x

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil saat menerima kunjungan kerja Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Kota Bandung, Jumat (4/6/2021). (Foto: Pipin/Biro Adpim Jabar)

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 10 Juni 2021 11:25 WIB

Pejabat Sibuk Mau Nyapres, Nasib Kerjaan Gimana ya?

Apabila hari sepagi ini sudah mulai menyibukkan diri dengan urusan pilpres 2024, bagaimana jika hari-hari semakin mendekati hari-H? Intensitas mengurus pencapresn jelas akan semakin meningkat, dan sebaliknya urusan publik berpotensi semakin terbengkalai atau diserahkan kepada anak buah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Meskipun pemilihan presiden masih tiga tahun lagi, tapi bagi para politikus elite momen itu seolah-olah sudah ada di depan pelupuk mata. Ketika hari masih pagi begini, mereka sudah sibuk lobi kanan lobi kiri, jajagi kanan jajagi kiri, kalkulasi begitu begini. Barangkali mereka memang betul-betul tidak mau ketinggalan kereta. Waktu berjalan cepat, siapa cepat dia dapat; waktu adalah pedang—mungkin seperti itu mikirnya.

Selagi menjabat jabatan publik tertentu, mereka sudah ke sana kemari atau menerima tamu dari sana sini. Urusannya tidak terkait dengan kepentingan publik, melainkan kepentingan diri sendiri dan partai, tapi ngobrolnya di tempat kerja milik negara yang semestinya hanya boleh dipakai untuk urusan publik. Mungkinkah mereka menjamu tamu dengan memakai uang negara, bukan dari kantong pribadi, untuk menjajagi jalan menuju 2024?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi pejabat publik yang sudah sibuk mengurus mau nyapres, pertanyaannya sederhana saja: bagaimana anda-anda memisahkan urusan pencapresan dengan urusan terkait jabatan publik yang sedang kalian emban, bagaimana kalian menggunakan waktu kerja yang seharusnya untuk mengurus hal-hal yang diamanahkan rakyat, apakah kalian memakai uang negara untuk menjamu tamu politik walau menurut anda itu hanya sedikit?

Berapakah waktu, pikiran, tenaga, serta dana yang seharusnya dikidmatkan untuk urusan masyarakat tapi digunakan untuk urusan nyapres—yang tidak lain terkait kepentingan pribadi dan kelompok? Taruhlah jam kerja mulai pukul 8 pagi sampai 5 sore bila mengikuti aparatur sipil, berapa jam yang digunakan untuk urusan nyapres? Jika waktu digunakan untuk bertemu, ngobrol, dan bertelepon untuk membicarakan soal nyapres, berapa jam kerja untuk urusan publik yang terpakai?

Apabila hari sepagi ini sudah mulai menyibukkan diri dengan urusan pilpres 2024, bagaimana jika hari-hari semakin mendekati hari-H? Intensitas mengurus pencapresn jelas akan semakin meningkat, dan sebaliknya urusan publik berpotensi semakin terbengkalai atau diserahkan kepada anak buah. Namun, urusan tampil di muka umum selaku pejabat akan semakin digencarkan, sebab liputan media sangat penting bagi popularitas seorang capres.

Lebih repot dari itu ialah meningkatnya intensitas wacana publik mengenai pilpres. Semakin dominannya wacana pilpres 2024 di media konvensional maupun media sosial berpotensi menggusur wacana mengenai isu-isu pembangunan apapun: infrastruktur, ekspor-impor, kesehatan, hukum dan keadilan, dan seterusnya. Makin dekat 2024, isu-isu ini akan semakin terpinggirkan, kalah pamor dibandingkan dengan isu-isu pencapresan. Beberapa hari hingga pekan terakhir, media sudah menjadikan isu nyapres sebagai berita utama, termasuk yang menyedot perhatian: manuver Ganjar yang dianggap mendahului Puan.

Media akan semakin condong memberitakan pertemuan demi pertemuan antarpolitisi, lembaga-lembaga survei akan berlomba melaporkan hasil kerja mereka mengenai popularitas dan elektabilitas bakal calon presiden/wapres, sementara para analis, pengamat, maupun akademisi akan meramaikan wacana dengan analisis mereka. Ada siasat, pencitraan, sedikit intrik dan serangan, hingga bumbu-bumbu lain yang menghiasi ruang publik melebihi isu-isu substansial. Betapa besar energi kita yang tersedot untuk urusan pencapresan.

Jika kemudian kita bertanya: dari setiap periode lima tahunan, berapakah waktu, pikiran, tenaga, serta fokus perhatian yang dihabiskan pejabat untuk benar-benar bekerja sesuai yang diamanahkan pada jabatannya—menteri, gubernur, ketua parlemen, maupun pejabat pada institusi negara lainnya [siapa tahu mereka juga berminat untuk maju ke gelanggang pilpres 2024?] Pesona kekuasaan yang jauh lebih kuat ketimbang pesona pengabdian mungkin saja membuat pejabat publik—yang pada dasarnya juga para aktor politik—tidak mau menyia-nyiakan waktu bagi karir politik mereka selanjutnya. Bahkan, seandainya mereka telah berulang kali mencoba peruntungan dan gagal memenangi kompetisi pilpres, siapa tahu nasib baik datang tiga tahun lagi? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler