x

cover buku Jalan Pos

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 20 Februari 2020 09:17 WIB

Jalan Raya Pos, Jalan Deandels

Kisah-kisah pembantaian rakyat di negeri Indonesia yang diceritakan melalui proses pembangunan Jalan Raya Pos.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Jalan Raya Pos, Jalan Deandels

Penulis: Pramoedya Ananta Toer

Tahun Terbit: 2005

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Lentera Dipantara                                                                                 

Tebal: 148

ISBN: 979-97312-8-3

 

Membaca karya Pram ini membuat saya mengerti bahwa masih ada pekerjaan rumah yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Indonesia adalah bangsa besar yang sering menjadi sasaran penindasan oleh berbagai pihak. Dengan meminjam kisah penindasan di jaman pembangunan jalan Deandels, Pram mengajak kita untuk melihat penindasan-penindasan yang telah terjadi di bangsa kita, termasuk oleh bangsa kita sendiri. Pram mengajak kita untuk melihat penindasan dari jaman lalu sampai dengan jaman kini, di era Orde Baru.

Sesungguhnya, Jalan Pos tidak dibangun dari nol. Sebelum Deandels membangun jalan ini, sudah ada jalan poros dari ujung barat Pulau Jawa ke ujung timur. Deandels hanya meminta supaya jalan tersebut diperlebar dan dikeraskan. Di beberapa bagian, jalan masih berupa jalan setapak. Oleh Deandels, jalan tersebut dilebarkan sampai 7,5 meter dan diperkeras dengan batu.

Setelah membuka bukunya dengan kenangan saat kecil bersepeda dari Blora menuju Jalan Pos, Pram menguraikan kisah pembangunan Jalan Pos urut dari barat ke timur. Di setiap kota yang disinggahi oleh Jalan Pos, Pram menguraikan bagaimana ruas jalan tersebut dibangun. Ia juga menceritakan pentingnya kota tersebut bagi perjuangan Indonesia. Semacam sejarah singkat tentang kota-kota tersebut. Pram juga menyisipkan pengalaman pribadinya terhadap kota-kota yang dikisahkannya.

Pembangunan Jalan Pos memakan banyak korban. Pemerintah Inggris di Jawa melaporkan setidaknya ada 12 000 pekerja yang tewas dalam pembangunan jalan ini.  Berikut adalah beberapa tindak penindasan dan perlawanan yang berhubungan dengan pembangunan Jalan Deandels yang diutarakan Pram dalam buku ini. Saat membangun jalan di wilayah Megamendung ada 500 pekerja yang tewas. Sedangkan pembangunan jalan di wilayah Sumedang memakan korban sampai 5000 orang

Pram juga menyebutkan pembunuhan sadis atau pemusnahan penduduk. Pembunuhan tersebut diantaranya di Banda oleh Belanda, pembantaian orang Tionghoa di Batavia, di Grobogan 3000-5000 orang meninggal akibat Tanam Paksa, peristiwa Westerling di Sulawesi yang memakan korban 40.000 orang dan tentu saja pembantaian paska September 1965.

Gaya menulis Pram dalam buku ini sangat menarik saya. Ia menggunakan sebuah alur kisah Jalan Pos untuk menjelaskan sejarah dan kisah-kisah pembantaian sekaligus. Model bercerita semacam ini tentu memerlukan pengetahuan yang sangat mendalam tentang tema utama (pembangunan Jalan Deandels), sejarah kota-kota yang dilalui dan refleksi terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi di negeri ini. Kepiawaian Pram dalam merangkai kisah kekejaman penguasa ke dalam alur utama Jalan Pos dari Merak ke Panarukan memang terbukti. Sehingga ceritanya mengalir berbasis geografi dari barat ke timur.

Buku pendek ini juga mengajak kita untuk berefleksi tentang bangsa ini. Betapa bangsa yang besar ini seringkali mengalami nasip yang buruk. Nasip buruk terjadi karena para pemimpin kita masih sering dengan mudah dipakai oleh para orang/bangsa jahat yang ingin mengeruk keuntungan dari negeri yang berlimpah kekayaan alamnya. Para pemimpin yang ingin unggul melebihi pemimpin lainnya, para pemimpin yang ingin kaya raya tanpa memikirkan nasip rakyatnya.

Pembangunan fisik dan ekonomi seperti program tanam paksa dan pembangunan Jalan Pos masih akan tersu terjadi di negeri ini. Namun kita semua harus terus mengingatkan para penguasa, supaya pembangunan fisik dan ekonomi tidak membawa kesengsaraan bagi rakyat jelata. Jangan sampai penindasan dan penderitaan rakyat terulang di negeri yang sudah mulai membaik ini.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler