x

Nadiem

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 16 Juli 2020 11:48 WIB

Sandiwara Apa lagi, PJJ Bukan Kebijakan Kemendikbud?

Sudah saya tulis menyoal PPJ, PJJ permanen yang dibantah, Kurikulum Transisi, pendidikan hakikatnya tatap muka, hal yang harus dilakukan guru bila belajar dengan PJJ, dan terutama sudah saya tulis dan saya pertanyakan tentang logika dan rasionalnya membuka dan memaksakan tahun ajaran baru di bulan Juli dengan tetap mengabaikan kondisi dan perkembangan corona. Masa hari gini, mas Nadiem mengeluarkan bantahan bahwa PJJ bukan kebijakannya yang terkesan "lempar batu, sembunyi tangan".

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Aneh sekali, setelah memberikan wacana pembelajaran jarak jauh (PJJ) permanen, di bantah oleh bawahan Mendikbud, meski informasi PJJ permanen disampaikan oleh sang Menteri di hadapan anggota DPR. Lalu, menyoal PJJ permanen terus menjadi polemik, hari ini Mas Nadiem bikin bingung lagi.

Ini apa-apaan ya? Ini masalah pendidikan, mengapa jadi beritanya ikut-ikutan membingungkan masyarakat seperti persoalan lain yang memang terus dibikin bingung oleh pemerintah karena komunikasi publik para pembantu presiden yang kurang mumpuni atau memang disengaja?

Coba, pasti atas pernyataan terbaru Nadiem, berbagai pihak dan masyarakat Indonesia tentu akan kembali bertanya. Padahal jelas-jelas tahun ajaran baru 2020/2021 baru berjalan tiga hari.

Setelah di depan parlemen Nadiem menyatakan tentang rencana PJJ yang kemudian dibantah, hari ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan bahwa proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) bukan kebijakan yang diinginkan pihaknya. Namun, hal tersebut harus dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19.

Kok aneh, PJJ bukan kebijakan dari pihaknya. Lalu, ini kebijakan presiden atau menteri lain, atau pihak mana? Jelas-jelas menyoal pendidikan ada di bawah naungan Nadiem.

Tetapi mengapa kemudian Nadiem menyampaikan hal yang bertolak belakang saat melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mengenai pembahasan kondisi Pendidikan di Indonesia saat masa pandemi ini.

Apa yang disampaikan Nadiem, jelas-jelas seperti sedang bermain dalam adegan-adegan panggung sandiwara pendidikan. Coba apa yang disampaikan?

"Mengenai pendidikan di masa Covid-19, saya mau menjawab garis besar. Prinsip dasar, sedikit ada miss persepsi mengenai PJJ. PJJ seolah olah kita yang inginkan. PJJ bukan hal yang kami inginkan," ujar Nadiem di Ruang Rapat Banggar, Rabu (15/7/2020) yang kini sudah terpublikasi di berbagai media nasional.

Mengapa Nadiem mengatakan ada miss persepsi (lagi-lagi dalam bahasa Inggris) mengenai PJJ dan mengungkap bahwa PJJ bukan yang Nadiem inginkan?

Bahkan selanjutnya Nadiem mengatakan bahwa, justru Kemendikbud ingin sekali proses belajar mengajar dilakukan secara tatap muka atau langsung. Sebab, cara tersebut paling efektif dalam menyampaikan materi kepada siswa. Tetapi,  hal tersebut memang tidak bisa dilakukan di masa saat ini. Sehingga PJJ menjadi alternatif yang bisa dipilih sekolah dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.

Ini benar-benar aneh. Mengapa Nadiem bisa bicara seperti itu? Dan, berikutnya mengatakan:

"Justru kami ingin semua anak kembali ke sekolah secepat mungkin, tapi kenyataan dan keadaannya nggak bisa seperti itu sebab kondisi kesehatan," kata dia.

Atas pernyataan Nadiem ini, sungguh ironis, karena Nadiem mengungkapkan bahwa PJJ juga bukan kebijakan pemerintah yang harus dan wajib dijalankan. Sebab, sekolah bisa saja tidak melalukan hal tersebut dengan konsekuensi sekolah ditutup sementara.

Kalau mas menteri sudah tahu kondisinya demikian dan dapat menyimpulkan sekolah dapat tutup sementara, mengapa tahun ajaran baru dipaksakan 13 Juli?

Apa yang diungkap Nadiem ini:
"PJJ bukan kebijakan pemerintah. PJJ itu terpaksa kita gunakan sebagai alat untuk anak-anak masih ada pembelajaran. Bukan berarti tidak belajar sama sekali selama Covid-19 terjadi. Jadi idealnya sebenarnya tidak PJJ, jadi tatap muka," kata dia menjelaskan.

Mengapa setelah tahun ajaran baru dibuka dan baru bergulir tiga hari, mas menteri mengungkap hal demikian?

Apakah mas menteri ini tidak memikirkan apa efek dari penjelasan dari PJJ yang katanya miss persepsi dan bukan kebijakan dari lembaga yang dipimpinnya,  kemudian menyatakan sekolah boleh saja tutup sementara?

Sekali lagi, ini di ranah pendidikan, lho? Mengapa kisahnya jadi begini. Sungguh saya sangat prihatin. Sebab, sebelum tahun ajaran baru dipaksakan dibuka, saya sudah menulis berbagai artikel menyoal pendidikan di masa Covid-19 ini.

Sudah saya tulis menyoal PPJ, PJJ permanen yang dibantah, Kurikulum Transisi, pendidikan hakikatnya tatap muka, hal yang harus dilakukan guru bila belajar dengan PJJ, dan terutama sudah saya tulis dan saya pertanyakan tentang logika dan rasionalnya membuka dan memaksakan tahun ajaran baru di bulan Juli dengan tetap mengabaikan kondisi dan perkembangan corona.

Masa hari gini, mas Nadiem mengeluarkan bantahan bahwa PJJ bukan kebijakannya yang terkesan "lempar batu, sembunyi tangan".

Ini bagaimana pak Presiden? Masa ranah pendidikan juga dibikin "mencla-mencle?" Bagaimana rakyat akan semakin percaya?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB