x

Iklan

Muhamad antoni

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 November 2021

Senin, 15 November 2021 08:52 WIB

Hikayat Penunggu Aren

Hikayat Penunggu Aren merupakan cerita pendek fiksi, isi ide ceritanya, ada seorang petani/pekebun yang membabat hutan, untuk ditanami pohon kopi dan aren. tetapi, akibat ulahnya sesosok harimau penghuni hutan marah dan menghampirinya di alam mimpi. dengan berbagai pertimbangan, akhirnya harimau memaafkan si pekebun dan kelompoknya. dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. melalui pengetahuan para leluhur yang diajarkan oleh suku Rejang di Bengkulu, sebuah prosesi harus dilakukan sebelum memanfaatkan hasil hutan tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hikayat Penunggu Aren

Oi...ninik ngen puyang

Oi...indok ngen bapak

Istabik ngen kumu

terutamo istabik ngen Tuhan

Sang Kuaso Alam iyo

Mudahkan rezeki keme

 

Oi... nenek dan puyang

Oi...ibu dan bapak

Pamit ke kalian

Terutama pamit ke Tuhan

Sang Penguasa Alam

Mudahkanlah rejeki kami

 

Pagi itu, sinar matahari masuk ke sela-sela pepohonan, embun bercampur basah masih menempel di lembaran dedaunan. Asap dari dalam ruangan pondok berukuran 2x2 meter terus mengebul dari sebuah tungku api besar. Ruangan  itu dalam istilah bahasa Rejang,di Provinsi Bengkulu bernama ga’ang (ruangan masak). derap kaki seseorang terdengar dari dalam pondok panggung, sosok pria berperawakan kurus dan berambut keriting turun dari pondok rumahnya, Mali atau orang sekitar sering menyapanya dengan sebutan Uwak/Wak Mali.

Sebilah parang disarungkan di pinggang. Empat buah batang bambu kering yang panjangnya hampir satu meter, berlobang di salah satu ruas, berwarna hitam karena terpapar asap. Lalu, bambu itu dicuci bersih,kemudian dimasukan ke dalam jaras berbahan anyaman rotan, warga sekitar menyebutnya beronang.

Wak Mali menuju ke arah beberapa pohon aren, langkahnya cepat meski tanpa alas kaki, beronang dia topang menggunakan tali dan mengikat di kepalanya. langkah kakinya terhenti di salah satu pohon aren yang menjulang tinggi, sebatang bambu yang masih menyisakan sisa-sisa ruas berdiri tegak mengarah ke tunggul aren.

Sebelum memanjat, Wak Mali berdoa, kemudian melantunkan lagu-lagu berbahasa suku Rejang, suaranya merdu, memecahkan keheningan ditengah ladang. Sembari tetap melantunkan nyanyian, Wak Mali mulai memanjat tangga bambu, kaki nya hanya menopang dilobang ruas batang bambu, tanpa goyah sedikitpun, hanya berkisar beberapa langkah, tubuh Wak Mali sampai di puncak pohon aren. Di atas pucuk pohon aren, sepotong bambu telah menempel di ujung ruas pelepah aren dan terisi penuh oleh air nira. Lalu, dilepaskannya bambu itu dan diturunkannya menggunakan tali, kemudian Wak Mali mengeluarkan parang dan mengiris pangkal tandan pohon aren dan memasang kembali bambu kosong yang dia bawa dari bawah.  

Beronang Wak Mali sudah terisi penuh, dia pun bergegas kembali ke pondok untuk segera memasak air nira. Bambu-bambu yang sudah terisi air nira dia masukan ke dalam wajan besar yang berada di atas tungku api. Perapian tersebut kemudian ditatanya kembali agar api menyala sempurna. Lalu, Wak Mali kembali ke pondok untuk beristirahat, posisi antara dapur memasak aren dengan pondok hanya bersebelahan saja, hanya saja pondok tempat beristirahat lebih tinggi karena dibuat berbentuk rumah panggung.

Wak Mali duduk di berendo (teras pondok), sebatang kretek dia hisap sembari menikmati secangkir kopi, sajian alunan musik dangdut dari radio butut yang tergantung di atas pintu pondok turut menggetarkan ladang.

 “wak..oi wak....

 “oi, kau Joni, kaget wak,?” sahut Wak Mali

 “naiklah ke pondok kita bincang di berendo?”

 

Joni kemudian naik ke atas pondok, Joni merupakan keponakan Wak Mali, sesekali Joni memang sering mengunjungi uwaknya tersebut. Dipelataran berendo, ditemani kopi dan beberapa potong ubi rebus yang dilumuri gula aren setengah matang. Tiba-tiba Wak Mali menyeletuk ke Joni.

“Joni, aku pernah cerita belum, kalau di ladang ini ada seekor harimau

“Ah,yang benar aja wak, Joni tidak pernah berjumpa atau melihat di ladang ini ada harimau,?

“benar Joni, wak tidak bohong, ladang ini, mulanya hutan nan lebat, orang tua kita dahulu menyebutnya rimba. Banyak pohon-pohon besar menjulang, kalau siang seperti malam. Tapi anehnya,  ditumbuhi satu pohon aren nan besar dan siap disadap.

“Sekarang, masih ada pohon aren itu wak,?(Joni, memotong cerita Wak Mali)

“Lah itu,(sambil mengacungkan telunjuk jari ke arah pohon aren)

“ada gerangan apa dipohon aren yang wak tunjuk itu,? (Joni, semakin penasaran)

Dahulu, beberapa pohon besar kami babat untuk dijadikan ladang kopi dan menanam beberapa pohon aren. Pohon yang kami tebang beberapa diantaranya kami jadikan pondok dan sisa kayunya untuk kayu bakar. Aku ditinggal sendirian oleh Nekbongmu (kakek dalam bahasa suku Rejang) untuk mengurus ladang ini. Semua berjalan baik-baik saja, semua pekerjaan aku kerjakan sendiri mulai dari merumput, menanam, menebas, termasuk membuat pondok kecil untuk persiapan memasak gula aren.

Kehidupan di ladang tidaklah seenak sekarang, semua susah, Nekbongmu datang sebulan sekali untuk mengantarkan bahan makanan. Sementara itu, ladang ini belum bisa menghasilkan uang sama sekali.

Hingga suatu hari, aku berniat menyadap pohon aren satu-satunya itu, Padahal Nekbong berpesan jangan mengganggu pohon aren tersebut, apalagi sampai menyadapnya. Tetapi pesan Nekbong tak aku hiraukan, sesegera mungkin aku menyadap aren itu.

“Apa yang terjadi setelah itu wak,?” (Joni semakin penasaran)

Pada malam hari nya, ketika tidur wak bermimpi, di alam mimpi seakan-akan sedang berada di hutan rimba yang teramat lebat. Aku kebingungan karena tidak mengenali hutan tersebut, lalu berteriak meminta pertolongan. takut bukan kepalang, berlari, tanpa arah dan tujuan. Sangking takutnya aku terus berteriak meminta pertolongan, semakin kencang teriakan, suara burung dan monyet ikut berteriak menambah ketakutan.

Aku terhenti dipohon aren. Tenggorokan terasa teramat sakit, nafas tersengal-sengal dan tubuh basah karena keringat yang terus mengucur deras ke seluruh tubuh. terasa sangat haus saat itu, anehnya di bawah pohon aren terdapat tunas bunga aren yang berada di pangkal batang, lama wak memperhatikan ternyata di ujung tunas mengeluarkan air. Sangking hausnya, aku segera meminum air yang menetes itu dan yang membuat tambah penasaran air nya terasa manis. Manis seperti air nira, padahal tidak ada bekas bahwa aren itu baru sudah disadap.

Tiba-tiba langit berubah gelap, suasana semakin riuh mencekam. Bulu kuduk langsung berdiri, lalu terdengar suara auman, jauh lalu semakin mendekat, aku hanya terdiam, kaki gemetar, keringat kembali mengucur deras mengalir disela pipi hingga mengucur ke dagu.

Suara langkah terasa kian mendekat, gaduh suara ranting dan dedaunan. Aku  hanya terdiam, tanganku memegang erat disela pelepah batang aren. Dari kejauhan mataku melihat sesosok hewan besar, kian mendekat mengarah ke arahku.

Mata hewan itu tajam, tingginya mencapai satu meter, tangannya lebar, cengkeraman kukunya tajam bak pisau, sesekali dia mengaum menunjukkan taring gigi yang panjang. Tak terbayangkan olehku ternyata hewan tepat di depanku seekor Harimau. dia mengelilingiku, rasa takut semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba, harimau tersebut bersuara, layaknya suara manusia.

“Hai manusia, apa yang kau lakukan di sini, kenapa kau rusak rumahku,!!”

“(Kaget bukan kepalang), aaa-kuuu, tidak merusak rumahmu wahai harimau!”

“Apanya yang tidak, sejak kedatanganmu dan beberapa kelompokmu, kau telah mengusik tempat tinggal kami,!” (ujar harimau)

Lalu, aku teringat akan ladang yang digarap sekarang, ladang yang dulunya hutan lebat, telah dibabat habis dan ditanami kopi serta beberapa pohon aren.

“Oh, maksudmu, ladang tempat aku mencari makan merupakan rumahmu,?

“(dengan nada meninggi, harimau melompat dan menerkam tubuh Wak Mali) sekarang kau mau menantangku wahai anak manusia,!!!

 

Wak Mali terkejut, sekarang kepala harimau itu tepat berada di depan matanya, seakan ingin menggeragau tubuh Wak Mali. tubuh Wak Mali langsung gemetaran, matanya tak mampu melihat wajah si harimau.

“Ampun puyang, tolong ampuni aku,?(puyang:panggilan untuk para leluhur dalam bahasa lokal)

“Kami hanya mencari makan di sini, kami tidak tahu kalau hutan ini merupakan rumah para puyang, maafkan kami cucumu ini yang telah lancang masuk ke rumahmu tanpa pamit.!

 

Harimau pun melepas cengkeramannya, dia sekarang bersimpuh tepat di depan Wak Mali yang masih tampak ketakutan.

“Bersimpuhlah wahai kau anak manusia,?(ujar harimau dengan nada memelan)

Wak Mali pun duduk bersimpuh di hadapan harimau, tubuhnya masih gemetaran, kepalanya menunduk, tidak berani menatap langsung ke arah harimau.

“Wahai anak manusia, aku adalah penunggu dan penjaga hutan, ini rumahku, rumah bagi ribuan hewan lainnya yang tunduk kepadaku. Hutan ini aku jaga agar engkau, anakmu dan cucumu bisa tetap hidup di bawah lembah sana.”

Lalu ketenangan dan ketentraman kami kalian usik, pohon-pohon tempat istirahat kami kalian tebang, hutan ini terbuka lebar sekarang. Bahkan hewan di hutan ini tidak bisa tidur nyenyak di malam hari, sumber makanan pun susah didapatkan.

Seketika, beberapa kelompok monyet, burung-burung, ular hingga kawanan kambing hutan dan kijang mendekat. Semuanya menatap ke arah Wak Mali, tajam dan terasa ingin menerkam, ularpun terus berdesis. Membuat bulu kudukku berdiri, aku hanya terdiam dan menunduk saat itu.

“Apa yang wak lakukan supaya bisa selamat dari kemarahan mereka,?”(Joni, kembali menyela)

Di alam mimpi, tak banyak yang bisa aku lakukan, kecuali menunduk kemudian membungkuk dan sujud di hadapan mereka. Aku menangis dan meminta maaf kepada semua makhluk penghuni hutan ini.

“Wahai para penjaga dan penghuni hutan ini, aku mewakili semuanya, meminta maaf, maaf beribu maaf kepada kalian. Kami sudah lancang masuk ke rumah kalian,”

Harimau pun lama menatap Wak Mali, dan lekas menjawab.

“Kami terima permintaan maafmu wahai anak manusia, kalian boleh menempati hutan ini dan hidup berdampingan dengan kami. Tetapi ada satu syarat yang engkau harus penuhi,?”

“Apa itu, akan aku turuti.? (Wak Mali menjawab mencoba meyakinkan harimau)

“dipohon tempat engkau bersimpuh sekarang, engkau boleh mengambil air niranya, tetapi sampaikan salam hormatmu kepada sang Kuasa Alam yang telah memberikan kalian banyak manfaat, jangan coba-coba menebas hutan kami lagi, itu rumah kami yang juga banyak memberikan kalian kehidupan. Tunduklah kepada Sang Pencipta tetapi hargai kami sebagai makhluk yang bisa berdampingan dengan umat manusia. Camkan itu anak manusia!!!

“Bagaimana cara menyampaikan rasa hormat kepadamu,?

“Para leluhurmu sudah tahu jawabannya,?

 

Seketika, harimau dan semua hewan penghuni hutan menghilang dalam sekejap. Wak Mali tersentak dari tidurnya, hari sudah menunjukan jam 5 pagi, suara ayam kian mengeras. Wak Mali melihat ke arah bantalnya, basah oleh keringat. Wak Mali masih terlihat ketakutan, dia tidak berani keluar pondok, mesti langit mulai tampak kebiruan menuju pagi.

Hingga matahari mulai muncul dari ufuk timur, Wak Mali memberanikan diri membuka pintu pondok, dipandangnya sekeliling pondok tak ada apapun, hanya terdengar suara kicauan burung. Tetapi mata Wak Mali tak pernah pupus memandang satu pohon aren yang tak jauh dari pondoknya. Dalam ingatannya,  pohon di alam mimpinya sama persis.

Tiba-tiba, suara sahutan datang dari ujung jalan menuju pondok. Wak Mali fokus melihat ke ujung jalan, sosok pria berbadan kurus dan berambut lurus berwarna putih yang menyahutinya. Ternyata pria tersebut Bapak Wak Mali, atau akrab disapa Bong Anwar. Wak Mali kemudian langsung mengelus dada, dia lega, ternyata sosok yang dia lihat dari kejauhan adalah bapaknya.

Belum sempat mencuci muka dan membuat kopi untuk Bong, Wak Mali menceritakan apa yang telah dia alami di bawah alam sadarnya. Bong Anwar termangu-mangu mendengar cerita anaknya. Lalu Bong Anwar pun menyela di akhir cerita Wak Mali.

“Kita memang salah Mali, walau ceritamu hanya di alam mimpi, tapi penghuni hutan ini marah karena kita sudah merusak hutan yang selama ini juga menjaga kita yang berdiam di bawah lembah sana,?

“Kita harus bagaimana pak?(ujar Wak Mali)

Bong Anwar terdiam sejenak, kemudian bertutur menceritakan pengalaman para leluhur nya dahulu jika ingin membuat ladang ditengah rimba yang tak berpenghuni.

leluhur kita, sebenarnya sudah mengajari tata cara dan adat istiadat jika ingin menempati atau menggarap ladang masih berupa hutan. Termasuk mengelola tanaman hutan untuk dijadikan obat. Mulai besok, tanam kembali bibit pohon kayu-kayuan dan buah di sekeliling ladang, itu berguna untuk menjaga tanah agar tidak longsor, tanamlah beberapa jenis sayuran, tanaman rempah untuk obat di sekitar pondok.

Terkhusus untuk pohon aren yang ada di seberang sana, berdoalah meminta perlindungan ke Sang Maha Kuasa, lantunkan nyanyian dalam bahasa Rejang, yang isi nyanyiannya berupa rasa hormat kita karena ingin meminta dan memanfaatkan hasil hutan ini. Dahulu, itu yang dilakukan para leluhur kita.

Wak Mali mengangguk mendengar nasihat dari Bong, dia merasa bersalah dengan hutan ini dan meyakini bahwa mimpinya merupakan peringatan bagi dirinya dan juga anak cucunya kelak. Dia menuruti nasihat dari Bong, esok harinya, apa yang disarankan Bong Anwar segera dia penuhi.

“sekarang bagaimana wak, apakah harimau itu masih sering menghampiri wak di alam mimpi?(tanya Joni)

Sejak saat itu, harimau yang datang alam mimpiku tidak pernah datang lagi, tetapi aku meyakini bahwa harimau itu benar adanya, walaupun wujud aslinya tidak pernah menunjukan diri, tetapi aku beberapa kali menjumpai telapak kaki harimau di sekitar pohon aren itu, dan juga beberapa cakaran di sekitar pohon besar. Aku meyakini harimau itu menunggu hutan ini dan apabila aku dan para pekebun lainnya melanggar atau merusak hutan ini, aku yakin harimau itu akan muncul.

Kelak, ketika engkau ingin berkebun, ingatlah cerita ini jon. Sampaikan ke anak cucumu kelak, bahwa hutan memberikan kita banyak manfaat dan perlindungan. Jangan mengusik hewan yang hidup di hutan.

Matahari mulai meninggi, Joni pamit pulang, Wak Mali pun, membenahi api yang mulai mengecil karena kehabisan kayu bakar.

 

Ikuti tulisan menarik Muhamad antoni lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler