x

Iklan

Shodiq Sudarti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 November 2021

Selasa, 16 November 2021 07:46 WIB

Denyut Cinta, Jaka Kembang Kuning

Di tulis Untuk mengikuti lomba Cerpen Indonesiana.id

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

DENYUT CINTA, JAKA KEMBANG KUNING

Istana kerajaan Jenggala dalam kegaduhan.  Bunga-bunga warna-warni yang dihias oleh para dayang-dayang  dalam kerajaan hanya menjadi peringatan dari perpisahan. Bukan perpisahan. Kehilangan. Mungkin. Hanya hati yang berdegup dan cemas. Degup jantung seorang ayah. Anaknya melarikan diri dari kerajaan setelah lamaran itu datang.  

Panglima Panjalu diundang dalam kegaduhan itu. Begitupula berdiri seorang ksatria dari tanah seberang Prabu Klana Sewandana. Kerajaan menjadi perayaan dari segala kegelisahan. Seorang putri kerajaan melarikan diri. Sekartaji yang akan dipinang oleh Prabu Klana Sewandana pergi setelah beberapa waktu Hamijaya menyetujui pinangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gaduh. Klana Sewandana memupuk amarah. Perempuan yang telah dilamarnya telah pergi dari kerajaan. Harta benda dan segala perlindungan yang ditawarkan ke kerajaan Jenggala hanya menjadi perkara sia-sia. Perempuan yang akan menjadi pintu kuasa Klana Sewandana terhadap kerajaan Jenggala seolah telah terkunci rapat kembali. Dia merasa dikelabui. Ini semacam permainan licik baginya.

Hamijaya tak mampu memandang mata Klana Sewandana. Dia seorang raja tua yang takut. Jenggala hanyala kerajaan yang kecil dibanding kerajaan Prabu Klana Sewandana. Dia tak berani berkutik dengan lamaran Prabu Klana, sebab dia paham ketika lamaran itu ditolaknya maka kerajaannya akan mendapatkan serangan. Akhirnya dia mengundang Jaka Kembang Kuning seorang ksatria Panjalu. Dia tahu, Jaka Kembang Kuning menaruh cinta pada Sekartaji. Tapi apa arti cinta bagi Hamijaya, keselamatan kerajaan adalah hal yang lebih penting.

***

Jaka Kembang Kuning  terpekur di antara peristiwa itu. Dia bimbang. Sedih dan kalut sudah pasti. Baginya, perasaan cengeng dan puitis harus mati bagi seorang panglima perang.

Sekartaji adalah perempuan yang dicintainya, tapi apa arti cinta bagi seorang ksatria Panjalu yang baru saja ditundukan oleh kerajaan Jenggala. Perang antar kerajaan satu kerabat ini telah berangsur lama. Waktu memutuskan Panjalu tunduk di bawah Jenggala. Hanya doa-doa para leluhur yang menderas bahwa Panjalu dan Jenggala harus bersatu.

Jaka Kembang Kuning seorang satria muda yang kalut hatinya. Dia tak pernah mendapat pelajaran untuk menang dalam peperangan.  Dia membenci peperangan. Peperangan buat Jaka Kembang Kuning adalah Rahim dari kematian yang sia-sia.

Apalagi cinta. Baginya cinta adalag fatamorgana dalam kebahagiaan. Jika benar itu aka nada, dia akan datang dengan segala rekayasa alam semesta. Entah. Mengapa jantungnya harus berdegup kencang dan perasaan khawatir datang. Lonceng kerinduan dan kekhawatiran berbunyi di kepala Jaka Kembang Kuning.

“Sekartaji akankah kau baik-baik saja?”pikirnya.

***

 

“Apakah ada yang kurang dari lamaranku ?!”hentak Klana Sewandana.

Hamijaya hanya terdiam. Raja Jenggala itu tak berkutik. Dia merasa sangat bingung. Singgasana yang berukir kepala barongan yang gagah kini ditempati oleh seorang raja dengan nyali yang ciut. Klana berdiri dengan gagahnya dan hendak menuntut lamaran yang sudah diterima.

Tawang Alun yang duduk di samping Jaka Kembang Kuning, mulai tidak nyaman dengan suasana itu. Dia mencoba mempertanyakan sikap tuannya Jaka Kembang kuning. Tawang Alun mencolek kaki Jaka Kembang Kuning. Tak ada reaksi apapun dari Jaka Kembang Kuning, dia hanya menunduk merasa bimbang dengan apa yang harus dikerjakannya.

Angin yang masuk dari sela-sela lubang dinding kerajaan mendesir membelai tubuh-tubuh para kstaria yang duduk di Keprabon Jenggala. Bulu tangan Klana yang tebal berdiri tegak. Beberapa prajuritnya yang menggunakan topi merah seperti kawanan dari Turki bersungut-sungut kumisnya.

“Kau hanya diam, Raja Hamijaya?”kata Klana.

Seorang calon menantu menantang calon mertua. Hal ini menambah gusar Tawang Alun dan Nala Derma, ada tata karma Jawa yang telah dilanggar. Keprabon menjadi tempat pembangkangan seorang calon menantu. Hamijaya tak berkutik dengan pembangkang semacam itu. Dia benar-benar takut dalam hatinya seolah ingin bicara,

“Mengapa kekuasaan ini membuatku kehilangan kehormatan?” batin Hamijaya.

Seluruh hiasan kerajaan, bunga-bunga dalam vas yang warna-warni, buah-buahan dengan segala jenis tidak memberikan nuansa indah apapun kecuali keheningan. Tiba-tiba. Jaka Kembang Kuning, hampir menetes air matanya atas kehilangan dan kepergian Sekartaji. Tangannya menggenggam seolah ingin menghantam muka Klana, seorang asing yang datang dan melakukan pembangkangan. Memang benarkah, harga diri kemanusiaan hanya sebuah hal terendah dibawah kekayaan dan kekuasaan?

“Prabu Hamijaya yang saya hormati dengan penuh, apakah harus aku kirim seluruh balatentaraku untuk mencari anakmu? Aku datang baik-baik melamar anakmu. Aku datang untuk jalinan persatuan baik bagi kerajaanmu. Kau tentu paham, kerajaanku jauh lebih besar daripada Jenggala. Ini aku rendahkan diriku untuk melamar perempuan yang kucintai. Sekarang kau simpan dia?”tantang Klana Sewandana.

“Dia pergi. Aku tak menyembunyikannya. Dia menghilang. Kita sama-sama merasakan kehilangan,” jawab Hamijaya dengan nada rendah.

“Demi Tuhan. Aku tak ingin mendengar kebohongan!”sambar Klana dengan amarahnya.

Alis tebal Klana Sewandana terangkat. Nama Tuhan yang diucapkannya adalah nama yang baru didengar oleh seluruh Ksatria Jenggala.Para Ksatria Jenggala semakin jengkel mendengarnya. Seolah tak hanya kekacauan dan pembangkangan yang lahir dalam nuansa keprabon namun sebuah ancaman. Jika saja Sekartaji menjadi istri Klana maka keyakinan para leluhur akan terancam.

 Jaka Kembang Kuning tetap bisu dalam kebimbangannya.  Nala Derma mulai hilang kesabaran. Dalam batin Nala Derma, merasa beruntung dengan perginya Sekartaji. Tidak rela, jika dia harus tunduk pada Klana sebagai menantu Raja Hamijaya nantinya. Nala Derma membuka mulutnya dan mengaturkan permintaan pada Hamijaya.

“Tak adakah yang bisa kami perbuat Raja?” kata Nala Derma pada Hamijaya.

Hamijaya masih terdiam. Dia hanya ketakutan jika salah menyampaikan sebuah perintah. Dia merasa benar-benar salah jika menerima Klana Sewandana. Kepergian Sekartaji, di dalam sisi lain pikirannya adalah kebenaran tersendiri. Seolah dalam bagian dari lubuk hatinya, dia tidak menginginkan Klana Sewanda.

Keprabon Jenggala telah menjadi ruang penat bagi seluruh Ksatria. Keangkuhan tersengal menjadi nafas yang menghembus, mengalun dalam ruang. Sesekali semuanya membisu, tak ada yang berani mengucap bicara. Hanya suara decakan Klana dan sesekali terdengar umpatannya. Komat-kamit Klana merapal ayat-ayat Tuhan yang belum pernah terdengar di kuping Ksatria Jenggala.

“Hatur saya Raja Hamijaya, biar pergi saya mencari Sekartaji,”tiba-tiba lantang Jaka Kembang Kuning berucap.

Hamijaya masih terdiam, ditatapnya Jaka Kembang Kuning tiba-tiba. Tertunduk kembali Jaka Kembang Kuning melihat tatapan Hamijaya. Menghela nafas. Hamijaya tiba-tiba menuding Jaka Kembang Kuning.

“Kau angkuh Jaka Kembang Kuning!”bentak Hamijaya.

“Ampun Raja. Hamba hanya ingin berusaha supaya masalah ini selesai. Akan aku aturkan Sekartaji ke hadapan raja jika memang telah kutemukan,”kata Jaka Kembang Kuning sambil tertunduk.

Halilintar menyambar tiba-tiba. Suara semakin nampak pekat ketika seluruh ksatria di Keprabon hanya diam.

“Apa yang kau tunggu Hamijaya!”bentak Klana.

“Maaf Prabu Klana, apakah kau merasa tidak terlangkahi jika ada seorang ksatria lain ingin mencari Sekartaji? Apakah sungguh engkau cinta?” Tawang Alun menyela.

“Demi Tuhanku, aku datang melamar Sekartaji karena cinta. Aku juga akan tunjukan kepada kalian, bahwa aku akan mencarinya,”jawab Klana.

Hamijaya tetiba saja berani mendongak dan melihat Klana. Dia seperti menemukan sebuah bahasa baru yang baiknya disampaikan dalam kondisi seperti ini.

“Tak ada tempatmu di Keprabon lagi jika kau tak menemukan Sekartaji, Jaka Kembang Kuning! Bawa dia kemari dan biarkan dia tentukan pilihannya. Benar memang, hanya cinta yang bisa menjadi Mas Kawin dari pernikahan ini,”tegas Hamijaya menyampaikan.

“Kau ragu dengan cintaku? Seluruh harta bisa kuberikan kepadamu raja Hamijaya!”tandas Klana Sewanda.

Hamijaya melepas nalarnya sebagai raja. Dia mulai bangkit sebagai seorang ayah.

“Jika kau cinta maka carilah,”katanya dengan lembut.

Klana pun komat-kamit dengan ayat-ayat Tuhannya kembali. Hal itu juga diteruskan oleh para prajurit di belakangnya. Tombak-tombak mereka hentakkan. Para ksatria Jenggala dan Panjalu tidak pernah paham dengan peristiwa ini.

“Hatur saya, mengikuti perintah Raja,”Jaka Kembang Kuning meminta pamit.

Tak lama kemudian Klana Sewanda pun meminta pamit pada Raja Hamijaya.

***

Di lereng Gunung Lawu, Jaka Kembang Kuning menghentikan perjalanannya. Nala Derma dan Tawang Alun kaget. Mereka berdua menduga-duga, apa alasan dari Jaka Kembang Kuning. Tidak pernah dalam perjalanan selama ini, Jaka Kembang Kuning menghentikan perjalanan.

Suasana dingin Gunung Lawu mulai mengganggu tubuh para bala tentara. Mereka terlihat gelisah, Jaka Kembang Kuning mulai turun dari kuda putihnya. Dia duduk di atas batu. Dia merenung.

“Kau takut?”tanya Tawang Alun.

Jaka Kembang Kuning masih terdiam dan tidak berbicara sedikit pun. Waktu semakin sore, bala tentara lain semakin gelisah. Sementara keraguan masih mencekam dalam dada Jaka Kembang Kuning.

“Apa yang kita cari?”tanya Jaka Kembang Kuning tiba-tiba.

Nala Derma dan Tawang Alun kaget. Keduanya saling bertukar pandang. Menyampaikan pertanyaan dalam tatap mata.

“Kita mencari Sekartaji, apakah tuan lupa?”kata Nala Derma.

“Kau lihat. Dua burung Emprit yang bertengger di pohon dadap itu. Lihat pula satu burung emprit yang mengamatinya dari pohon lain. Apakah aku akan menjadi satu burung yang gelisah sendiri di atas pohon sementara nantinya Sekartaji dan Klana Sewandana menikah?”kegelisahan Jaka Kembang Kuning terungkap.

Nuansa sore makin gelap, cahaya matahari tertutup mendung. Kabut mulai turun ke lereng Lawu. Nala Derma menahan dingin di tubuhnya. Dia menghela nafas. Kemudian dengan berani duduk di depan Jaka Kembang Kuning.

“Hatur hamba, ini tak hanya masalah cinta. Namun keselamatan kerajaan,”kata Nala Derma.

Jaka Kembang Kuning kaget mendengar kata-kata Nala Derma. Tawang Alun tetiba terkekek-kekek.

“Cinta menutupi akal Prabu Jaka Kembang Kuning melihat peristiwa ini,”kata Tawang Alun.

Jaka Kembang Kuning melihat ke arah Tawang Alun. Matanya menunjukan berbagai pertanyaan. Dia dilingkupi rasa cemburu. Memang benar. Dia melihat semua ini seolah hanya pertarungan antara ksatria untuk mendapatkan Sekartaji. Memang benar.

“Adakah hal yang tak ku ketahui?”

“Maaf Prabu, kita tahu Jenggala dan Panjalu berawal dari satu kerajaan besar yang terpecah. Kita juga mengerti betapa banyak hasil bumi, kekayaan alam yang ada di Jenggala dan Panjalu. Apakah Prabu Jaka Kembang Kuning begitu percaya bahwa kehadiran Klana Sewandana hanya untuk meminang Sekartaji atas dasar cinta?”jawab Nala Derma.

Jantung Jaka Kembang Kuning berdegup kencang. Darahnya mulai terpacu, dia kembali merenungkan peristiwa yang ada dalam Keprabon. Dia mengingat kembali seluruh peristiwa dan sejarah yang berjalan selama ini. Dia mengakui bahwa yang disampaikan Nala Derma bukanlah kesalahan.

“Kita harus menemui Sekartaji,”kata Jaka Kembang Kuning seketika.

Saat itu gerimis mulai datang, udara mulai dingin bersama kabut. Sebelum Jaka Kembang Kuning menyampaikan titah terlihat kelebat manusia dari semak-semak datang. Jaka Kembang Kuning meminta seluruh bala tentara untuk waspada.

Memang. Tiap niat baik, tak akan mudah manusia melewatinya.

Hujan tiba-tiba datang menderas. Tiga Ksatria muncul dari semak belukar Lereng Gunung Lawu. Para bala tentara siap dengan tombaknya. Jaka Kembang Kuning menenangkan bala tentara, Nala Derma dan Tawang Alun.

“Tenang, ketiga Ksatria ini teman lamaku,”kata Jaka Kembang Kuning.

Ketiga Ksatria ini adalah Weryacitra, Gendrayuda dan Jaladara. Jaka Kembang Kuning memahami betul siapa mereka. Kekalahan Panjalu akan Jenggala tidak lepas dari ulah mereka. Ketiga Ksatria itu menyampaikan maksud untuk menolong Jaka Kembang Kuning. Ketiganya ingin membersamai Jaka Kembang Kuning dalam mencari Sekartaji.

“Kami ingin menebus kesalahan kami,”Gendrayuda.

Jaka Kembang Kuning gagah pada pendirian, walau rapuh dalam cinta. Dia tak menyimpan dendam namun dia setia pada janji dan prinsip dalam diri. Dia terdian sesaat mendengar isi hatinya, merapal nama Tuhannya untuk menentukan setiap putusan.

Hujan turun lebat.

“Tidak. Kembalilah ke tempat asal kalian. Biarkan ini jadi perjalanan kami,”kata Jaka Kembang Kuning dengan tegas.

Ketiga ksatria itu mencoba merayu dengan berbagai wacana dan tawaran. Namun tak bisa membuat bimbang pendirian dan ketegasan Jak Kembang Kuning. Lalu hujan membawa mereka pergi, ksatria itu menghilang dalam semak. Tak terdengar lagi jejaknya.

“Mengapa tak tuan ijinkan?”tanya Nala Derma.

“Cinta butuh rahasia.”jawab Jaka Kembang Kuning.

***

Jaka Kembang Kuning mulai memahami kenapa cinta dilahirkan. Bukan untuk cinta itu sendiri.  Dia tahu, dia akan berhadapan pada peperangan yang sempat dibencinya. Di hati kecil dia bertanya mengapa cinta membuat hal yang sempat dibencinya bakal dipeluk dan dihadapi?

Jaka Kembang Kuning melaju dengan kuda putihnya. Merah warna kainnya, kain ksatria.

*terinspirasi dari Cerita Wayang Beber Pacitan Jagong  1-3

KARYA:  SHODIQ SUDARTI

Ikuti tulisan menarik Shodiq Sudarti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB