x

Jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 17 Desember 2019 05:32 WIB

Presiden Jokowi Jengkel, Ada 42 Ribu Regulasi, Pemerintah Tidak Lincah

Banyaknya peraturan, membikin pemerintahan Indonesia tak lincah dan tertinggal dari negara lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Banyaknya regulasi di negeri ini, membikin pemerintahan tak lincah dan terus tertinggal dari negara lain.

Setelah Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)  membongkar-bongkar "hal pendidikan" yang dianggap peninggalan feodal, kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri juga akan membongkar "hal regulasi" yang dipastikan juga buah dari feodalisme di Indonesia selama ini. 

Diketahui, Presiden Jokowi jengkel atas banyaknya peraturan di Indonesia. Menurut Jokowi, setiap tindakan warga Indonesia diatur oleh 42 ribu regulasi. Jokowi pun berujar. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Sebagai informasi, regulasi yang disampaikan ke saya ada 42 ribu, kita ini diatur, tindakan-tindakan kita diatur, kita memutuskan apa diatur oleh 42 ribu regulasi," kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara Peresmian Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019). 

Pertanyaannya, mengapa Presiden baru dapat mengungkap persoalan regulasi sekarang? Di pemerintahannya periode kedua ini? Apakah di periode pertama hal ini belum terbaca? 

Lalu, ke mana saja pemimpin kita sebelum Jokowi? Mengapa persoalan regulasi tidak pernah tersentuh, padahal menghambat dan membikin pemerintah menjadi tak lincah. 

Jokowi menegaskan Indonesia tak boleh tertinggal dari negara lain. "Bayangkan, mau ke sana ada peraturan mau ke sini nggak boleh, mau ke sana nggak boleh, diem saja, nggak mau saya, nggak. Ditinggal benar kita oleh negara lain, saya kira ini clear, jelas semua, jelas kan, arahnya ke mana," ujar dia. 

Oleh sebab itu, untuk menyederhanakan peraturan, Jokowi segera mengajukan omnibus law ke DPR. Selain itu, Jokowi meminta pemerintah daerah ikut menyederhanakan peraturan. 

Pemerintah ingin bergerak cepat, daerah juga bisa mengajukan hal sama, revisi perda, perda yang menghambat, membebani, menyebabkan pimpinan daerah gubernur, bupati, wali kota ajukan saja, bareng-bareng, pangkas, agar dapat bekerja bareng lincah, fleksibel dalam perubahan nasional dan dunia, itulah yang wajib dilakukan. 

Setelah 74 Indonesia merdeka, memang  disadari, kini masih banyak sisa-sisa feodalisme di sana-sini  yang memang seharusnya tidak diteruskan oleh pemerintah Indonesia bila ingin bergerak maju. 

Karenanya, sesuai namanya, Kabinet Indonesia Maju, demi Indonesia maju, maka hal-hal yang menghambat memang wajib dibongkar dan diubah dan tidak dapat ditawar lagi. 

Sejatinya, fodalisme atau struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra, pada zamannya adalah hal yang baik. 

Struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord). 

Istilah ini (feodalisme) sudah dipakai sejak abad ke-17. Sejak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". 

Namun, seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman, penggunaan istilah feodalisme semakin lama berkonotasi negatif. Di Indonesia, sebab pernah dijajah Belanda, feodalisme/feodal lebih merujuk kepada perilaku-perilaku yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. 

Nah, nilai-nilai lama inilah yang di dalamnya ada "hal pendidikan" dan ada "hal regulasi" wajib dipangkas. 

Bisa jadi, selain dua hal tersebut, semoga juga akan dibongkar dan dipangkas "hal lain" yang juga merupakan sisa feodalisme. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini