, inilah 4 penyakit kronis kehidupan politik kita akhir-akhir ini:
1. Politik berbiaya tinggi
2. Politik oligarki
3. "Interlocking Politic" (politik saling mengunci, saling menyandera)
4. Politik insolutif (politik mbulet, buncah dan gaduh, tanpa mampu memberikan solusi apa-apa).
 
Dalam sejarah mafioso 1920-1930 kita kenal seorang gembong mafia yang amat termasyur, Al-Capone. Tentu saja kita lebih mengenal Al-Capone lewat film-film layar lebar sekitar 10-15 tahun lalu.
 
Dan tak kalah terkenal adalah Easy Eddy, seorang pakar hukum yang sangat piawai dalam membela klien-kliennya. Easy Eddy inilah pengacara yang sangatlah  dipercaya dan diandalkan oleh Al-Capone.
 
Kepiawaian Easy Eddy sebagai advokat terbukti karena ia selalu berhasil membebaskan kelompok mafia dari perbuatan kejahatan. Mulai dari kasus pemerasan, peredaran obat bius/narkoba, hingga kasus pembunuhan.
 
Tak pelak, Al-Capone memberikan, memanjakan apa saja yang dibutuhkan oleh keluarga Easy Eddy. Easy Eddy pun menjadi kaya raya.
 
Sampai suatu hari Easy Eddy merenungkan secara mendalam, apa sebenarnya makna dari semua yang dimiliki selama ini: kekayaan, kecerdasan dan daya tahan dalam bertarung di ruang sidang peradilan, nama besar? Hidup tak cukup hanya berarti untuk diri sendiri. Ia juga harus bermakna untuk sesama dalam masyarakat, untuk bangsa dan negara.
 
Kini ia benar-benar gelisah. Apakah yang akan saya wariskan pada anak tunggal saya kalau saya meninggal?  Adakah anak saya akan bangga menyandang nama besarnya sebagai pengacara gembong mafia paling ditakuti masyarakat? 
 
Pembalikan sikap moral secara radikal pun terjadi. Sebab Easy Eddy berkesimpulan bahwa mewariskan nama baik tidak pernah akan habis dimakan waktu. Easy Eddy memutuskan dan bertekad akan bekerja sebagai advokat dengan prinsip perjuangan: kemanusiaan yang adil dan beradab.
 
Tak heran, ia kemudian berbalik menjadi lawan utama Al-Capone, mantan bossnya! Bahkan dengan kemampuan beracara yang luar biasa itu, ia mampu memenjarakan satu-persatu para mafia pimpinan Al-Capone!
 
Namun tragis. Suatu hari dalam perjalanan pulang ke rumah, di suatu tempat yang sepi dalam kegelapan di dekat rumahnya, Easy Eddy ditembak, dibunuh orang tak dikenal.  Seakan, cita-cita untuk meninggalkan nama baik, 
harus dibayar mahal dengan nyawanya sendiri. Berakhir.
 
Pada masa Perang Dunia ke II, Amerika melawan Jepang,  seorang penerbang angkatan udara Amerika ditugaskan untuk membawa pesawat yang berpangkalan di kapal induk US Lexington.
 
Dalam salah satu misi penerbangannya, ia lupa mengisi bahan bakar pesawatnya. Maka ia minta ijin pada atasannya untuk kembali guna mengisi bahan bakar. Dalam perjalanan pulang ke kapal induk itulah, sendirian ia menyaksikan ada 9 pesawat bomber Jepang tengah menuju ke kapal induk Lexington juga. Mereka bermaksud mengebom, menenggelamkan kapal induknya, Lexington.
 
Namun di luar dugaan, sendirian hanya dengan persenjataan yang sangat tidak memadai, penerbang muda itu bagai seekor naga terbang dengan gagah berani ia justru menyerang, bahkan berhasil menembak jatuh dua buah pesawat bomber Jepang, dan dengan kehabisan peluru ia kemudian menabrakkan pesawatnya ke arah sayap salah satu bomber yang lain sehingga jadi tiga buah bomber Jepang ia jatuhkan!
 
Rekan-rekannya di kapal induk Lexington hanya bisa menyaksikannya aksi pilot muda yang gagah berani itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Dan ternyata pilot muda itu kemudian mendaratkan pesawatnya kembali di kapal induk itu, meski dalam keadaan babak belur!
 
Dan kita faham ujung kisah, selanjutnya ia menjadi perwira Amerika pertama yang menerima medali "US Congressional Medal of Honour", penghargaan tertinggi yang ada saat itu di Amerika. Nama orang ini adalah Butch O Hare, yang sekarang dipakai sebagai nama bandara di Chicago!
 
Seorang pahlawan yang dihormati karena keberanian dan integritasnya terhadap negara. Yang membuat kita semua terhenyak dari kisah ini adalah ternyata Butch O Hare tidak lain adalah putra tunggal Easy Eddy!
 
Rupanya pengorbanan Easy Eddy untuk siaga bertobat, memberikan kesaksian praktek kerja profesional, integritas dan keberaniannya membela sesama, masyarakat dan negara melawan hegemoni Al-Capone dalam dunia kejahatan mafia yang legendaris. Easy Eddy meninggalkan "Legacy of good name" kepada anak tunggalnya, Bunch O Hare!
 
Kini kita hafam dan sadar, bagi seorang Yap Thian Hien, bagi seorang Baharudin Lopa, profesionalisme saja tak pernah cukup dalam hidup. Agar tak runtuh, kita butuh integritas. Namun kini kita juga amat mahfum, profesionalisme dan integritas saja, ternyata tak pernah kokoh tegak berdiri. Ia rapuh. Kita butuh keberanian. Nyali.
 
Hanya jiwa yang bebas merdeka dari segala sandera yang memiliki 3 azimat bertuah dalam hidup kita: profesionalisme, integritas dan keberanian.!
 
Adakah gema itu dalam sanubari kita?
 
Merdeka!
 
Jakarta, 16 Agustus 2019
 
I. Sandyawan Sumardi

Ikuti tulisan menarik Sandyawan Sumardi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler