x

Iklan

Aisyah Hetra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Rabu, 24 November 2021 20:57 WIB

Pejabat Negara yang Terlibat Kasus Bisnis PCR Telah Melanggar Sederet Peraturan

Para pejabat yang terlibat dalam kasus bisnis PCR dianggap telah melanggar peraturan perundang-undangan dan perpres sehingga dapat diturunkan dari jabatannya yang sekarang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat ini pejabat negara yang terlibat dalam bisnis PCR tengah dibuntuti polemik yang marak diperbincangkan oleh publik. Hingga akhirnya, keterlibatan mereka pun terbongkar ke permukaan karena derasnya pemberitaan yang mengarah kepada pejabat negara tersebut.

Publik pun kini mulai bertanya-tanya, apakah hal tersebut diketahui oleh Presiden? Apakah suara rakyat yang mencecar habis-habisan para menterinya itu didengar oleh Presiden? Atau alur rangkaian gurita bisnis PCR yang mencekik rakyat selama pandemi Covid-19 sedang dipelajari oleh Presiden?

Tentu jawabannya masih akan tetap sama, yakni belum menemui titik terang apapun pertanyaannya yang terlontar. Presiden Jokowi nyatanya belum mengeluarkan sikap untuk menindak tegas para menterinya sesuai hukum yang berlaku sejak kasus ini terkuak di awal bulan November hingga sekarang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, hal itu tidak didiamkan oleh publik dengan hanya menunggu keputusan presiden. Menteri-menteri yang terlibat dalam dugaan korupsi di bisnis tes PCR itu sudah dilaporkan ke pihak yang berwajib seperti KPK, BPK hingga DPR.

Nah, sekarang pertanyaannya adalah apakah pejabat negara yang terlibat dalam bisnis PCR tersebut dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib dan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku? Lalu, pihak yang berwajib dapat bertindak dengan profesional menangani kasus ini? Atau mungkin sudah ada “skenario” yang dijalankan? Ruang publik pun mulai dipenuhi dengan suara-suara yang berkaitan dengan kasus tersebut. Bagaimana menurutmu?

Seperti halnya kritik yang diberikan oleh Asfinawati Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam menanggapi kasus bisnis PCR. Secara gamblang, Asfinawati mengindikasikan ada keterlibatan bosnya dalam PT GSI meski memiliki saham hanya 10 persen. Hal itu berdasarkan dari ungkapan Jodi Mahardi, Jubir Kemenko Marves yang dibawahi oleh Menko Luhut Binsar Pandjaitan.

Asfinawati mengungkapkan bahwa meskipun Luhut itu penerima manfaat yang lebih kecil, poinnya adalah terindikasi tidak jujur.

Lebih lanjut Asfinawati mengatakan bahwa pejabat yang terlibat kasus tersebut dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Meskipun nepotisme itu tidak harus dengan bukti korupsi, menurut Asfinawati, keterlibatan Luhut yang mempunyai saham 10 persen di perusahaan bisa menjadi bukti.

Dirinya juga tak lupa mengingatkan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2018 atau Perpres Beneficial Ownership yang menjelaskan tentang Penerapan Prinsip Mengenali Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Dalam peraturan tersebut mengatur pemilik manfaat baik orang perorangan untuk memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina atau pengawas pada korporasi dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi sehingga berhak dan atau menerima manfaat dari korporasi secara langsung atau tidak langsung serta menyoal kepemilikan saham lebih dari 25 persen hak suara lebih dari 25 persen, menerima keuntungan lebih dari 25 persen laba per tahun.

Menko Luhut dikatakan dapat disangkakan sebagai pelanggar Perpres Beneficial Ownership walaupun persentase saham yang dimiliki Luhut di GSI terbilang kecil.

Apakah keadilan akan segera ditemukan oleh masyarakat dengan dijabarkannya peraturan-peraturan yang diduga telah dilanggar oleh pejabat-pejabat negara yang terlibat bisnis tes PCR termasuk Menko luhut?

Saat ini penyelidikan kasus telah dilakukan oleh pihak yang berwajib dengan mengmpulkan bukti-bukti yang ada. Keputusan terbaru dari Mahkamah Konstitusi untuk UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu Covid-19 yang menyatakan bahwa jika ada pejabat negara yang terbukti menyelewengkan dana penyelenggaraan Covid-19 rasa terima kasih diucapkan sehingga mereka para pejabat yang melanggar dapat digugat secara hukum dan diperiksa oleh pihak yang berwajib.

Ikuti tulisan menarik Aisyah Hetra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu