x

Iklan

Ririn Katrin

Mahasiswa Magister Hub. Internasional
Bergabung Sejak: 19 Agustus 2019

Minggu, 5 Mei 2024 21:55 WIB

Ancaman Konflik Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia: Tinjauan Terhadap Implikasi dan Strategi Diplomatik

Konflik di Laut China Selatan bisa mengancam kedaulatan Indonesia. Apa jenis ancaman yang muncul dan apa rekomendasi kebijakan pemerintah Indonesia yang bisa diambil? Artikel ini menyajikan pandangan yang komprehensif dalam mengatasi konflik di Laut China Selatan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Laut China Selatan berdasarkan letak geografis adalah bagian dari Samudra Pasifik yang terletak di sebelah barat Semenanjung Malaysia dan timur laut Kepulauan Indonesia. Wilayah Laut China Selatan dibatasi sejumlah negara di sekitarnya, yakni China di sebelah utara, Vietnam di sebelah barat laut, Brunei dan Malaysia di sebelah barat daya, serta Filipina di sebelah timur. Kawasan ini merupakan jalur perdagangan maritim yang penting, dengan lalu lintas kapal yang padat dan menjadi sumber sengketa wilayah antara negara-negara yang berbatasan dengan laut ini.

Konflik laut China Selatan bermula ketika pemerintahan Kuomintang di bawah kepemimpinan Chiang Kai-shek pada tahun 1947 membuat peta dengan sebelas garis putus-putus atau yang disebut juga dengan Eleven Dash-Line di kawasan Laut China Selatan. Kemudian pemimpin Kuomintang terlibat dalam perang saudara dengan Partai Komunis Tiongkok (Chinese Communist Party) di bawah kepemimpinan Mao Zedong.  Perang dimenangkan Partai Komunis pada 1949 yang mengakibatkan banyak pendukung Kuomintang melarikan diri ke Taiwan. Mereka menghindari pembersihan oleh Partai Komunis Tiongkok.

Perang Saudara Tiongkok dimulai pada tahun 1927 setelah pecahnya Konflik Zhongshan dan berlangsung secara tidak stabil hingga berakhir pada kemenangan Mao Zedong. Dari kekalahan perang saudara tersebut, Partai Komunis Tiongkok mengadopsi peta Eleven Dash-Line dan menghapus dua garis putus-putus menjadi sembilan garis putus-putus (nine dash-line).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penghapusan ini terjadi setelah pertemuan diplomatik Perdana Menteri Tiongkok, Zhou Enlai yang membuat kesepakatan strategi diplomasi dengan Vietnam Utara, dengan memberikan wilayah Semenanjung Tonkin, bagian dari wilayah Kepulauan Paracel. Pada saat itu Vietnam Utara yang dikuasai oleh partai komunis di bawah kepemimpinan Ho Chi Minh (sekarang nama tersebut dijadikan salah satu nama kota di Vietnam), sedang berkonflik dengan Vietnam Selatan, sebelum akhirnya Vietnam menjadi satu kesatuan pada tahun 1976. 

Di antara ancaman terhadap kedaulatan Indonesia dalam konflik di Laut China Selatan adalah klaim Tiongkok atas wilayah yang luas dengan sembilan garis (nine-dash line). Klaim ini mencakup sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara, serta mengabaikan klaim Indonesia atas Kepulauan Natuna. Ancaman ini dapat menimbulkan ketegangan dan konflik dengan Tiongkok, yang dapat membahayakan stabilitas regional dan kemerdekaan Indonesia.

Tujuan dari penulisan essay ini adalah untuk menganalisis secara mendalam ancaman konflik terhadap kedaulatan Indonesia yang timbul dari klaim wilayah Tiongkok di Laut China Selatan, khususnya terkait dengan ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara. Essay ini akan membahas latar belakang konflik, implikasi konflik terhadap kedaulatan Indonesia, respons pemerintah Indonesia, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ancaman tersebut. Ruang lingkup analisis meliputi aspek hukum internasional, keamanan regional, serta implikasi politik dan ekonomi bagi Indonesia dan kawasan sekitarnya.

Konflik di Laut China Selatan melibatkan sejumlah negara claimant: China, Taiwan, Vietnam, FIlipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia, yang memiliki klaim wilayah yang saling tumpang tindih di wilayah tersebut. Sengketa yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini dikarenakan ketidakpastian mengenai batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan hak-hak maritim yang menjadi faktor pemicu konflik, karena claimant memiliki interpretasi yang berbeda mengenai hukum internasional yang mengatur hal tersebut.

Klaim di kawasan Laut China Selatan ini menjadi ajang bersaing antar negara-negara besar seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang, yang juga memiliki peran dalam mempengaruhi dinamika konflik. Negara-negara claimant juga sering menghubungkan klaim ini dengan masalah kedaulatan dan nasionalisme, yang membuat penyelesaian konflik menjadi lebih sulit. Ketegangan di wilayah Laut China Selatan juga dipicu karena kawasan ini memiliki sumber daya alam yang berlimpah, termasuk cadangan minyak dan gas alam, serta menjadi jalur perdagangan maritim yang penting. 

Konflik di Laut China Selatan memiliki implikasi yang dapat mengancam kedaulatan khususnya terkait dengan klaim wilayah Tiongkok yang mencakup sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara. Klaim Tiongkok yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia ini dapat mengganggu keamanan maritim, aktivitas ekonomi, dan memengaruhi hubungan bilateral kedua negara. Hal tersebut juga dapat meningkatkan potensi untuk memengaruhi keamanan regional, termasuk stabilitas politik dan keamanan di Asia Tenggara, memicu perlombaan persenjataan yang meningkatkan risiko konflik militer yang lebih luas, serta dapat mengganggu kerjasama regional yang dapat menghambat upaya ASEAN dalam mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kerjasama di kawasan tersebut.

Selain klaim nine dash-line oleh China yang bertentangan dengan negara-negara sekitar, konflik bersenjata antara Tiongkok dan Vietnam pada tahun 1974 dan 1988 terkait dengan klaim wilayah di Kepulauan Paracel dan Spratly menunjukkan eskalasi konflik di kawasan tersebut. Tiongkok juga dengan sengaja membuat strategi reklamasi di sejumlah kawasan kepulauan untuk memperluas wilayahnya. Strategi reklamasi ini telah mengubah tujuh fitur maritim yang disengketakan di Kepulauan Spratly, seperti karang Subi, Karang Gavin, Karang Hughes, Karang Johnson South, Karang Fiery Cross, Karang Cuarteron, dan Karang Mischief. Pada pulau-pulau tersebut saat ini telah dibangun kota, distrik, hingga pangkalan militer. Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Internasional mengeluarkan keputusan yang mendukung klaim Filipina terhadap Tiongkok berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), menegaskan bahwa klaim Tiongkok berlawanan dengan UNCLOS, akan tetapi Tiongkok menolak menerima keputusan tersebut.

Sebagai ketua ASEAN pada tahun 2011, Indonesia telah memfasilitasi dialog antara ASEAN dan Tiongkok untuk merumuskan Penyelesaian Sengketa di Laut China Selatan. Indonesia juga menjadi salah satu negara yang mendukung keputusan arbitrase UNCLOS yang mendukung klaim Filipina terhadap Tiongkok. Indonesia telah meningkatkan kapasitas maritimnya, termasuk keamanan dan pengawasan di Laut Natuna Utara, untuk menjaga kedaulatan dan keamanan maritim di wilayah tersebut. Indonesia juga terus mengembangkan kerjasama bilateral dengan negara-negara terkait, termasuk Tiongkok, untuk membangun kepercayaan dan memperkuat hubungan yang saling menguntungkan dalam konteks konflik di Laut China Selatan.

Perkembangan terbaru terkait konflik di Laut China Selatan, seperti peningkatan kehadiran militer Tiongkok dan kerjasama militer Indonesia dengan mitra asing seperti Amerika Serikat, Australia, dan India, memiliki dampak signifikan bagi Indonesia. Hal ini meningkatkan ketegangan dan potensi konflik di wilayah Laut Natuna Utara, sementara dampak ekonominya turut dirasakan, terutama dalam keamanan maritim dan kelancaran perdagangan di kawasan tersebut. Indonesia juga terus mendapat dukungan diplomatik dan hukum internasional dalam menegakkan kedaulatannya atas ZEE di Laut Natuna Utara, mencerminkan pentingnya dukungan internasional dalam menyelesaikan sengketa wilayah ini secara damai dan berdasarkan hukum internasional, termasuk putusan arbitrase UNCLOS yang mendukung klaim Filipina terhadap Tiongkok.

Konflik di Laut China Selatan memiliki dampak yang signifikan terhadap kedaulatan Indonesia, terutama terkait dengan klaim wilayah Tiongkok yang mencakup sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara. Dampak langsungnya adalah mengancam kedaulatan maritim Indonesia atas perairan tersebut, yang dapat mengganggu aktivitas ekonomi dan keamanan maritim Indonesia di wilayah tersebut.

Selain itu, konflik ini juga memiliki dampak tidak langsung, seperti ketegangan politik dan militer yang dapat mempengaruhi stabilitas dan keamanan regional, termasuk pengaruh terhadap kebijakan luar negeri Indonesia. Untuk mengatasi dampak konflik ini, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis, antara lain, penguatan kapasitas maritim, diplomasi aktif, kerjasama regional, pendekatan hukum internasional, dan kolaborasi dengan mitra asing.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, Indonesia dapat memperkuat kedaulatannya dan mengatasi ancaman konflik di Laut China Selatan secara efektif dan berkelanjutan. Sebagai kesimpulan, konflik di Laut China Selatan memiliki dampak yang kompleks terhadap kedaulatan Indonesia, namun dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat melindungi kedaulatannya dan memainkan peran yang konstruktif dalam penyelesaian konflik di kawasan tersebut. Dengan demikian, penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat kapasitasnya dan bekerja sama dengan negara-negara lain dalam mencari solusi yang damai dan berkelanjutan atas konflik di Laut China Selatan.

Untuk melindungi kedaulatan Indonesia dalam menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan, Indonesia perlu memperkuat strategi-strategi seperti penguatan kapasitas pertahanan maritim mengingat China adalah negara yang memiliki kekuatan militer nomor tiga di dunia pada tahun 2024 berdasarkan riset yang dilakukan oleh Global Fire Power sedangkan Indonesia berada diurutan ketiga belas dari seratus empat puluh lima negara. Sedangkan menurut lembaga riset asal Sydney, Australia, Lowy Institute, China berada di urutan kedua dari 26 negara yang disurvei, dengan Amerika Serikat berada di nomor satu menyusul Rusia dan India berada di urutan ketiga dan keempat, sedangkan Indonesia berada di urutan kesembilan.

Indonesia dapat mengambil langkah dengan cara meningkatkan kehadiran militer, termasuk kapal patroli dan pesawat, di wilayah Laut Natuna Utara untuk mengawasi dan menjaga keamanan perairan tersebut. Indonesia perlu memperkuat kesiapan operasional dan respons cepat terhadap ancaman keamanan di wilayah maritim Indonesia, termasuk melalui latihan militer yang intensif dan realistis juga meningkatkan infrastruktur maritim, seperti pangkalan militer dan pos pengawasan, di sepanjang pantai Laut Natuna Utara untuk mendukung operasi militer dan keamanan maritim. Pada tahun 2024 Kementerian Pertahanan Indonesia memiliki anggaran sebesar  Rp 139,27 triliun. Anggaran ini memiliki kenaikan dari sebelumnya dikarenakan adanya penambahan anggaran pembelian Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia atau disebut Alutsista. Pengadaan Alutsista dianggap penting terutama untuk menjaga kedaulatan di Laut Natuna Utara.

Indonesia dapat memperkuat pertahanan nasionalnya dengan berkolaborasi secara internasional, termasuk bekerja sama dengan negara-negara mitra untuk memperoleh teknologi dan pengetahuan militer terkini dalam bidang pertahanan maritim. Seperti bekerja sama dengan Australia dan Jepang dalam meningkatkan inovasi dan kemampuan pengembangan teknologi anti-kapal selam yang canggih, seperti sonar pasif, sonar aktif, dan sistem torpedo untuk melindungi perairan dari ancaman kapal selam asing, serta berkolaborasi dengan Amerika Serikat untuk mengembangkan kemampuan udara dengan pengadaan pesawat tempur dan pengintai untuk mengamankan ruang udara di sekitar wilayah maritim Indonesia.

Negara-negara mitra lainnya seperti India, Korea Selatan, Inggris, Perancis juga bisa menjadi strategi kolaborasi dalam pengembangan teknologi militer canggih, seperti sistem senjata elektronik dan kapal perang, pengembangan teknologi pertahanan maritim yang canggih, seperti sistem rudal, pesawat tempur, dan kapal perang. Indonesia Penting juga untuk melakukan pelatihan secara teratur bagi personel militer guna meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam operasi maritim.

Strategi yang berikutnya adalah dengan menggunakan diplomasi sebagai alat untuk memperjuangkan klaim kedaulatan Indonesia secara internasional dan membangun kerjasama dengan negara-negara lain dalam menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Indonesia sebagai bagian negara anggota ASEAN yang memiliki tiga pilar penting yaitu, AEC, APSC dan ASCC. Dalam APSC (Asean Political-Security Community) Blueprint 2025 tercantum aspek dalam menjaga keamanan regional yaitu mendorong dialog terbuka dan konstruktif diantara negara-negara anggota ASEAN dan mitra dialog, serta memfasilitasi dialog lintas-sektor untuk mencapai konsensus. Hal ini dapat diimplementasikan dengan Tiongkok melalui kerjasama dalam bidang ekonomi, infrastruktur, dan investasi antar kedua negara. Selain itu Indonesia perlu menegaskan klaim kedaulatan Indonesia atas ZEE di Laut Natuna Utara berdasarkan hukum internasional, terutama UNCLOS, dan memanfaatkan mekanisme hukum internasional untuk menyelesaikan sengketa.

Implikasi konflik di Laut China Selatan terhadap keamanan regional sangatlah besar. Konflik ini dapat meningkatkan ketegangan antara Tiongkok dengan negara-negara tetangga seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia, mengganggu stabilitas regional, dan mendorong perlombaan persenjataan. Selain itu, konflik ini juga dapat mengganggu jalur perdagangan internasional penting yang melintasi wilayah tersebut, mengancam pasokan energi regional dan global, mempengaruhi hubungan antara negara-negara ASEAN dan Tiongkok, serta meningkatkan potensi eskalasi menjadi konflik bersenjata yang lebih luas, mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut.

Menurut opini saya, dalam situasi yang kompleks seperti ketegangan di Laut China Selatan, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk menjaga dialog terbuka dan konstruktif guna mencari solusi yang damai dan berkelanjutan. Negara-negara di kawasan harus berkomitmen untuk menghormati hukum internasional, khususnya UNCLOS, dan mengutamakan dialog sebagai sarana utama penyelesaian sengketa.

Selain itu, kerjasama regional dan internasional perlu diperkuat untuk memastikan stabilitas dan keamanan kawasan. Semua pihak harus menghindari tindakan yang dapat memperkeruh situasi dan berupaya untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak. Dengan demikian, perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan dapat terjaga, dan potensi konflik bersenjata dapat diminimalisir.

Meskipun mengandalkan hukum UNCLOS sebagai landasan penyelesaian sengketa wilayah di Laut China Selatan adalah langkah yang penting, kritik dapat dilontarkan terhadap efektivitasnya. Contohnya, konflik yang terjadi antara China dan Filipina pada tahun 2016 atas sengketa perebutan wilayah di Laut China Selatan menunjukkan bahwa meskipun putusan arbitrase menguntungkan Filipina, China tetap menolak untuk mengakui dan mematuhinya,  sehingga ketegangan antar kedua negara tersebut masih berlanjut hingga sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor politik dan kekuatan militer dapat menjadi lebih dominan daripada kepatuhan terhadap hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa wilayah. Oleh karena itu, strategi penyelesaian sengketa di Laut China Selatan harus mencakup pendekatan yang lebih holistik dan melibatkan berbagai elemen, termasuk diplomasi, dialog, dan kerjasama internasional, untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan dan menghindari eskalasi konflik.

Kesimpulannya, konflik di Laut China Selatan memiliki dampak yang signifikan terhadap kedaulatan Indonesia. Untuk menghadapi ancaman konflik tersebut, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis, antara lain memperkuat pertahanan maritim, melakukan diplomasi aktif, meningkatkan kerjasama regional, menegakkan hukum internasional, menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kedaulatan maritim, dan melibatkan sektor swasta dalam upaya menjaga kedaulatan. Dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa kedaulatan maritimnya terjaga dan stabilitas kawasan tetap terjaga.

#KedaulatanIndonesia #JagaNatuna #LombaISDS

Ikuti tulisan menarik Ririn Katrin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler