x

Iklan

Fahrezi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 November 2021

Minggu, 14 November 2021 16:06 WIB

Tepuk Tangan

SMA Unggulan rutin menggelar upacara untuk mengapresiasi siswanya yang berprestasi. Dalam upacara, siswa diberikan apresiasi paling tinggi oleh sekolah: tepuk tangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Guru dan murid di SMA Unggulan sedang melakukan upacara rutin setiap hari Senin. Para murid baris berjajar di tengah lapangan ditemani terik matahari, sementara para guru berbaris di depan kelas yang menghadap ke lapangan. Agenda dari upacara tersebut adalah sambutan, penaikan bendera, sambutan lagi, dan pengumuman pemenang perlombaan.

 

SMA Unggulan mengadakan upacara tiap hari Senin bukan untuk menanamkan nilai nasionalisme kepada para siswa, melainkan karena sekolah itu selalu memenangkan berbagai perlombaan. Perlombaan apa pun, dari bidang apa saja, yang diikuti oleh siswa SMA Unggulan maka pasti akan mereka menangkan. Padahal, SMA Unggulan tidak memiliki organisasi atau program ekstrakurikuler. Satu-satunya organisasi yang ada di sekolah cuma komite tata tertib (tatib) siswa yang dibentuk dengan tujuan membantu penertiban perilaku siswa di sekolah. Kepala SMA Unggulan berdalih bahwa sistem ini dipilih sebab dianggap sebagai sistem paling adil, di mana sekolah tidak membatasi kegiatan siswanya dalam lingkup ekskul, dan membiarkan mereka bersaing sehat dengan mengikuti kegiatan yang disukainya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Akibatnya, kegiatan pembelajaran di SMA Unggulan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan sekolah lainnya. Jika sekolah-sekolah lain umumnya pulang jam tiga sore, SMA Unggulan sudah pulang jam 12 siang. Sistem ini juga membuat para investor berdatangan dan mengagungkan kecerdasan kepala sekolahnya, sehingga dari dana yang masuk SMA Unggulan bisa membangun macam-macam bangunan dan fasilitas di sekolah itu.

 

Hanya suara dari petugas upacara yang terdengar tiap upacara berlangsung. Baik siswa maupun guru tidak ada yang bersuara. Walaupun tidak ada yang menyuruh, tapi hampir semua orang yang ada di sana menundukkan kepalanya dan sulit sekali menghadap ke arah depan. Jadi siapa yang memperhatikan kerja petugas upacara?

 

Tibalah saatnya sambutan dan wejangan dari pembina upacara, yang biasanya diisi oleh kepala sekolah. Meskipun jarang ada di sekolah, Kepala SMA Unggulan terhitung rajin untuk memberikan sambutan pada saat upacara hari Senin. Ia tidak pernah lupa untuk mengingatkan siswa dan stafnya akan kebersihan sekolah, empati, nilai kebangsaan, nasionalisme, keadilan sosial, ketahanan pangan, revolusi mental, pembangunan, integrasi, pentingnya belajar, serta hal-hal lain yang akan terdengar bagus jika ia yang membawakan.

 

Agenda terakhir dari upacara rutin SMA Unggulan adalah pengumuman juara perlombaan. Seorang guru yang memegang kertas berisi nama-nama siswa yang menang naik ke podium dan memanggil siswa tersebut untuk maju ke hadapan murid lainnya. Satu per satu nama siswa dipanggil, kemudian para siswa, guru, staf sekolah, akan bertepuk tangan sekencang-kencangnya. Suara yang dihasilkan dari tepuk tangan mereka sangat nyaring, sampai-sampai bisa mengalahkan suara guru yang bicara di podium tadi. Oleh karena itu, SMA Unggulan sampai membentuk “koordinator tepuk tangan” yang tugasnya mengajak dan menyetop kapan warga sekolah bisa bertepuk tangan. Hasilnya moncer, pemanggilan siswa yang menang perlombaan bisa berjalan dengan baik.

 

Setelah para siswa dipanggil, kini giliran gurunya yang mulai dipanggil satu per satu. Para guru akan dipanggil guna menyerahkan piala atau sertifikat pemenang secara simbolis. Guru-guru sangat antusias untuk maju dan memberi selamat serta tepuk tangan bagi siswanya. Mereka mengaku bangga atas prestasi peserta didiknya. Saking banyaknya juara yang diumumkan, pernah waktu itu SMA Unggulan kehabisan guru untuk menyerahkan piala dan sertifikat. Diduga ada guru yang tidak ikut upacara karena berbagai alasan, tapi jadinya para guru ganti-gantian memberikan piala itu. Jika sedang kekurangan guru, maka guru apa saja bisa maju dan memberikan piala secara simbolis meskipun pelajaran yang diajar tidak ada hubungannya dengan perlombaan yang dimenangkan. Prestasi olahraga bisa saja diberikan oleh guru kesenian, atau medali olimpiade matematika bisa juga dikalungkan oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial. Ketika ada siswa yang menang perlombaan sendiri, meskipun dia tidak mendaftarkan diri sebagai perwakilan sekolah, maka akan tetap diumumkan sebab siswa itu juga masih tercatat sebagai siswa SMA Unggulan.

 

Makanya, SMA Unggulan memiliki tim dokumentasi yang sangat ahli. Media sosial SMA Unggulan juga diisi dengan foto-foto siswa berprestasi, lengkap dengan foto pengajar yang disandingkan di sampingnya. Setiap perlombaan yang dimenangkan oleh siswa SMA Unggulan memang sudah seharusnya diapresiasi

 

SMA Unggulan tercatat selalu membawa pulang medali Olimpiade Ilmu Alam, salah satu kompetisi paling bergengsi seantero negeri, selama dua tahun berturut-turut. Dua orang yang menang olimpiade itu siswa yang memang kerjaannya belajar terus. Karena sekolah pulangnya cepat, mereka suka berkumpul di kafe atau di rumah siapa pun untuk membahas soal-soal ilmu alam, bahkan sering sekali mereka masih mengerjakan soal sampai malam hari. Akibatnya mereka sukses menjadi pemenang di olimpiade, dipanggil saat upacara sekolah, dan mendapat tepuk tangan yang riuh rendah.

 

Pernah saat itu ada sekelompok siswa yang memang menyenangi bulutangkis. Meskipun dalam hal pelajaran mereka biasa-biasa saja, tetapi pulang sekolah mereka rajin sekali latihan bulutangkis. Suatu waktu ada kelompok tersebut secara kebetulan memenangkan 3 kategori lomba bulutangkis. Ini prestasi langka, dan meskipun kepala sekolah sebenarnya tidak suka-suka amat dengan bulutangkis, dia lebih suka sepak bola, dia sendiri yang menyerahkan pialanya kepada kelompok bulutangkis saat upacara rutin. Kepala sekolah juga mengapresiasi kerja keras para siswa dan berkata bahwa ini tidak lepas dari energi positif yang diberikan oleh dia dan jajaran gurunya, dan mengajak semua siswanya untuk lebih meningkatkan potensi dan prestasi yang dimilikinya.

 

Upacara selesai, dan koordinator tepuk tangan meminta warga sekolah untuk berhenti tepuk tangan. Para siswa meninggalkan barisan satu per satu menuju ruang kelas masing-masing. Tidak ada lagi suara riuh dari aduan tangan warga sekolah, sebab masing-masing siswa sedang berjalan sambil sibuk berpikir “Belajar apa hari ini?”

Ikuti tulisan menarik Fahrezi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu