x

Petugas fogging melakukan pengasapan sebagai upaya mencegah meluasnya demam berdarah dengue (DBD). TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Iklan

Luluk Marjani Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Walisongo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Mei 2024

Minggu, 5 Mei 2024 13:40 WIB

Demam Berdarah Dengue Marak, Fogging Bukan Solusi

Penyakit DBD dapat disebut sebagai penyakit ekologis atau penyakit yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Salah satu cara memberantas nyamuk ini dengan melakukan fogging. Tetapi fogging dianggap mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dilansir dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, tercatat per 1 Maret terdapat hampir 16.000 kasus DBD (Demam Berdarah Dengue) yang terdapat di 213 Kabupaten/kota dengan 124 kematian. Kasus DBD terbanyak terdapat di Tangerang, Bandung Barat, Kota Kendari, Subang, dan Lebak. Penyakit DBD dapat disebut sebagai penyakit ekologis atau penyakit yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Penyakit ini dianggap sebagai penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue.

Virus dengue merupakan virus yang berada dalam genus Flavivirus dari famili Flaviviridae yang termasuk virus RNA untai positif dengan 4 serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). Wabah penyakit ini menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue.

Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue, akan infektif sepanjang hidupnya dan akan terus-menerus menularkan melalui gigitan dan hisapan darah pada individu yang rentan. Virus dengue yang telah masuk ke tubuh manusia, akan menuju sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sum-sum tulang serta paru-paru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel monosit dan makrofag berperan dalam infeksi tersebut, yaitu dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan dari organel sel dan membentuk komponen perantara serta komponen struktur virus. Setelah seluruh komponen struktur dirakit, virus akan dilepaskan dari dalam sel.

Masa Inkubasi virus dengue dalam tubuh manusia (inkubasi intrinsik) berkisar 3-14 hari sebelum gejala muncul. Gejala klinis rata-rata timbul pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Sedangkan masa ikubasi didalam tubuh nyamuk (inkubasi ekstrinsik) berlangsung selama 8-10 hari. Peningkatan kepadatan vector nyamuk Aedes dapat dipengaruhi oleh keberadaan wadah atau container air yang dapat menampung air. Semakin banyaknya container air, maka semakin banyak pula perindukan nyamuk.

Tidak menentunya cuaca diduga juga menjadi penyebab melonjaknya kasus DBD secara signifikan. Sampai bulan april keadaan tersebut diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan musim hujan setelah El nino. Terkait dengan adanya perubahan suhu yang cukup tinggi dan curah hujan yang berubah akan berpotensi menciptakan lingkungan kondusif untuk perkembangbiakan nyamuk.

Perkembangbiakan nyamuk menjadi perantara penyebaran virus dengue, dimana penularannya melalui nyamuk Aedes aegypti. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk ini dengan melakukan fogging. Fogging bertujuan untuk pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan cepat, sehingga rantai penularan dapat segera diputuskan. Fogging atau pengasapan biasanya dilakukan dengan menggunakan racun serangga golongan organophosporester insectisida seperti malation, sumithion, fenithrothion, perslin, dan lain-lain. Racun serangga yang paling sering digunakan yaitu malation. Penggunaan malation harus diencerkan terlebih dahulu menggunakan solar atau minyak tanah.

Pemberantasan nyamuk dengan fogging dianggap tidak signifikan karena biayanya mahal dan malah akan membuat nyamuk menjadi resisten terhadap fogging. Selain itu, penggunaan fogging dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan berakhir mencemari manusia. Zat malatoin yang terdapat pada fogging dianggap menjadi pemicu penyakit gagal ginjal, gangguan pada bayi yang baru lahir, kerusakan pada gen dan kromosom pada bayi dalam kandungan, kerusakan pada paru-paru, serta berakibat pada menurunnya sistem kekebalan tubuh. Selain itu, solar yang digunakan sebagai bahan pengencer malation juga berbahaya bagi tubuh. Hasil pembakaran berupa asap yang didalamnya terkandung zat kimia jika terhisap atau tertelan akan sangat membahayakan kesehatan.

Bahaya dari Insektisida dalam penanganan DBD ini juga menimbulkan dampak jangka panjang yang disebabkan zat racun bersifat karsinogenik terhadap pembentukan jaringan kanker pada tubuh. Bukan hanya karsinogenik, insektisida ini juga bersifat mutagenik (kerusakan genetik untuk generasi mendatang) dan teratogenik (kecacatan anak dari ibu yang terpapar racun). Oleh sebab itu, jika fogging disemprotkan pada rumah-rumah akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan.

Dapat diketahui bahwa dalam penggunaan fogging diharapkan dapat dilakukan sesuai ketentuan dengan penuh kehati-hatian.  Karena pertumbuhkembangan nyamuk sangatlah cepat, serta adanya resiko yang cukup besar jika tetap menggunakan fogging. Maka perlu upaya selain fogging untuk memberantas nyamuk penyebab DBD ini. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu melalui Abatisasi (pemberian abate pada tampungan air yang terdapat jentik nyamuk) dan pencegahan melalui penyuluhan 4M (menguras, menutup penampungan air, mengubur barang yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, dan memantau).

Ikuti tulisan menarik Luluk Marjani Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Walisongo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler