x

Iklan

Rezal Gibran

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Jumat, 26 November 2021 21:31 WIB

Isaac dan Seekor Rubah

Isaac adalah seorang anak remaja yang kesepian. Dia di temani oleh seekor rubah berspesies rubah merah. Karena Isaac sendirian dan begitu kesedihan dia akan mengajak Isaac pergi ke perpustakaan yang sering rubah kunjungi dan membacanyan dan tidak lupa dia menemaninya. Kebetulan, Isaac juga ada keinginan untuk pergi ke perpustakaan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Di siang hari yang cerah, ada seorang anak bernama Isaac yang sedang duduk di sungai. Menikmati suasana hutan dan dinginnya air sungai. Dia mencoba untuk menghilangkan rasa kesedihannya atas kepergian seseorang yang telah merawatnya beberapa bulan yang lalu “Jadi, bagaimana perasaanmu Isaac? Sudah membaik?”. Tidak lain lagi yang mengajak Isaac ke sungai adalah seekor rubah. Isaac hanya terdiam, dia tidak berkata apa apa kepada rubah  “Apa? Kau masih tidak percaya kepadaku?”. Rubah menaiki sebuah batu yang di duduki Isaac sambil mmembawa ikan yang dia tangkap di sungai “Hey, aku turut berduka atas kepergian orang itu. Siapa dia? Ayahmu?” Isaac masih terdiam karena kesedihannya dan sebuah kepercayaan dari sang petani atas seekor rubah yang licik “Dia bukan siapa-siapa, hanya seseorang petani yang merawatku”

“Ah, ya benar dia seorang petani. Mereka sangat membenci rubah. Temtumya dia memberi tahumu kalau aku suka menipu dan mengambil barang manusia. Iya, kan?”

Isaac hanya terdiam sunyi. Tanpa sekatapun dia keluarkan. Memang benar pak tani memberi tahunya soal itu. Mungkin dia sudah mengalami gagal panen berkali-kali karena seekor rubah ”Aku akui itu. Kami terlalu terbiasa dengan barang curian. Jangan kawatir soal diriku, aku tidak seperti mereka”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

    Rubah melahap semua daging ikan yang baru saja dia tangkap. Dengan senang hati dia membolehkan Isaac menyuruhnya untuk menangkap ikan untuknya “Ikan adalah makanan kesukaanku. Kau boleh memintaku menangkap ikan untukmu jika kau mau”. Isaac masih saja diam tak bersuara. Dia tidak akan memintanya untuk mengambilkan ikan

     Kemudia Rubah mengajak Isaac untuk ikut dengannya “Isaac, ayo ikut aku. Aku akan menunjukan sesuatu ke padamu”. Isaac tidak mendengarnya. Dia menutup matanya seolah-olah tidak ada yang memanggilnya. Rubah datang menghampirinya dan mengusapkan ekornya ke wajanya. Meskipu Rubah dapat menarik perhatiannya Isaac hanya ingin duduk di pinggir sungai “Kenapa kita tidak di sini saja?” Sepertinya Isaac merasa lebih nyaman berada di pinggir sungai. Tetapi rubah tidak meyakinkan bahwa dia merasa lebih baik. Bahkan dia tidak tersenyum sedikitpun “Kau yakin?”. Isaac hanya mengangguk yakin bahwa dia sudah merasa lebih baik “Isaac, tolong beri tahu ke padaku. Apa yang biasanya kau lakukan untuk menghibur dirimu?”. Isaac menghibur dirinya tidak seperti manusia lainnya. Hidupnya hanya sebatas bermain sendiri atau bersama sang petani. Dia suka melihat hewan, bermain laying-layangan, membantu sang petani, dan berjalan-jalan di hutan. Tetapi ada satu keinginan dari Isaac, yaitu dapat pergi ke perpustakaan untuk membaca buku “… Aku pernah di beri tahu oleh pak tani bahwa aku akan di ajak ke perpustakaan bersamanya. Katanya tempat utu sangat besar dan mewah dan juga memiliki lebih banyak buku di bandingkan banyaknya buku di rumah kami. Sayangnya itu tidak akan pernah terjadi”

“Kenapa?”

“Kami tidak memiliki kendaraan yang mampu untuk menuju ke sana. Sepeda kayuh saja kami tidak punya”

    Rubah turun dari bebatuan yang di duduki Isaac “Rubah,  Kau mau kemana?”. Dia akan mengambil sebuah kain bekas yang dia gantung di ranting pohon. Lalu memakainya sebagai jubah miliknya “Aku tidak ke mana-mana. Hanya memakai pakaianku. Hey, jika kau ingin membaca buku, kenapa kau tidak ikut aku. Dari tadi, aku ingin mengajakmu ke perpustakaan”. Isaac langsung terkejut ingin kesana, tetapi Isaac juga tidak begitu percaya soal perpustakaan yang Rubah janjikan ke padanya. Karena di hutan tidak ada yang namanya perpustakaan ataupun manusia di sekitarnya “Aku tidak percaya kepadamu”

“Oh, ayolah, Isaac. Aku juga suka membaca buku.”

“Benarkah? Aku tidak yakin rubah dapat membaca buku”

“Iya aku bisa. Ayolah Isaac, aku tidak mau berbohong temanku sendiri”

    Dia akhirnya mempercayai Rubah, meskipun di dalam hatinya tidak begitu yakin soal apa yang Rubah janjikan “Haahh…. Baiklah”. Rubah benar-benar bahagia mendengarnya berkata itu meskipun kalimat itu simple dan tidak meyakinkan. Dia ingin tersenyum padahal dirinya tidak memiliki bibir seperti manusia. Jadi dia hanya mengibaskan ekornya saja “Oh, terimakasih telah mempercayaiku. Ayo, ikut aku!”. Rubah akan berjalan paling depan. Dia juga memegang sebuah buku miliknya dengan kedua cakarnya. Buku itu akan menunjukan arah dan tempat yang akan di tuju seperti sebuah peta yang membuat dan menggambar dirinya sendiri.

    Di dalam perjalanan Isaac terus melihat tingkah laku Rubah yang sangat berbeda seperti rubah yang lainnya. Dia cenderung memiliki bulu yang berwarna hitam di bagian punggungnya dan bulu berwarna putih di bagian bawah multnya hingga bagian perutnya dan juga di bagian pucuk ekornya. Dia bisa berdiri seperti manusia, dan sebuah jubah yang terbuat dari kain bekas. Yang Isaac ketahui soal rubah hanyalah kasus pencurian labu milik sang petani yang sering terjadi. Isaac juga melihat Rubah itu menulis sambil berjalan, lalu membacanya. Mungkin itu sudah cukup bagi Isaac untuk membuktikan kalau dia bisa membaca “Memangnya ada buku apa saja di sana?”

“Yah, aku tidak tau. Aku tidak membaca semuanya. Tapi jangan kawatir, aku merawat semua buku itu. Jumlahnya sangat banyak”

“Merawatnya? Berarti itu perpustakaanmu?”

“Tidak, bukan punyaku. Perpustakaan itu adalah milik orang lain”

    Akhirnya mereka telah sampai di sebuah perpustakaan yang Rubah janjikan kepada Isaac. Tetapi tidak seperti apa yang Isaac harapkan. Perpustakaan itu sangat tua dan ada tanaman yang merabat di perpustakaan itu. Kaca di sekitarnya pecah, pintu depannya sangat rapuh. Isaac hanya diam dan melihat salah satu bagian bangunan yang jatuh “Aku tau ini tidak menarik sama sekali bagimu. Tapi aku mencoba merpikan semuanya di dalam”. Rubah memasuki perpustakaan itu lebih dulu dan Isaac masih ragu untuk masuk ke dalam.

    Rubah kembali lagi ke Isaac untuk menyakan kenapa dia tidak mau masuk. Isaac menolaknya, dia tidak akan masuk ke dalam. Dia tetap ingin pergi ke perpustakaan yang asli seperti yang di katakana oleh sang petani ke padanya. Padahal salah satu perpustakaan yang di harapkan Isaac sangat jauh sekali “Tapi, ini adalah salah satu perpustakaan paling dekat dengan rumahmu”

“Maaf, aku tidak bisa. Aku akan ke sungai saja. Itu sudah membuatku labih baik”

Kemudia Isaac berbalik. Dia akan kembali ke sungai untuk bersenang-senang di sana. Tidak peduli seberepa parahnya rasa kesepian yang dia miliki “Isaac?”. Dia meninggalkan Rubah temannya itu tanpa melihatnya “Isaac! Kau mau kemana?! Isaac!”. Tanpa sekatapun dia terus pergi menjauh dari Rubah dengan jalan perlahan-lahan. Airmatanya kembali membasahi wajahnya. Kemudian dia berteriak untuk tidak mengikutinya ke sana “PERGILAH, BIARKAN AKU SENDIRI!”. Rubah bertanya-tanya di dalam pikirannya ada apa dengan Isaac, dia tiba-tiba mengusirnya dan berteriak seperti itu “Jangan pangnggil namaku lagi. Kau bahkan tidak punya nama”. Rubah hanya duduk terdiam. Dia tidak lagi bisa melakukan apapun yang membuatnya bahagia

 

    Di sungai, Isaac hanya duduk dan menangis di bebatuan. Teringat sebuah kalimat ajakan sang petani kepada Isaac untuk pergi ke perpustakaan bersama. Dia terus menangis dan menangis tanpa ada batas. Hanya ada kalimat sang petani di kepalanya dan setetes air mata yang berjatuhan seperti aliran sungai.

     Kemudian di malam harinya Isaac berhenti menangis dan dia masih berada di sungai.  Mengusap air matanya dan akan berangkat pulang kerumahnya. Dia tau bahwa hidupnya akan sedirian setiap hari. Tapi, pada saat dia mau pergi dari sungai Isaac tidak sengaja menginjak batu berlumut. Kemudian dia tergelincir dan tanpa sengaja membanting kepalanya ke bebatuan sungai. Kepalanya mengeluarkan darah yang mewarnai sungai dan Isaac sudah tidak sadarkan diri.

    Serigala yang sangat kelaparan mencium aroma sebuah darah segar dari sungai. Kemudian serigala itu mengikuti dari mana darah itu berasal. Setelah serigala menemukan sumber darah, dia merasa bahagia riang agar dia bisa makan.

     Di situlah Isaac mengakhiri hidupnya yang kesepian. Dia akan beristirahat di mulut sang serigala dan melupakan semua penderitaan kesepian yang dia alami setelah kehilangan seseorang yang dia sayangi

 

“Aku pernah mempelajari beberapa hal dari seekor rubah. Mereka selalu menghibur satu sama lain. Mungkin aku lebih baik menjadi seperti ini dari pada menjadi diriku yang dulu. Aku tidak kesepian lagi seperti dulu. Sekarang ini aku bukan lagi makhluk yang kesepian. Sekarang ini aku mengajak seseorang yang pernah kesepian sepertiku dulu. Aku mengajaknya ke perpustakaan yang aku rawat sendiri. Semoga dia bahagia membaca buku-buku itu. Lagipula itu adalah permohonannya sendiri. Semoga dia tidak sepertiku yang dulu” -Kharu

Ikuti tulisan menarik Rezal Gibran lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB