Amendemen Konstitusi, Tes Wawasan Kebangsaan bagi Elite
Rabu, 8 September 2021 11:09 WIBKonsistensi mereka kepada Konstitusi sedang diuji. Apakah para politisi itu akan berpegang teguh atau mengorbankan Konstitusi demi mewujudkan kepentingan sendiri? Rencana amendemen konstitusi boleh dibilang sejenis tes wawasan kebangsaan bagi elite kekuasaan: apakah mereka hendak mewariskan teladan sebagai negarawan ataukah memberi contoh miring bagaimana politisi memanfaatkan kekuasaan?
Undang-undang Dasar bukan kitab suci. Begitu kata Bambang Soesatyo, Ketua MPR. Karena itu, menurut Bambang, UUD tidak tabu untuk diamendemen. Ungkapan semacam itu sesungguhnya klise, tapi tetap kerap dipakai untuk membenarkan apa yang dipikirkan bahwa selain kitab suci boleh diubah, ditambah, dikurang, dimodifikasi, bahkan dirombak sama sekali.
Memang benar UUD dapat diubah, terutama bila ditujukan untuk memperbaiki kehidupan kita—bangsa, rakyat banyak. Tapi, bila perubahan itu dilakukan dengan tujuan untuk menampung kepentingan politik partisan, khususnya kepentingan segelintir elite kekuasaan, maka rencana perubahan itu tidak layak diwujudkan. Bila tidak ada urgensi perubahan demi kepentingan rakyat banyak, amendemen tidak patut dilakukan.
UUD memang dapat diubah, tapi tak boleh dilakukan sesuka hati demi mewujudkan ambisi dan hasrat berkuasa sekelompok orang, apa lagi untuk tujuan jangka pendek. Para elite kekuasaan kerap melontarkan jargon: “Konstitusi harus menjadi pegangan kita dalam hidup berbangsa dan bernegara.” Apabila elite konsisten, mereka harus tetap taat kepada Konstitusi dan mengikuti ketentuan di dalamnya, sekalipun ada pasal-pasal yang tidak sesuai dengan kehendak dan kepentingan mereka.
Elite kekuasaan di masa sekarang menghadapi tantangan ini: sejauh mana mereka berpegang teguh pada apa yang sudah digariskan dalam Konstitusi. Konsistensi mereka kepada Konstitusi sedang diuji, apakah mereka akan berpegang teguh atau mengorbankan Konstitusi demi mewujudkan kepentingan mereka. Rencana amendemen ini boleh dibilang sejenis tes wawasan kebangsaan bagi elite kekuasaan: apakah mereka hendak mewariskan teladan sebagai negarawan ataukah memberi contoh tentang bagaimana semestinya politisi memanfaatkan kekuasaannya.
Ketua MPR maupun elite pendukung amendemen lainnya mengatakan bahwa amendemen akan terbatas pada pemberian wewenang MPR untuk menyusun Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Siapa yang mampu menjamin bahwa pembicaraan mengenai amendemen Konstitusi akan merembet ke soal-soal lain di luar PPHN? Sekali ditendang, amendemen Konstitusi akan jadi bola liar yang sukar dikendalikan.
Isu-isu seperti pertanggungjawaban Presiden dalam melaksanakan PPHN, pemilihan presiden oleh MPR, masa jabatan presiden, dan sebagainya berpotensi untuk dibicarakan. Para politisi di DPR/DPD akan segera melupakan janjinya untuk membatasi pembicaraan dengan alasan dan argumentasi yang dengan mudah akan mereka buat atau bahkan sudah mereka siapkan sejak dini. Elite kekuasaan yang lebih tinggi akan berpura-pura tidak tahu mengenai apa yang berlangsung di Gedung DPR/MPR, sementara rakyat tahu bahwa para anggota Dewan itu penyambung lidah para elite.
Dengan koalisi yang sangat kuat, apa lagi dengan bergabungnya PAN ke dalam pemerintahan, maka praktis perbandingan suara di parlemen akan timpang. Jalan menuju amendemen Konstitusi akan semakin terbuka lebar karena ada pendukung baru, PAN. Bila Demokrat dan PKS tetap menentang amendemen, kedua partai ini akan ditinggalkan oleh lainnya. Sungguh tragis dan ironis apabila ternyata bergabungnya PAN ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi ini ditukar dengan dukungan terhadap amendemen Konstitusi. Kelak rakyat akan mencatat peristiwa ini.
Koalisi besar pemerintahan menjadi tiket bagi pendukung amendemen untuk mewujudkan keinginan mereka. Konstitusi yang semestinya dijaga dan dihormati sebagai pegangan kehidupan bangsa berpeluang diubah demi mewujudkan ambisi dan hasrat kekuasaan, apa lagi bila ditukar hanya dengan kursi di kabinet. Ini memperlihatkan seperti apa kualitas wawasan kebangsaan elite kekuasaan.
Elite kekuasaan tidak patut dan tidak layak mempermainkan demokrasi sehingga amendemen ini terlihat legal-konstitusional hanya karena didukung oleh mayoritas wakil partai di MPR. Apabila hal itu tetap dilakukan, artinya elite kekuasaan telah menyelewengkan keterpilihan mereka secara demokratis pada masa pemilihan umum demi kepentingan mereka sendiri. Mereka mengingkari esensi demokrasi yang meletakkan kepentingan rakyat banyak di atas kepentingan individu maupun kelompok. >>
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pemimpin Ghosting, Jadi Teringat Lagunya Dewa
Rabu, 4 September 2024 11:28 WIBAda Konflik Kepentingan di Klab Para Presiden
Kamis, 9 Mei 2024 12:38 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler