x

Membaca

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 20 Januari 2021 06:45 WIB

Jangan Sok Tahu Bila Tak Membaca

Jangan sok tahu bila tak membaca dan paham masalah yang dihadapi atau yang sedang terjadi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dengan "membaca", maka kita tahu arah tujuan dan sasaran serta hasil yang diharapkan. (Supartono JW.19012021).

Membaca adalah jendela dunia, sebuah kata bijak yang hingga saat ini masyur di telingga kita. 

Tetapi apa yang salah untuk Indonesia yang sudah 75 tahun merdeka, sektor pendidikan masih terpuruk. Hasil skor PISA (Programme for International Student Assessment) untuk Indonesia tahun 2018 khusus untuk membaca, matematika, dan sains tercecer. khususnya kemampuan membaca ada di urutan 72 dari 78 negara yang ikut program PISA.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentunya hal ini signifikan dengan pelajaran tentang membaca di kelas-kelas masih banyak yang mengajarkan membaca sekadar sesuai definisi teoritis membaca, jenis, dan cara membaca, sesuai makna kamus, dan sesuai definisi membaca dari para ahli yang menyebut membaca hanya berkaitan dengan dunia tulis menulis dan dunia buku.

Sementara di dunia nyata, orang-orang malas membaca yang bukan hobinya dan bukan passionnya. Padahal sesuai Kurikulum Pendidikan kita yang mengajarakan banyak mata pelajaran, seharusnya para siswa dan mahasiswa jadi lebih banyak memahami dunia, karena banyak mata pelajaran yang wajib dibaca.

Sayang, sejak di bangku sekolah menengah ke bawah saja siswa sudah dibiarkan hanya terbudaya membaca sesuai passionnya,  yaitu sesuatu yang tidak pernah kita bosan untuk melakukannya, sesuatu di mana kita akan mengorbankan segala hal untuk mencapai hal itu, sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas, tanpa paksaan dan suatu bentuk panggilan dari alam bawah sadar seseorang. Sesuatu yang kita tidak memikirkan untung dan rugi, sesuatu yang bila kita melakukan hal itu begitu saja dan lupa dengan hal yang lain, sesuatu yang jika tidak kita lakukan, maka kita akan merasa ada sesuatu yang kurang, sesuatu yang sangat kita sukai, dan sesuatu yang bisa kita lakukan berjam-jam tanpa kita merasakan kelelahan.

Pada saat para siswa berganti baju menjadi mahasiswa, mata kuliah pun sudah sesuai jurusan dan passionnya, akibatnya ruang dan waktu membaca mereka lebih terkotak lagi, hanya pada dunia dan passionnya.

Padahal jendela dunia yang semakin terbuka dengan kemajuan zaman dan teknologi, hingga dunia juga diserbu media sosial yang semakin banjir informasi dan inovasi, tetap saja tak menggerakkan hati untuk masyarakat kita menyelami dunia dengan segala kemajuan dan perkembangannya.

Akibatnya, bisa kita rasakan sekarang. Bagaimana kondisi masyarakat Indonesia  sekarang dalam sumbangsih untuk kemajuan bangsa dan negara. Hasil PISA juga terbukti jeblok.

Bagaimana bila orang-orang hanya membaca sesuai passion, tak memikirkan hal lain dan terkait passion tersebut. Apakah passion itu akan terus diam di tempat tak ada mengalami perubahan?

Atas kondisi ini,  budaya membaca masyarakat pun semakin ke sini lebih pada sekadar membaca judul dan membaca sekadar yang disuka atau diminati.

Sudah begitu, tanpa membaca dan hanya sekadar membaca judul atau sekadar mendengar kisah atau cerita yang belum tentu valid kebenarannya, sudah sok tahu, mengambil kesimpulan, dan mempengaruhi orang lain pada hal yang lebih banyak sisi negatif dan tak edukatif 

Itulah pangkal sebab mengapa pendidikan di Indonesia terus terpuruk terutama menyoal membaca sebagai pondasi kecerdasan bangsa.

Paradigma membaca arti luas

Telah kita buktikan bahwa bila tak membaca, tak cerdas matematis, dan tak melek pengetahuan teoritis dan umum, maka lengkaplah paket menuju kebodohan abadi untuk diri sendiri, orang lain, keluaraga, lingkungan, bangsa dan negara.

Karenanya, dalam kesempatan ini, saya tidak akan membahas tentang membaca dari sudut pandang kamus, jenis, teori, maupun sudut pandang ahli bahasa. Masyarakat kita, terutama anak-anak generasi usia dini dan usia muda, serta usia tua yang belum memahami betul tentang dunia membaca, wajib diberikan paradigma membaca dalam arti luas.

Sebab, secara ilmiah, manusia yang memiliki pengetahuan dari membaca, maka akan meningkat daya intelegensinya, meningkat daya analisisnya, meningkat kematangan emosionalnya, meningkat rasa sosialnya, meningkat daya imajinasinya, serta meningkat daya kreatif dan inovatifnya. Dan, pada akhirnya mampu menyelesaikan masalah, mampu membantu penyelesaian masalah dan menjadi ujung tombak solusi dan solusi dari berbagai benang kusut dirinya, orang lain hingga masalah bangsa dan negara.

Apakah membaca yang dimaksud hanya sekadar membaca tulisan, buku, berita dan lainnya  berupa tulisan? Sejatinya definisi membaca memang sudah harus diubah sesuai perkembangan zaman.

Membaca bukan lagi sekadar melihat tulisan, mengeja atau melafalkan tulisan, mengucapkan tulisan, hingga memperhitungan/memahami isi tulisan/simbol/gambar dan lainnya.

Namun pemahaman membaca yang seharusnya kini lebih merasuk kepada masyarakat adalah menyoal apa yang terkait dalam membaca secara khusus, yaitu kegiatan yang diartikan membaca adalah menonton, mengamati, mengintip, menengok, memperhatikan, menyimak, memandang, menyaksikan yang menggunakan indera mata, serta merasakan dan menyelami yang mengandalkan indra pengecap, pendengar, dan perasa.

Berikutnya, di dalam proses membaca dalam arti-arti khusus tersebut, akan melibatkan aspek sensoris, urutan, perseptual, pikiran, asosiasi, pengalaman, pembelajaran, gagasan dan sikap.

Karenanya orang-orang yang dianugerahi kelebihan adanya indera keenam, maka akan mampu membaca keadaan, situasi, kondisi, peristiwa yang belum dan sudah terjadi, hingga membaca masa depan dengan kemampuan intuisinya, yaitu daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari atau bisikan hati atau gerak hati.

Bagi orang-orang yang tak memiliki kelebihan intuisi, maka untuk memahami sesuatu wajib melalui proses membaca mulai dari sensoris, urutan, perseptual, pikiran, asosiasi, pengalaman, pembelajaran, gagasan dan sikap yang akan membantu meningkatkan kecerdasan itelektual, sosial, emosional, analitis, kreatif, imajinatif, dan inovatif.

Sehingga mampu memahami apa yang tersurat dan tersirat dari hasil membaca secara umum maupun khusus.

Orang-orang pun dalam kehidupan nyata kini wajib mampu membaca situasi, membaca keadaan, membaca suasana, membaca siapa kawan dan lawan, membaca arah tujuan dan sasaran, membaca kemungkinan dan lain sebagainya, sehingga mampu membaca diri sendiri, membaca orang lain, lingkungan, tempat bekerja, tempat menyalurkan hobi, tempat nongkrong dan bermain hingga situasi dan kondisi bangsa dan negara.

Semisal, seorang guru sebagai ujung tombak kecerdasan dan kemajuan bangsa dan negara,  wajib mumpuni dalam membaca dirinya, muridnya, hingga materi pelajaran dan hasil pendidikannya karena mampu mengukur SWOTdirinya, muridmya, materi ajarnya, strategi belajarnya, lingkungannya, situasinya, kondisinya dan lain-lain, sebab telah membaca hingga mampu menganalisis SWOT, yaitu tindakan menelaah aspek-aspek berupa Strengths (Kekuatan), Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman) di semua lini proses pembelajaran dan pendidikannya.

Hal ini juga berlaku kepada semua orang yang bekerja di bidang lain sesuai keahliannya. Sehingga, betapa indahnya bila di negeri ini, semua masyarakat mampu membaca dunia beserta isinya, bukan hanya sekadar membaca yang disuka.

Bagaimana seorang arsitek akan sukses bila tak membaca perkembangan zaman? Bagaimana seorang olah ragawan dan pelatih olah raga akan berprestasi bila tak membaca diri dan membaca lawan.

Bagaimana seorang siswa/mahasiswa akan lulus berkualitas bila tak membaca mata pelajaran dan mata kuliah hingga mendapat ijazah formalitas?

Bagaimana seorang pemimpin akan sukses bila tak membaca rakyat, membaca lawan politiknya, membaca siapa yang mendukung dan sebaginya?

Apapun peran, tugas, pekerjaan seseorang, maka wajib terus membaca hal- hal yang terkait dengan pekerjaannya, apa kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman demi sukses dan berhasil.

Sayang, justru karena masih banyak masyarakat yang malas membaca dalam arti sebenarnya dan membaca dunia, maka masih sangat mudah dijadikan obyek kepentingan oleh pihak yang memanfaatkan. Meski, banyak pula masyarakat yang tetap mampu membaca skenario sandiwara politik yang merugikan masyarakat.

Semoga kesadaran tentang betapa pentingnya membaca, akan terus tumbuh pada masyarakat kita, karena tanpa membaca, kita akan mudah kalah dan dikalahkan, akan terus bodoh dan mudah dibodohi. Dengan membaca, maka akan tahu arah tujuan dan sasaran serta hasil yang diharapkan dan dicitakan.

Terpenting, masyarakat juga semakin memahami, menyadari, dan membutuhkan membaca, karena membaca memiliki fungsi untuk perkembangan intelektual, pemacu kreativitas, menjadi praktis, rekreatif, paham informatif, pun dapat membunuh sepi, menekatkan diri padaNya/religius, dan memahami situasi dan kondisi sosial, politik, ekonomi, olah raga, seni, dan budaya dll. 

Jadi jangan sok tahu bila tak membaca dan paham masalah yang dihadapi atau yang sedang terjadi.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler