x

Iklan

Kasih Larasati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 April 2020

Selasa, 5 Mei 2020 06:37 WIB

Ilusi Teori Konspirasi Pandemi Covid-19, Fatal untuk Masyarakat Berliterasi Rendah

Teori konspirasi bermunculan seiring mewabahnya virus Covid-19. Ilusi ini berbahaya bagi masyarakat yang rendah literasinya. Permasalahan teori konspirasi erat kaitannya dengan kesiapan mental penerimanya, dan cara mereka menanggapi wabah. Ini juga tak menguntungkan bagi ikhtiar memutus penyebaran virus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Faktanya masyarakat Indonesia sendiri memiliki tingkat literasi yang sangat rendah menurut survey yang dilakukan oleh UNESCO. Indonesia menempati peringkat kedua dari bawah terkait tingkat literasi dunia. Data yang diperoleh oleh UNESCO menunjukan, hanya ada 0,001% masyarakat dengan minat baca di Indonesia, artinya dari 1000 masyarakat hanya terdapat satu orang saja.

Korelasi rendahnya literasi masyarakat dalam menghadapi teori konspirasi yang sedang berkembang tentu bukan persoalan sepele, karena ada banyak hal-hal fundamental di dalamnya yang harus disikapi dengan bijaksana. Saat ini begitu banyak media yang sengaja mengupas teori konspirasi sebagai konten paling diburu yang akan menaikkan traffic kanal medianya masing-masing, termasuk para influencer youtube.

Masyarakat harus memiliki keluasan perpikir dalam menciptakan perspektif terkait konten-konten tersebut, tidak selayaknya hanya latah demi mengikuti trend agar terlihat berwawasan namun berujung membahayakan. Faktor keluasan berpikir muncul dari beragam lapisan tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pengetahuan serta kebijaksananaannya menggunakan media untuk mendapatkan informasi, terlebih saat ini masyarakat berada pada era post-truth dimana era baru dalam dunia penggunaan media digital.

Seperti yang dijelaskan pada salah satu artikel resmi KOMINFO (Kementerian Komunikasi dan Informatika) post-truth didefinisikan sebagai keadaan dimana fakta-fakata objektif kurang begitu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan keyakinan pribadi. Pada era post-truth ini, pengguna media digital tidak lagi mencari kebenaran dan fakta, melainkan afirmasi dan konfirmasi atas keyakinan yang dimilikinya.

Masyarakat perlu lebih bijak dalam melakukan riset dan analisis atas teori konspirasi yang diterima, dengan membaca lebih banyak sumber lain dari media yang kredibel dan legitimasinya jelas, sehingga tidak menimbulkan sikap negatif yang akan memicu penentangan terhadap segala kebijakan aturan protokol kesehatan yang sudah diterapkan dengan dalih tidak takut. Padahal, tidak takut bukan berarti tidak waspada dan hati-hati.

Masyarakat Indonesia hingga saat ini masih banyak yang tingkat kewaspadaannya rendah dan cenderung memiliki sikap membangkang atas aturan yang diterapkan oleh pemerintah dalam menanggulangi penyebaran virus, terbukti masih banyak masyarakat yang masih enggan menggunakan masker di tempat umum. Bahkan ditemukan masih banyak masyarakat yang nekat mudik dari Jakarta dengan berbagai cara termasuk dengan mengelabuhi petugas di jalan agar lolos dari razia larangan mudik.

Langkah menekan rantai penyebaran virus salah satunya yang paling penting adalah meningkatkan kesadaran diri akan bahayanya, bukan ketakutan, namun waspada. Mentaati saran dari profesional medis yang telah dihimbaukan dengan baik. Juga meninjau ulang setiap berita dan teori konspirasi dari media, serta tidak melanggar protokol keselamatan kesehatan dari pemerintah akan menjadi pondasi terkuat dalam menuntaskan pandemi.

Ikuti tulisan menarik Kasih Larasati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan