x

ilustr: SemogaBermanfaat

Iklan

Suko Waspodo

... an ordinary man ...
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 22 Maret 2020 08:55 WIB

Kita dan Warung Tetangga

Tentang relasi sosial dengan tetangga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di manakah kita membeli barang kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, pasta gigi, shampo, obat flu, sembako dan sebagainya? Bagi kita yang tinggal di kota pasti kebanyakan membelinya di toserba atau supermarket saat akhir pekan atau awal bulan, dalam bentuk belanja besar atau sedang. Kalau untuk kebutuhan mendadak dalam jumlah kecil atau satuan biasanya kita belanja di minimarket yang menjamur di mana-mana.

Di lain pihak faktanya banyak tetangga dekat di kampung atau komplek perumahan yang membuka warung kelontong kecil atau sedang. Pernahkah kita memilih untuk belanja di warung mereka? Pasti kebanyakan dari kita akan menjawab jarang atau tidak pernah. Sebagian besar alasannya pasti karena lebih murah kalau membeli di toserba atau supermarket dan sekaligus jalan-jalan ngemall serta ngadem. Ada juga yang merasa tidak nyaman karena penataan barang dagangan di warung tetangga terkesan tidak rapi dan kotor.

Kita kadang tidak pernah berpikir bahwa, tetangga yang membuka warung kelontong tersebut sebenarnya membutuhkan penghasilan untuk kelangsungan hidup dan mungkin juga untuk pendidikan anak-anak mereka. Bukankah akan sangat membantu kehidupan mereka apabila kita membeli kebutuhan kita yang kebetulan tersedia di warung mereka? Apalah artinya selisih harga 500 rupiah sampai dengan 1000 rupiah tetapi kita secara tidak langsung meringankan beban hidup mereka?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Demikian pula apabila ada tetangga yang membuka warung makan untuk kelangsungan hidup mereka, apakah pernah sekali waktu kita makan atau membeli lauk-pauk di sana? Sama saja, pasti jawabannya tidak pernah atau jarang juga.

Warung Tetangga

Padahal apabila masakannya pas dengan selera kita, tak ada salahnya kita membeli dagangan mereka. Selain itu pasti kadang-kadang kita tidak sempat memasak makanan sendiri atau membutuhkan lauk-pauk mendadak, maka warung makan tetangga bisa menjadi pilihan yang cukup baik. Tetapi kenyataannya kita enggan membeli makanan di warung tetangga dengan alasan kurang higienis lah, kurang enak lah dan sebagainya. Kemudian memilih membeli fast food atau masakan restaurant besar.

Sementara itu manakala tetangga yang membuka warung tersebut juga memiliki pohon buah, misalnya mangga, saat musimnya kita selalu mendapat pembagian meski tentu saja dalam jumlah sedikit. Kita mau dipahami dan menerima pemberian namun tidak memiliki empati dan tenggang rasa dengan kebutuhan mereka.

Saat ada dari kita yang menderita sakit dan bahkan meninggal dunia, siapakah yang peduli? Pasti tetangga kita dan termasuk mereka yang memenuhi kebutuhan hidup dengan membuka warung tersebut. Apakah para pemilik toserba, supermarket, mini market atau restaurant akan peduli dengan kesusahan kita?

Masalah makanan memang bisa dimengerti kalau kita memiliki selera yang berbeda maka kita tidak membeli di warung makan tetangga. Namun untuk kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan kelontong, bukankah banyak yang sama antara yang dijual di warung tetangga dengan yang di supermarket?

Apabila alasannya adalah tentang penataan dagangan mereka, kita bisa memberi masukan agar mereka lebih rapi dan bersih dalam menata barang dagangannya. Sedangkan apabila alasannya ke supermarket untuk sekaligus rekreasi atau refreshing toh tetap bisa dilakukan dengan tetap memahami tetangga dengan membeli barang dagangan warungnya.

Di sinilah empati, tenggang rasa dan sikap adil kita ditantang. Memang uang-uang kita sendiri dan kita bebas untuk membelanjakannya di mana saja tetapi faktanya kita adalah makhluk soasial. Kita tidak hidup sendiri dan tidak mungkin mampu memenuhi kebutuhan kita sendiri. Adilkah kita memelihara ego kita dengan minta dipahami tetapi tidak pernah memahami?

Kehidupan kita selalu dipahami dan acap kali dibantu oleh tetangga tetapi kita jarang atau bahkan tidak peduli dengan persoalan hidup mereka. Kenyataan yang sering kita alami bahwa terkadang perhatian dan empati tetangga jauh melebihi perhatian saudara kita sendiri.

Demikianlah sedikit bahan refleksi kecil dan sederhana. Bukan bermaksud untuk menggurui atau usil dengan kehidupan dan pilihan hidup anda, namun hanya sekadar berbagi. Semoga bermanfaat untuk kelangsungan bermasyarakat kita yang semakin baik.

***
Solo, Sabtu, 21 Maret 2020. 3:56 pm
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko

 

 

Ikuti tulisan menarik Suko Waspodo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB