x

Iklan

Vini Hukama

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 April 2020

Senin, 14 Juni 2021 18:54 WIB

Sepotong Sejarah dan Kumandang Adzan di Pelantaran Masjid Gedhe Mataram, Kotagede


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Matahari belum sepenuhnya meninggi saat saya tiba di area parkir masjid tertua di Yogyakarta, Masjid Gedhe Mataram. Bukan menjadi rahasia lagi jika Masjid Gedhe Mataram menyimpan sejuta cerita sejarah di dalamnya. Sepanjang jalan menuju pintu masuk, saya mendapati beberapa masyarakat lokal yang menjajakan makanan serta kerajinan kaligrafi yang mampu memikat mata. Ngomong-ngomong, lokasi dari masjid bersejarah ini sedikit tersembunyi, saya harus menyusuri beberapa kios perhiasan silver —yang menjadi ciri khas daerah Kotagede— terlebih dahulu dan Pasar Kotagede yang riuh akan transaksi jual beli.

Langkah kaki saya terhenti sejenak tatkala pintu masuk pelantaran masjid yang berbentuk gapura masih berdiri kokoh untuk menyambut kedatangan saya. Gapura pintu masuk ini berbentuk pura yang bergaya arsitektur hindu, lengkap dengan detail pahatan pada tiap sisi bebatuannya. Sesampainya di serambi masjid, saya bisa menemukan papan informasi dan pohon beringin yang rindang pada sayap kanan masjid sedangkan pada sayap kiri terdapat bangunan bergaya hindu yang berisi taman, sendang seliran, dan makam para raja-raja Mataram. Hari itu terasa lebih sepi dari biasanya, entah karena saya yang datang terlalu pagi atau memang efek dari adanya pandemi. Sebelum melangkah lebih jauh, saya memutuskan untuk mencuci tangan terlebih dahulu pada tempat yang sudah disediakan sebagai bentuk  menaati protokol kesehatan.

Cahaya dari teriknya matahari mulai menyusup melalui dedaunan pohon yang tepat berada di atas kepala saya, menandakan waktu semakin bergulir dengan cepat. Saya menyempatkan diri untuk berbincang dengan Pak Warisman, salah satu pengelola Masjid Gedhe Mataram. Beliau menyebutkan bahwa Masjid Gedhe Mataram merupakan masjid tertua di Kota Yogyakarta karena sudah ada sejak tahun 1640 M. Masjid Gedhe Mataram di bangun oleh raja pertama Mataram Islam yaitu Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati pada masa awal penyembaran agama islam sehingga akulturasi budaya antara hindu, budha dan islam memang sangat terasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pembangunan dari Masjid Gedhe Mataram juga dibantu oleh masyarakat yang pada saat itu mayoritas beragama Hindu dan Budha. Perpaduan arsitektur bangunan antara hindu dan islam menjadi keunikan tersendiri dari masjid ini. Keaslian dari bangunan Masjid Gedhe Mataram masih tetap dipertahankan hingga sekarang sebab Kanjeng Panembahan Senopati memang berpesan bahwa bangunan fisik dari masjid ini tidak boleh diubah kecuali memang terdapat kerusakan yang perlu diperbaiki.

Sembari menunggu adzan dhuhur, saya beranjak pada sisi kiri masjid yang merupakan taman dari Masjid Gedhe Mataram. Sama seperti yang ada di pintu masuk sebelumnya, saya juga dapat menemukan gapura bergaya hindu yang berukuran lebih kecil di taman ini. Selain itu, taman yang ada di Masjid Gedhe Mataram dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari susunan batu bata merah dengan ukuran kurang lebih 5 meter. Perhatian saya tertuju pada sarang burung yang digantungkan pada lampu tua yang ada di taman ini, kicauan dari burung-burung tersebut seakan menjadi senandung alam yang melengkapi keindahan taman.

Beberapa pihak pengelola dari Masjid Gedhe Mataram yang lain juga dapat saya temui pada bagian barat daya dari taman ini, mereka berkumpul pada bangunan berbentuk joglo dengan seulas senyum yang diberikan kepada para pengunjung yang datang. Setelah puas untuk mengabadikan momen dengan kamera, saya memutuskan untuk kembali pada serambi masjid karena waktu dhuzur akan segera datang.

Saya mempercepat langkah untuk segera bergegas menuju tempat wudhu ketika adzan mulai dikumandangan, pertanda bahwa waktu dzuhur sudah tiba. Sembari menunggu iqomah, saya memutuskan untuk duduk terlebih dahulu sambil berusaha mengamati detail bangunan yang ada di dalam masjid. Bangunan utama dari Masjid Gedhe Mataram berbentuk seperti joglo dengan kayu jati yang mendominasi. Selain itu, terdapat mimbar kayu yang diletakkan pada bagian tengah masjid serta bedug yang usianya sudah cukup tua —setara dengan berdirinya masjid ini. Menurut sejarah, bedug yang ada di dalam Masjid Gedhe Mataram merupakan hadiah dari Kyai Pringgit yang pada saat itu berteman baik dengan Sunan Kalijaga.

Setelah itu, saya mulai menunaikan ibadah sholat dzuhur dengan khusyuk dan ditutup dengan beberapa bacaan dzikir. Saya merasa sangat kagum dengan keindahan bangunan Masjid Gedhe Mataram yang masih dipertahankan, terlebih saya juga masih diberi kesempatan untuk melakukan sholat di masjid yang penuh sejarah ini. Masjid Gedhe Mataram bukan hanya sekedar masjid biasa, melainkan menjadi sebuah manifestasi dari adanya akulturasi budaya serta saksi bisu mengenai sejarah yang telah ada di Yogyakarta.  

Ikuti tulisan menarik Vini Hukama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler