x

cover buku Sekali Peristiwa di Banten Selatan

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 26 Februari 2020 14:02 WIB

Sekali Peristiwa di Banten Selatan

Peran Sastra dalam membangunkan rakyat untuk berjuang ala Pramoedya Ananta Toer

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Sekali Peristiwa Di Banten Selatan

Penulis: Pramoedya Ananta Toer

Tahun Terbit: 2018 (cetakan ke 10)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Lentera Dipantara                                                                                 

Tebal: 126

ISBN: 978-979-3820-04-0

 

Sebagai seorang pendukung Lekra, Pram sangat peduli kepada karya sastra yang berpusat kepada rakyat. “Sekilas Peristiwa di Banten Selatan” ini adalah salah satu karya yang menunjukkan keberpihakan bersastra dari Pram. Novel pendek ini mengemukakan bahwa rakyat yang bersatu dan bergotong-royong mampu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Kerjasama diantara rakyat mampu melepaskan rakyat dari penindasan.

Banten Selatan (Lebak) memang telah menghasilkan karya sastra yang sohor. Kekejaman ningrat terhadap rakyat yang begitu dahsyat telah menggugah para penulis untuk mengabadikan kekejaman tersebut. Salah satunya adalah Max Havelaar. Max Havelaar lahir karena penulisnya menyaksikan kekejaman bagaimana penjajah bekerjasama dengan ningrat yang ada menindas rakyat.

Berbeda dengan Edward Douwes Dekker yang memfokuskan diri pada penderitaan rakyat yang ditindas, Pram lebih fokus kepada energi rakyat yang mampu untuk menolong diri sendiri dari penderitaan yang disebabkan oleh penindasan. Pram menyuarakan bahwa rakyat mempunyai kekuatan yang tak terkalahkan jika mereka bersatu.

Novel yang ditulis berdasarkan kunjungan singkat Pram ke Banten Selatan ini adalah novel yang menggugah semangat rakyat untuk lepas dari penjajahan. Kunjungan Pram ke wilayah yang subur tetapi miskin ini membuatnya prihatin. Pram ingin rakyat bersatu membela dirinya sendiri. Mungkin dalam kunjungan Pram tersebut, ia melihat betapa rakyat loyo tak berdaya. Tidak ada semangat dari rakyat untuk mengubah nasipnya. Pram berharap melalui novel pendek ini semangat rakyat untuk bergotong-royong menolong dirinya sendiri bisa dibangkitkan.

Tokoh Ranta novel ini adalah seorang lelaki biasa yang kemudian menjadi Lurah. Seperti penduduk lainnya, Ratna diliputi ketakutan yang luar biasa kepada para elite yang mengekslpoitasinya. Ia diperintah oleh Juragan Musa untuk mencuri bibit karet. Setelah bibit didapatnya, ia malah dituduh mencuri, supaya Juragan Musa tak perlu membayar Ranta. Menyadari bahwa dirinya sudah tak memiliki pilihan lagi, maka Ranta akhirnya melawan.

Ranta didukung oleh tiga orang rakyat yang juga pernah merasakan penderitaan yang sama. Saat melawan Juragan Musa itulah Ranta menemukan fakta bahwa Juragan Musa adalah seorang anggota DI/TII. Maka Ranta bekerja sama dengan tentara menggerebek Juragan Musa.

Ranta sebagai Lurah bekerjasama dengan rakyatnya untuk mempertahankan desa dari serangan DI/TII. Karena gotong-royong dan terorganisir dengan baik, maka rakyat bisa mengalahkan para penyerbu itu.

Pram tidak berhenti sampai dengan melawan para penindas dalam novelnya. Pram juga menunjukkan bahwa gotong-royong juga sangat berguna untuk meningkatkan kesejahteraan. Rakyat bekerjasama untuk membongkar lahan semak menjadi lahan perkebunan.

Selain dari Ranta, novel ini juga memuat tokoh lain yang menarik. Tokoh tersebut adalah istri Juragan Musa dan Pak Komandan. Melalui tokoh istri Juragan Musa, Pram memasukkan pandangannya tentang perempuan hebat.

Istri Juragan Musa adalah istri yang berbakti dan tunduk kepada sang suami. Ia melakukan kewajiban sebagai istri seperti yang diharapkan oleh kebanyakan lelaki. Namun saat sang suami memperlakukannya dengan buruk, ia bernai melawan. Namun kesetiaan kepada suami tak pernah pudar. Meski sang suami adalah anggota DI/TII, sang istri tidak meninggalkan saat sang suami mengalami nasib buruk, yaitu ditangkap tentara. Padahal orangtua istri Juragan Musa dibunuh oleh laskar DI/TII.

Sang istri pun memutuskan untuk meninggalkan harta benda suaminya dan memilih kembali ke desa asalnya saat suaminya telah ditangkap. Namun nasib membawanya kembali ke desa Ranta. Saat menunggu kendaraan yang akan ditumpanginya, istri juragan Musa diperkosa oleh para garong. Ia ditemukan dalam keadaan linglung oleh penduduk. Ia dirawat di rumah Ranta. Saat sembuh, istri Juragan Musa yang ternyata perempuan berpendidikan itu memutuskan untuk tinggal di desa Ranta dan mengajari penduduk untuk membaca dan menulis.

Istri Juragan Musa adalah perempuan yang bangkit dari penderitaan dan membawa pendidikan kepada rakyat.

Satu lagi tokoh menarik dalam novel pendek ini adalah Pak Komandan. Pak Komandan mempresentasikan tentara yang menjaga rakyat dari para pemberontak. Pak Komandan digambarkan sebagai orang yang terbuka untuk bekerjasama dengan rakyat, mendengarkan kebutuhan rakyat dan penuh kebapakan. Pak Komandan bekerjasama dengan Ranta menghadapi para pemberontak.

Kerjasama antara tentara dan rakyat membawa keberhasilan. Bukan hanya dalam hal menghadapi musuh, tentara juga berperan saat rakyat membangun ekonominya. Tentara dalam pandangan Pram di novel ini adalah tentara yang bekerjasama dengan rakyat untuk mengatasi penderitaan rakyat.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler