GBHN Akan Bikin Pincang Negara, Kecuali Ada Maksud Lain
Kamis, 10 Oktober 2019 11:48 WIB![img-content](https://webtorial.tempo.co/mulyana/indonesiana/desktop/assets/image/ads/adsartikel.png)
Persoalan akan muncul jika, MPR diberi wewenang lagi membikin GBHN dan presiden wajib melaksanakan haluan ini. Maka, presiden akan memiliki dua bos besar : MPR dan rakyat. Tatanan negara kita menjadi tidak solid lagi alias pincang.
Rencana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk menghidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan bikin pincang tatanan negara kita. Sistem presidensial kita menjadi aneh dan semakin mengarah ke parlementer.
Titik berat kekuasaan akan terletak pada Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berwenang membikin GBHN. Lembaga ini juga berwenang mengubah konstitusi dan mengesahkan pemakzulan.
Adapun pusat kekuasaan yang lain berada pada Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki kekuasaan anggaran dan mengawasi pemerintahan sehari-hari. Baik MPR maupun DPR dikuasai oleh partai-partai politik. Lalu, apa gunanya pemilihan presiden secara langsung jika kekuasaan Majelis dan Dewan yang amat menentukan?
Sistem lama sesuai UUD 1945 asli
Kalau kita amati, tatanan lama sesuai UUD 1945 sebelum diamandemen memang cukup solid. Wewenang MPR dalam menentukan arah negara diatur bersama wewenang membikin konstitusi. Pasal 3 UUD yang asli menyatakan: Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.
Sesuai UUD 1945 sebelum perubahan, MPR juga memiliki wewenang penting yang lain. Dalam Pasal 6 Ayat 2 dinyatakan: Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.
MPR yang memilih presiden, Majelis pula yang menentukan haluan negara. Tatanan ini cukup solid karena, MPR bisa memilih orang yang tepat yang sanggup melaksanakan haluan negara yang dibikinnya.
Tatanan akan pincang
UUD 1945 setelah amandemen memang menghapus wewenang MPR dalam membuat GBHN. Penghapusan ini merupakan konsekuensi dari pemilihan presiden-wakil presiden secara langsung.
Dengan pemilihan presiden langsung oleh rakyat, maka pada dasarnya Presiden tidak bertanggung jawab lagi kepada MPR. Ia langsung bertanggung jawab kepada rakyat. Ia juga tidak butuh GBHN karena bagi Presiden yang terpenting melaksanakan janji-janji dalam kampanye atau mewujudkan aspirasi rakyat yang memilihnya.
Tentu, Presiden juga tak bisa seenaknya mengacak-acak negara karena ia juga terikat pada rencana pembangunan jangka menengah dan panjang yang ditetapkan oleh undang-undang.
Persoalan akan muncul jika, MPR diberi wewenang lagi membikin GBHN dan presiden wajib melaksanakan haluan ini. Maka, presiden akan memiliki dua bos besar : MPR dan rakyat. Tatanan negara kita menjadi tidak solid lagi alias pincang.
Hanya pintu masuk
Jangan heran banyak pengamat politik dan hukum tatan negara melihat manuver untuk menghidupkan lagi GBHN merupakan pintu masuk saja untuk mengubah konsitusi. Jika pintu amandemen sudah dibuka akan mudah mengusulkan perubahan yang lain. Misalnya, MPR juga diberi wewenang memilih presiden, tentu dengan dalih agar sistem presidensial menjadi tidak pincang. ***
Baca juga:
Apakah Indonesia Akan Resesi? Inilah 5 Poin Penting Soal Ancaman Resesi
Perlu Dicatat, Inilah Poin-poin Penting Informasi Pendaftaran CPNS 2019
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/profile-default.jpg)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
GBHN Akan Bikin Pincang Negara, Kecuali Ada Maksud Lain
Kamis, 10 Oktober 2019 11:48 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2019/10/06/f201910061832102.jpg)
Cover Pinokio, Benarkah Jokowi Berbohong? Bukti-bukti Menunjukkan....
Minggu, 6 Oktober 2019 18:38 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler