x

Supartono JW

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 27 Juli 2020 05:59 WIB

Kisah Perjalanan (3) 26 Juli, Amsterdam-Belanda, Brussel-Belgia, dan Paris-Prancis

Hari ini akan banyak duduk di bus. Pertama menempuh perjalanan Amsterdam, Belanda menuju Brussel, Belgia melalui jalan darat dengan jarak tempuh 205 km dengan waktu berpajalanan 3 jam 10 menit. Berikutnya, perjalanan lebih panjang akan kami lalui saat menuju Paris, Prancis. Brussel menuju Paris dengan jarak tempuh 312 km kira-kira akan memakan waktu 4 jam 40 menit. Meski begitu, karena saya sudah terbayang akan dapat melihat langsung Manneken Pis di Brussel sejak dari Indonesia, rasanya jarak itu sudah sangat dekat. Begitu sarapan pagi di Hotel Park Plaza Amsterdam Airport usai, semua rombongan pun sudah berada dalam bus. Tepat pukul 09.00 waktu setempat, bus meluncur mengarah Brussel. 3 jam 10 menit, bila tidak ada halangan, maka kami semua akan tiba di Belgia. Meski 3 jam  10 menit adalah bukan waktu yang sebentar, namun karena perjalanan kali ini adalah siang hari, maka kami semua memanfaatkan waktu dengan melahap pemandangan antara Amsterdam-Brussel.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pagi, Selasa 26 Juli 2011 di kamar Hotel Park Plaza Amsterdam Airport, setelah subuh, badan rasanya masih ingin nempel di tempat tidur. Tapi sudah menjadi kebiasaan, di saat seperti itu, pasti tayangan televisi lokal menjadi santapan sarapan pagi mata saya dan saya juga mencoba mencari berita aktual seputar Nusantara. Asyik menonton diselingi membaca, udara dingin Amsterdam masih menusuk tulang.

Sumber: Supartono JW

Kaki pun masih terasa pegal setelah seharian mengakrabi Volendam dan Amsterdam dengan sebagian besar berjalan kaki. Tapi, untuk perjalanan hari ini, rute wisata dengan berjalan kaki tidak terlalu banyak. Seperti tertulis dalam agenda perjalanan:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

TUESDAY 26/JUL/11

AMSTERDAM SCHIPHOL

HOT BUFFET/FULL BREAKFAST AT HOTEL
09:00 LONG DISTANCE VEHICLE TO TRANSFER CLIENTS
AMSB_-_BRU_____205_KMS___03:10_HRS

BRUSSELS

12:10 ORIENTATION TOUR - CITY.
12:15 LUNCH AT: PALAIS D'ASIE
MENU: EGG DROP SOUP/STEAMED FISH/CHICKEN WITH SOYA
SAUCE/FRIED VEGETABLES/STEWED BEEF/MA PO TOFU,
RICE, FRUIT, TEAVIEW OF THE MANNEKEN PIS
VIEW OF THE GRAND PLACE.PHOTO STOP AT ATOMIUM
14:30 LONG DISTANCE VEHICLE TO TRANSFER CLIENTS
BRU_-_PAR_____312_KMS___04:40_HRS

PARIS

19:15 LOCAL TRANSPORT FOR CITY - HOTEL IN PARIS-MARNE LA
VALEE.
PARKING LDC OVERNIGHT (PAYABLE BY LDC DRIVER)

PARIS-MARNE LA VALEE           DINNER AT HOTEL
MENU: BEEF MENU (3 CRS)
HOTEL - MERCURE M.L.V.NOISY LE GRAND

Dalam catatan perjalanan tersebut, hari ini akan banyak duduk di bus. Pertama menempuh perjalanan Amsterdam, Belanda menuju Brussel, Belgia melalui jalan darat dengan jarak tempuh 205 km dengan waktu berpajalanan 3 jam 10 menit. Berikutnya, perjalanan lebih panjang akan kami lalui saat menuju Paris, Prancis. Brussel menuju Paris dengan jarak tempuh 312 km kira-kira akan memakan waktu 4 jam 40 menit. Meski begitu, karena saya sudah terbayang akan dapat melihat langsung Manneken Pis di Brussel sejak dari Indonesia, rasanya jarak itu sudah sangat dekat.

Begitu sarapan pagi di Hotel Park Plaza usai, semua rombongan pun sudah berada dalam bus. Tepat pukul 09.00 waktu setempat, bus meluncur mengarah Brussel. 3 jam 10 menit, bila tidak ada halangan, maka kami semua akan tiba di Belgia. Meski 3 jam  10 menit adalah bukan waktu yang sebentar, namun karena perjalanan kali ini adalah siang hari, maka kami semua memanfaatkan waktu dengan melahap pemandangan antara Amsterdam-Brussel.

Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW

Sekilas, antara Amsterdam-Brussel sama saja seperti saat melintasi tol trans Jawa (sekarang 2020). Padahal, keduanya adalah kota di negara berbeda. Sambil mengingat kembali Amsterdam, meski tidak semua destinasi dapat kami jelajah karena keterbatasan waktu, mengingat pesepeda di sana dibandingkan pesepeda di Indonesia yang baru menjamur saat wabah corona, yang paling mendasar adalah, karena sepeda di Belanda sebagai alat transportasi utama, maka sepeda bukan menjadi gaya hidup, bukan untuk gaya-gayaan, bukan untuk sok-sok-an. Sebab saya melihat peristiwa ini sembilan tahun yang lalu, maka satu kata yang dapat saya sebut, ternyata rakyat Indonesia ini banyak yang “norak” menyoal sepeda, terutama yang termasuk golongan orang kaya baru (OKB).

Mengingat Volendam dan Amsterdam, maka saya pun masih terbayang menu makan siang di resto mandarin, yaitu Hot And Sour Soup Or Soup Of The Day/Salt & Pepper/ Fish/Szechuan Prawns/Stir Fried Broccoli /Cucumber With Chicken Slices/Fried Chickenfillets/Rice / Fruit / Tea. Lalu makan malam di Desa Restaurant, Menu: Soto Ayam (Chicken Soup)/Nasi Putih (Steamed Rice) / Buah (Fruits)/Daging Rendang (Beef With Spicy Coconut Sauce)/Sate Ayam (Chicken Sate) / Tahu Tjampur (Eggs With Red Pepper Sauce)/Ikan Goreng (Mackerel Fish With Balinese Sauce)/Sayur Lodeh (Mixed Vegetable With Peanut Sauce).

Tak habis pikir pula bahwa Volendam, Amsterdam, dan utamanya Belanda, adalah negara yang secara geografis negaranya berada dalam permukaan tanah rendah, dengan kira-kira 20 persen wilayahnya, dan 21 persen populasinya di bawah permukaan laut, serta 50 persen tanahnya berada kurang dari satu meter di atas permukaan air laut, namun tak pernah banjir apalagi tenggelam karena adanya Dam.

Sumber: Supartono JW

Selepas bus berhenti di rest area, begitu perjalanan dilanjutkan, ternyata, saya sempat tertidur, dan begitu bus sudah masuk ke perbatasan Belgia, saya terbangun.  Kini, kami sudah ada di Brussel, dan memiliki waktu sekitar 2 jam lima belas menit untuk makan siang dan tour di kota Brussels.

Sumber: Supartono JW

Sebab waktu sudah masuk makan siang, maka rombongan pun langsung menuju resto Palais D'asie. Menu makan siang pun sudah menunggu. Ada Egg Drop Soup/Steamed Fish/Chicken With Soya Sauce/Fried Vegetables/Stewed Beef/Ma Po Tofu, Rice, Fruit.

Sumber: Supartono JW

Makan siang pun tuntas. Kini, kami semua siap melahap destinasi dan souvenir dari kota ini. Jelajah pertama kami Grand Palce. Grand Place atau Gote Markt dalam bahasa Belanda adalah alun-alun kota. Di Amsterdam, Belanda, alun-alun kota disebut Dam Square. Berbeda dengan Dam Square, alun-alun kota Brussel ini dikelilingi gedung-gedung tua bersejarah, termasuk Town Hall. Begitu kami masuk ke area alun-alun, turis sudah menyemut di sini. Mereka semua sedang takjub melihat setiap sudut yang isinya bangunan megah bersejah. Ada yang berfoto atau duduk-duduk menikmati keindahan bangunan yang tak ternilai harganya.

Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW

Di sekeliling alun-alun juga banyak bangunan yang menjadi tempat penjualan oleh-oleh khas Brussel yang diburu. Tapi sekali lagi, saya mengingatkan pada diri sendiri bahwa, belanja apa pun di negeri Eropa selain Turki dan Bulgaria, maka semua harganya akan berlipat-lipat sebab wajib menggunakan mata uang Euro. Meski begitu, satu kantong cokelat dengan berbagai varian pun sudah saya tenteng dan baru saya sadari, satu kantong cokelat dengan berbagai varian itu saat saya membayar di kasir bila dirupiahkan sudah lebih dari dua juta rupiah.

Kembali ke alun-alun, rasanya saya masih ingin berlama-lama di sana, tetapi ternyata rombongan sudah bergeser menuju Manneken Pis.Manneken Pis adalah patung anak kecil yang sedang kencing. Letaknya di perempatan jalan kecil dan dipasang di pojok dinding bangunan. Di sudut pertemuan jalan Rue de Chene dan Rue de l’Etuve. Saat saya melihat wujud aslinya, ternyata ukurannya sangat kecil. Ukuran boneka, kira-kira 61 sentimeter. Meski imut tetapi banyak menarik turis untuk datang melihatnya. Turis berebutan di depannya untuk berfoto.

Sumber: Supartono JW

Mengapa patung anak kecil ini menjadi daya tarik dan istimewa di Brussel? Ada berbagai versi dan kisah yang membuat patung ini menjadi ikon dan magnet bagi turis mancanegara. Salah satu kisah versinya adalah: Ada anak kecil dengan beraninya mengencingi bom sehingga tidak jadi meledak. Karena ‘kepahlawanannya’ itu si bocah dibuatkan patungnya sebagai penghargaan. Versi lain menyebut bahwa patung anak kecil ini adalah anak seorang bangsawan. Konon, si bocah hilang. Lalu, dicari-cari dan ditemukan sedang pipis di sudut jalan. Sebagai rasa syukurnya, orang tua si bocah kemudian membuatkan patungnya.

Dari catatanan sejarahnya, Manneken pis dibuat pematung Jerome Duquesnoy pada tahun 1619. Dan, pembuatan patung ini untuk menggantikan patung aslinya dari batu yang sudah ada sejak 1388, tetapi hilang dicuri. Ternyata, di kota ini, selain Mannaken Pis, ada patung serupa lainnya. Patung bernama Jeanneke Pis ini pasangan pasangan Manneken Pis. Letaknya di sudut jalan lainnya. Untuk ke sana, harus melewati kafe-kafe. Tetapi Jeanneke Pis kalah pamor. Saat kami datang, tak banyak turis. Hanya hitungan jari. Tidak seperti pengunjung Manneken Pis yang ramai.

Sumber: Supartono JW

Sumber: Supartono JW

Cukup mengakrabi Manneken Pis, saya pun langsung bergerak menuju Atomium. Atomium juga satu di antara Ikon Brussels lainnya.  Bentuknya unik dan futuristik, seperti atom dan dibuat dari bahan aluminium. Itulah mengapa dinamai Atomium. Ada 9 bola baja raksasa disusun membentuk struktur inti sebuah kristal. Pengunjung bisa naik ke bagian tertinggi Atomium. Sayang karena keterbatasan waktu, kami tidak memiliki waktu naik ke bagian tertinggi Atomium. Terlebih untuk naik perlu menunggu lama karena antrian yang relatif panjang, sementara lift untuk menuju ke atas hanya satu. Sekitar 30 menit harus menunggu. Padahal bila sampai mencapai puncak Atomium, di atas dek observasi, pemandangan kota Brussels tampak 380 derajat.

Sumber: Supartono JW

Tapi mau bilang apalagi, terpenting, kini saya sudah ada di Atomium, sebuah monumen setinggi 103 meter, dalam rangka Expo '58, sebuah World's Fair pada tahun 1958, berbentuk kristal besi yang diperbesar 165 miliar kali. Detilnya,  sembilan buah bola baja berdiameter 18 m dihubungkan dengan eskalator dalam silinder-silinder mencapai 114,8 kaki, salah satu yang terpanjang di Eropa. Jendela di bola paling atas menyajikan pemandangan kota Brusel, sedangkan bola yang lain menampilkan ekshibisi tahun 1950-an kecuali tiga buah bola yang tertutup bagi pengunjung karena tidak memiliki penyangga vertikal.

Uniknya, tadinya monumen ini hanya didesain untuk berdiri selama 6 bulan namun karya arsitek André Waterkeyn ini bisa bertahan sampai sekarang dan kepopulerannya sebagai tujuan turis bisa menyaingi Manneken Pis.

Sumber: Supartono JW

Akhirnya, setelah puas di Atomium, kami pun kembali ke atas bus. Tepat pukul 14.30, bus pun meluncur ke arah Paris, Prancis. Sesuai rencana, kami akan tiba di Paris saat santap malam, dan lanjut menginap di malam pertama di Mercure Hotel. Bagaimana kisah perjalanan Brussel-Paris?

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler