x

PPDB

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 23 Juni 2020 16:48 WIB

PPDB Online dan Prioritas Usia Siswa Masih Benang Kusut

Meski sudah menjadi masalah klasik, ternyata hingga PPDB tahun ajaran baru 2020/2021 berlangsung, sistem online dan priosritas siswa berdasarkan usia tetap menjadi masalah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Dalam situasi pandemi corona yang masih terus merajalela di nusantara dengan kasus rata-rata yang kini diangka 1000an dalam sehari, membuktikan bahwa corona masih normal ada. Kasus yang justru meningkat ini, juga bukan karena banyaknya anggapan bahwa  jumlah kasus meningkat karena tes diperbanyak. Inilah anggapan keliru dan menyesatkan yang selama ini ada di masyarakat Indonesia.

Ketua MPR soroti PPDB online

Terkait dengan kondisi ini, seharusnya, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020 dengan sistem online, dapat digaransi oleh stakeholder terkait. Sebab, sudah bukan rahasia, bahwa PPDB online di hampir seluruh wilayah Indonesia selalu mengalami kendala dan persoalan yang sama sejak pertama sistem ini diberlakukan.

Seharusnya, untuk PPDB tahun ajaran baru 2020/2021, karena situasi kasus corona juga masih tinggi, demi mengurangi kerumun dan orang tua datang le sekolah, tidak lagi terdengar masalah. Sayang, ternyata faktanya, PPDB di tengah pandemi Covid-19 pun tetap bermasalah.

Bahkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) sampai meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) beserta jajaran dinasnya di semua provinsi dan kabupaten/kota, agar segera membenahi proses daring (dalam jaringan) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020. Pasalnya, kini masih ada orang tua yang mendatangi titik-titik PPDB ke lokasi secara langsung.

"Kesigapan jajaran Kemendikbud dan semua dinas di daerah sangat diperlukan untuk mencegah keresahan dan kepanikan para orang tua maupun anak didik. Sebab, keresahan mendorong orang tua atau anak didik mendatangi dan berkerumun di titik-titik proses PPDB. Ketika terjadi kerumunan, ada potensi melanggar protokol kesehatan," ujar Bamsoet, dalam keterangannya kepada media, Jumat (19/6/2020).

Dasar dari pernyataan Bamsoet ini, ternyata atas dasar fakta bahwa sampai Kamis (18/6/2020)  persoalan PPDB masih bermunculan di sejumlah daerah. Misalnya di Semarang, proses daring PPDB tingkat SMA masih menuai protes dari orang tua siswa karena opsi pilihan sekolah dalam situs PPDB tak bisa diakses. Update data Kartu Keluarga (KK) serta akreditasi sekolah asal juga tidak dapat dilakukan dalam proses pendaftaran. Akibatnya,
orang tua siswa mendatangi sekolah serta Dinas Disdikbud Provinsi Jateng.

Hal serupa juga terjadi di Bekasi, calon peserta didik mengeluh karena nomor induk kependudukan (NIK) tidak dapat diverifikasi oleh situs PPDB.

Bamsoet juga menambahkan, di beberapa kota lainnya kendala lambatnya server PPDB juga mendorong banyak pendaftar mendatangi langsung kantor Dinas Pendidikan.

Selain itu, keluhan PPDB daring ini juga terjadi di DKI. Sebagai tolok ukur, bila DKI saja bermasalah, maka bagaimana dengan daerah lain seperti yang disampaikan Bamsoet?

Sementara, sejak 27 Mei 2020 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), juga telah menerima pengaduan terkait proses PPDB di tengah pandemi COVID-19 yang sebagian besar pengaduan berkaitan kendala teknis, bagaimana dengan sekarang?

Dari masalah yang muncul dalam proses daring PPDB yang sudah dikeluhkan masyarakat, ditemukan fakta bahwa pelanggaran protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak masih banyak ditemukan.

Atas kondisi ini, Ketua MPR RI berharap agar proses daring PPDB tidak memperlebar masalah berupa ancaman penularan COVID-19.

Karenanya, gangguan pada sistem online atau daring tidak hanya harus diperbaiki, tetapi juga dikawal dari waktu ke waktu sehingga akses para orang tua dan anak didik tidak terhambat.

Wajib diupayakan agar gangguan akses online bisa diminimalisir. Sehingga, orang tua atau anak didik bisa mengikuti proses PPDB dari rumah saja, sejalan dengan protokol kesehatan. Sistem online harus dikawal sedemikian rupa agar setiap gangguan yang muncul segera ditangani.

Masalah usia siswa

Selain masalah sistem online yang tetap bermasalah dan harus dibenahi, berbagai kalangan juga mengkritisi masalah PPDB yang memprioritaskan usia siswa yang lebih tua.

Saya melihat di sebuah tayangan berita televisi, Senin siang (22/6/2020) ada seorang Ibu yang harus ke sekolah demi memastikan anaknya tidak tergeser dari PPDB, karena kawatir masalah adanya prioritas usia siswa.

Selain itu, saya lansir dari JawaPos.com Senin (22/6/2020) Pengamat Pendidikan Komisi Nasional (Komnas) Pendidikan Andreas Tambah menyampaikan kritikannya terkait sistem PPDB 2020 yang memprioritaskan usia yang lebih tua untuk masuk ke satuan pendidikan akan banyak masalah psikologis yang timbul.

Bila untuk tingkat SD, sekolah dapat menerima calon peserta didik baru (CPDB) dari usia 6 sampai 12 tahun, untuk SMP batas usianya hingga 15 tahun dan SMA/SMK batasnya umurnya sampai 21 tahun. Maka, akan ada jarak umur yang berbeda di dalam satu kelas.

Hal ini akan dapat terjadi berbagai masalah, seperti para murid yang lebih tua akan merasakan kurang percaya diri, atau juga bisa lebih berkuasa akibat dari perbedaan umur.

Masalah lain akan ada sebuah gap (jarak), bisa saja secara psikologis minder, bisa saja secara psikologis menjadi superior, dikhawatirkan ini terjadi pembulian, ini bisa menimbulkan masalah baru, ungkap Andreas.

Atas kondisi yang tidak mustahil terjadi, maka sistem CPDB berdasarkan prioritas usia siswa ini perlu dikaji lebih lanjut agar meminimalisir hal-hal yang sudah digambarkan bakal terjadi.

Boleh saja memiliki tujuan mulia meningkatkan pendidikan, namun bisa jadi sebaliknya akan menambah penurunan kualitas pendidikan.

Sayangnya, persoalan CPDB dengan prioritas usia siswa ini, baru mengemuka saat proses PPDB tahun ajaran baru 2020/2021 sudah berlangsung.

Seharusnya, menyoal PPDB yang memprioritaskan umur siswa ini sudah ada sosialisasi masif dari Kemendikbud jauh hari sebelum PPDB dimulai. Bahkan seharusnya ada peninjuan ulang Permen menyoal prioritas usia siswa ini karena banyaknya persoalan yang dapat ditimbulkan.

Ironisnya, menyoal Permen ini, saya lansir dari CNNIndonesia.com, aturan seleksi berdasarkan usia diatur dalam Permendikbud No. 17 Tahun 2017 tentang PPDB Pada TK, SD, SMP, SMA, SMK, atau Bentuk Lain yang Sederajat.


Pada Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13, usia menjadi salah satu pertimbangan urutan prioritas dalam seleksi PPDB. Artinya, Permen menyoal prioritas usia siswa ini, tidak pernah tersosialisasi dengan benar ke publik, padahal sudah ada sejak 2017. Atau bahkan ada rujukan Permen di tahun sebelumnya.

Bila akhirnya seperti yang dilaporkan detik.com Kamis (11/6/2020), ada
Forum Orang Tua Murid SMP bahkan telah bertemu Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI. Dalam pertemuan itu, Forum Orang Tua Murid SMP menyampaikan agar aturan prioritas usia yang ada di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA DKI tahun 2020 diubah, maka hal ini memang harus menjadi "catatan besar" Kemendikbud.

Kapan benang kusut pendidikan nasional kita akan terurai? Kini, menyoal PPDB di tengah pandemi corona pun kusut lagi. Dua masalah, yaitu menyoal sistem online yang masih "nyangkut" dan syarat prioritas usia pun menjadi masalah yang tidak sepele, karena kelas siswa yang tanpa perbedaan umur saja sudah terbukti banyak masalah psikologis yang timbul karena ada siswa yang merasa minder, superior, dan sangat rentan kasus perundungan dan bulying.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler