x

cover buku Taipan Di Bawah Bayang-Bayang Papi

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 23 November 2020 16:08 WIB

Taipan - Di Bawah Bayang-Bayang Papi

Meski sebuah karya fiksi, namun karena informasi yang dipakai demikian detail, karya William Yang ini banyak memberi gambaran pergumulan keluarga konglomerat dalam menyiapkan generasi kedua untuk survive. Ada pameo bahwa generasi pertama membangun bisnis, generasi kedua menikmati dan generasi ketiga tinggal mengenangnya. Artinya banyak konglomerat yang hanya berhasil mempertahankan bisnisnya di generasi pertama atau paling panjang ke generasi kedua saja. “Taipan” jilid II ini menggambarkan bagaimana generasi kedua berupaya melampaui capaian sang ayah dalam hal berbisnis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Taipan Di Bawah Bayang- Bayang Papi

Penulis: William Yang

Tahun Terbit: 2020

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Elek Media Komputindo                                                                       

Tebal: vi + 509

ISBN: 978-623-00-1563-2

 

Membaca novel ini seakan menikmati perjalanan hidup seseorang yang selama ini saya kenal. Banyak hal yang sangat mirip kisah hidup yang bersangkutan dengan kisah yang ada di novel ini. Apakah sesungguhnya William Yang memang mengisahkan sang tokoh yang saya kenal? Sepertinya begitu. Sebenarnya terlalu banyak fakta yang digunakan di novel ini, sehingga lebih mirip dengan kisah nyata. Lebih pas disebut biografi tersembunyi, daripada sebuah novel. Tetapi, bagaimana pun ini adalah sebuah karya fiksi. Jadi pasti ada hal-hal yang didramatisir untuk menghibur para pembacanya. Bukankah salah satu peran karya fiksi memang untuk menghibur para penikmatnya?

Tetapi mengapa penerbit mengkategorikan buku ini dalam kategori “HISTORY?”

Meski sebuah karya fiksi, namun karena informasi yang dipakai demikian detail, maka karya William Yang ini banyak memberi gambaran bagaimana sesungguhnya pergumulan keluarga konglomerat dalam menyiapkan generasi kedua untuk survive. Ada pameo bahwa generasi pertama membangun bisnis, generasi kedua menikmati dan generasi ketiga tinggal mengenangnya. Artinya banyak konglomerat yang hanya berhasil mempertahankan bisnisnya di generasi pertama atau paling panjang ke generasi kedua saja. “Taipan” jilid II ini menggambarkan bagaimana generasi kedua berupaya melampaui capaian sang ayah dalam hal berbisnis.

Kisah ini adalah kisah tentang seorang anak muda yang bernama James King, yang meniti karir bisnis yang ingin melampaui keberhasilan ayahnya. Jika ayahnya adalah seorang maestro perbankan yang mampu menyulap bank-bank kecil menjadi sebuah bank besar berskala nasional, maka ia ingin mengembangkan bisnis yang berkibar di skala dunia. Dengan bekal pendidikan di keluarga, pendidikan ala Barat dan pengalaman di dunia bisnis di Amerika membuat James King berhasil melampaui capaian sang ayah. Ia mengalami tekanan psikologis yang luar biasa dan juga ketegangan moralitas yang hebat. Sebab untuk melampaui sang ayah, ia “terpaksa” menjual negara dan menerjang etika.

Kisah diawali dengan keluarga seorang konglomerat yang ingin menyiapkan anak-anaknya supaya menjadi pemuda-pemuda yang tangguh. Itulah sebabnya kedua anak tersebut dikirim ke Macau. Pemilihan Macau daripada Hongkong adalah karena wilayah tersebut sedang dalam pertumbuhan ekonomi. Tidak seperti Hongkong yang sudah mapan. Dengan mengirim anak-anaknya untuk bersekolah dan hidup di Macau, maka anak-anak tersebut akan mendapatkan pengalaman hidup di sebuah wilayah yang sedang berkembang. Pengetahuan dan pengalaman hidup yang demikian tentu sangat bermanfaat saat mereka nantinya terjun ke dunia bisnis. Orang Tionghoa memang lebih percaya menggembleng anak-anaknya melalui pengalaman langsung dalam berbisnis daripada melalui sekolah formal.

Alih-alih mendapatkan pengalaman bisnis, kedua anak sang konlomerat ini malah saling benci dan bahkan hampir saling bunuh. Untuk mencegah perseteruan yang semakin hebat, maka sang adik – yang menjadi tokoh utama dalam novel ini, dipindahkan untuk belajar ke Amerika. Di Amerika inilah Sang Anak mendapatkan pengalaman dan jaringan bisnis yang di kemudian hari bermanfaat untuk melampaui pencapaian sanga bapak. Sang Anak belajar tentang beyond business. Bisnis di balik bisnis. Semua cara memanfaatkan kapital gelap yang tidak bisa masuk ke dunia bisnis biasa. Di Amerikalah Sang Anak belajar bagaimana menciptakan proyek-proyek untuk membuat dana gelap tersebut menjadi dana terang. Di Amerikalah ia belajar bagaimana bekerjasama dengan orang pemerintah untuk membuat win-win result dengan memanfaatkan dana-dana gelap tersebut.

Dari Constantine, sang ayah, James belajar tentang gaya bisnis ala Tionghoa. Sedangkan melalui karirnya di Amerika, ia belajar melalui mentornya yang adalah para pengusaha bule. Para mentornya kelihatannya adalah orang-orang relijius yang sangat aktif di gereja. Namun dalam bisnisnya, mereka menghalalkan segala cara. Para mentor ini mengajari James untuk memanfaatkan kegelapan untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Di sinilah James belajar tentang batas akan etika. Karirnya yang melesat dari seorang magang di sebuah Bank di Amerika membuat ia memiliki jaringan kuat. Bahkan James berkawan baik dengan salah satu Gubernur yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat.

Bukankah kita pernah mendengar berita bahwa salah satu pendukung dana kampanye salah satu Presiden Amerika waktu itu adalah seorang pengusaha muda dari Indonesia?

William Yang sangat berhasil dalam menggambarkan generasi kedua yang menggabungkan gaya Tionghoa dan gaya barat dalam berbisnis. James - Sang Anak, belajar tentang gaya berbisnis ala Tionghoa dari sang bapak. Ia mengetahui bahwa kepercayaan, jaringan dan kerja keras adalah kunci sukses dalam bisnis ala Tionghoa. Sedangkan dari gaya barat, ia belajar tentang inovasi (walaupun sering out of law), ambisi dan nyali. Dua gaya berbisnis yang sangat berbeda itu dikaitkan dalam kisah karier James dengan sangat baik oleh William Yang.

Satu lagi yang menarik dalam novel ini adalah tentang kebijakan-kebijakan ekonomi di tahun 80-an yang diungkap oleh William Yang. Ia mengungkap bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi tahun 80-an yang akhirnya menuju kepada krisis di tahun 1990 sangatlah dipengaruhi oleh keinginan para konglomerat. Pelonggaran proses eksplorasi minyak dan pelonggaran mendirikan bank (Paket Oktober 1988) adalah contoh bagaimana para konglomerat mempengaruhi pembuatan kebijakan.

Selain dari kisah dunia bisnis, novel ini juga diwarnai dengan konflik dalam kehidupan keluarga sang konglomerat. William Yang menggambarkan bagaimana hubungan suami istri, ayah-anak, ibu-anak, mertua menantu, hubungan perselingkuhan antar ipar dan sebagainya. Pada bagian ini saya tidak bisa menilai sejauh mana cerita yang disampaikan oleh Willam Yang adalah fakta atau bukan. Sebab kehidupan keluarga konglomerat di Indonesia memang relatif tertutup dan tidak keluar menjadi gosip masyarakat. Jika yang disampaikan oleh sang penulis novel ini adalah sebuah fakta, maka betapa bobroknya kehidupan rumah tangga konglomerat. Namun jika cerita tentang kehidupan keluarga ini adalah sebuah imajinasi yang digunakan sebagai bumbu novel, maka saya harus memuji Willam Yang yang sangat berhasil merangkai fakta-fakta dengan bumbu kehidupan keluarga sehingga menjadi sebuah kisah yang utuh. Namun saya menduga bahwa sebagian besar dari kisah tersebut adalah sebuah kenyataan adanya. (545)

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler