x

Alison Jane Hargreaves

Iklan

anton sujarwo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Desember 2020

Kamis, 18 Maret 2021 06:06 WIB

Memanjat Eiger North Face Saat Hamit 5 Bulan; Mengapa Tidak?

Ini adalah profil seorang pendaki gunung wanita pemberani di dunia, yang memuncaki Everest melalui jalur utara secara solo, tanpa tabung oksigen dan tanpa sherpa. Beberapa tahun sebelumnya, perempuan ini juga bahkan memanjat tebing Eiger North Face yang legendaris dalam kondisi hamil 5 bulan. Mari berkenalan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namun kritik seperti ini juga pada dasarnya harus objektif, tidak hanya pada Alison yang notabene adalah wanita. Kritik senada juga harusnya dilontarkan pada para pendaki pria yang melakukan hal serupa, misalnya pergi mendaki gunung di saat isterinya sedang hamil. Bukankah risiko dan kesengsaraan yang diterima juga kurang lebih sama jika kemudian terjadi musibah dalam pendakian tersebut?

Ini seperti kita kemudian membandingkan Alison Hargreaves yang mendaki Eiger North Face saat hamil dengan Rob Hall yang tewas di Everest saat isterinya juga sedang hamil. Adakah kesamaan persepsi terkait risiko kehamilan dan potensi yang akan dialami sang bayi jika membandingkan dua kondisi ini? Mengapa Alison dihujani kritik sementara Rob Hall tidak terkait dengan keputusannya meninggalkan isterinya yang sedang hamil untuk mendaki Everest?

Membandingkan antara Alison Hargreaves yang mendaki Eiger North Face saat hamil dengan Rob Hall yang meninggalkan isterinya yang sedang hamil untuk mendaki Everest tentu bukan perbandingan yang apple to apple. Meskipun demikian, dua kasus ini sudah cukup jelas untuk melihat bahwa memang kesenjangan dan diskriminasi antara pendaki gunung perempuan dan pendaki gunung laki-laki masih terus ada. Meskipun teknologi dan zaman sudah jauh berkembang, perjuangan untuk menghilangkan hal semacam ini masih akan menempuh jalan yang panjang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagian paling menarik dari seorang Alison Jane Hargreaves terkait dengan jati dirinya sebagai salah satu alpinis perempuan terkemuka dunia bagi saya adalah konsistensi yang tetap ia pegang teguh sebagai seorang ibu dan juga seorang isteri. Meskipun mendaki gunung adalah prioritas dalam hidup Alison, namun naluri sebagai seorang wanita membuat ia tetap mengambil keputusan yang tidak mudah dengan menjadi ibu dari anak-anaknya.

Pada profil Fanny Bullock Workman, atau pada profil Wanda Rutkiewicz, kita telah menemukan sebuah dilematis yang berbeda. Fanny meskipun memiliki dua orang anak di Amerika, memilih untuk menitipkannya pada pengasuh. Fanny lebih memilih berlepas tangan dengan pertumbuhan dua orang anaknya.

Sementara untuk Wanda Rutkiewicz sendiri meskipun tidak sama persis, namun memiliki garis merah yang hampir mirip. Wanda memang tidak memiliki anak, dua pernikahannya gagal, suaminya ia tinggalkan untuk memilih gunung yang lebih ia cintai.

Akan tetapi dalam pribadi seorang Alison Jane Hargreaves kita menemukan sebuah pribadi yang lebih menarik. Ia tetap memilih memiliki anak, tetap memilih hidup bersama suaminya, namun di lain sisi Alison juga konsisten dengan nalurinya sebagai seorang mountaineer sejati. Ia tetap memiliki obsesi besar untuk menaklukkan 3 puncak gunung tertinggi di dunia (Everest, K2 dan, Kangchenjunga). Menyelaraskan kehidupan sebagai seorang pendaki gunung dengan kehidupan normal sebagai seorang ibu rumah tangga tentu adalah sebuah profesi yang tidak mudah. Dan atas pilihannya ini, sudah selayaknya Alison mendapat apreasiasi.

Jangan salah, beberapa orang justru bahkan tidak berani memiliki komitmen berumah tangga saat terlibat dalam urusan pendakian gunung atau alpinisme. Jangankan seorang wanita yang memiliki konsekuensi mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan anak ketika ia memutuskan untuk menjadi seorang ibu. Seorang pendaki laki-laki saja yang tidak akan melewati fase hamil dan melahirkan, tidak semua memiliki keberanian untuk berumah tangga ketika kehidupan sebagai pendaki gunung menjadi pilihan mereka.

pendaki gunung wanita

Alison Hargreaves dalam ekspedisinya di K2 tahun 1995, foto ini diambil beberapa hari sebelum ia mencapai puncak dan kemudian tewas dalam perjalanan turun. Sumber foto: www.arcopodojournal.com

Gunung Everest, K2 dan Kangchenjunga adalah rangkaian 3 gunung tertinggi di dunia yang menjadi target Alison tahun 1995. Setelah sukses besar di Everest dengan pendakiannya yang solo, tanpa tabung oksigen, dan tanpa sherpa, Alison kemudian berencana untuk meneruskan pendakiannya di K2 untuk kemudian dilanjutkan ke Kangchenjunga.

Namun sayang di K2, gunung kedua tertinggi di dunia yang terletak di atas perbatasan antara China dan Pakistan ini, obsesi Alison harus terkubur bersama dengan tubuhnya yang juga menghilang.

Berdasarkan laporan kejadian pada saat itu, Alison dan beberapa rekan pendakinya yang lain, termasuk juga seperti pendaki Amerika Serikat bernama Rob Slater, tewas digulung badai gunung K2 yang ganas. Tubuh Alison tak pernah ditemukan hingga hari ini. Saat tewas di K2, Alison meninggalkan anaknya pertamanya yang bernama Tom Ballard dalam pada usia 6 tahun, sedangkan Kate Ballard berusia 3 tahun.

Ikuti tulisan menarik anton sujarwo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler