x

macul dan mucal

Iklan

Ihsan Mabruri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Desember 2021

Kamis, 2 Desember 2021 15:46 WIB

Macul dan Mucal (Mengintegrasiikan Nilai Luhur Budaya Jawa dalam Kegiatan Pembelajaran)

Budaya jawa yang sarat makna, mengilhami manusianya untuk selalu memegang nilai budaya dalam setiap langkah kehidupannya. Tulisan ini mengulas keterkaitan budaya mencangkul (menggali tanah) dengan mengajar (menggali potensi siswa)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua kata ini dalam istilah jawa sangat mirip, dirangkai oleh lima huruf yang hanya berkebalikan huruf vokalnya saja. Macul dan Mucal. Macul untuk kegiatan pertanian bagi orang jawa yang berarti menggali tanah untuk menyiapkan media tanam sebelum proses tanam dimulai. Sedangkan Mucal dalam arti khusus bidang pendidikan tidak hanya mengajar, melainkan menggali potensi diri siswa, membekali siswa dan membimbing siswa sehingga mereka siap berkembang di masa depan. Dalam tahapannya, orang jawa membutuhkan Joran untuk mencangkul, lalu Joran dirangkai dengan mata cangkul menjadi pacul. Pacul yang sudah siap, lalu dipakai untuk macul. Setelah macul, barulah media tanam siap ditanami. Kegiatan petani menanam benih hingga panen disebut tanem .

Saat mencangkul, orang jawa memakai gagang cangkul yang dinamakan dengan Joran, bermakna “ojo lali marang pangeran”. Maksudnya mencangkul itu hanyalah bentuk usaha. Usaha terkadang menghianati hasil, namun tanpa usaha pasti tidak berhasil. Dalam filosofi Joran, kita menggantungkan usaha kita hanya semata-mata bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa-lah yang akan memberi hasil terhadap tanaman kita, baik atau tidaknya hasil panen. Begitu pula dengan Mucal atau mengajar, kita harus “ojo lali marang pangeran”. Memulai kegiatan pembelajaran dengan berdo’a, memaknai materi pembelajaran sebagai Tanda-Tanda kebesaran Tuhan. Setelahnya, ilmu pengetahuan yang diperoleh siswa, semata-mata adalah riski atau karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Lalu, Joran dirangkai dengan mata cangkul jadilah Pacul.

Orang Jawa memaknai Pacul dengan istilah “patang perkoro ojo sampek ucul”  empat hal yang jangan sampai lepas, yaitu empat bagian yang merangkai pacul jangan sampai terlepas. Karena jika telepas, tentu sangat membahayakan mengingat ujung cangkul yang sangat tajam. Pacul dalam mengajar bermakna empat hal yang jangan sampai lepas. Yaitu empat komponen Standar Nasional Pembelajaran. Empat hal yang tidak boleh dilepas oleh Guru saat mengajar adalah kegiatan pembelajaran yang bisa mengembangkan kompetensi personal, kompetensi sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Begitu pentingnya empat komponen ini jika salah satu diabaikan dalam mengajar, tentu sangat merugikan bagi siswa. Setelah pacul siap dipakai, barulah orang jawa akan mulai mencangkul atau macul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi orang jawa macul artinya “Limang perkoro sing ojo sampe ucul”, bermakna lima hal yang tidak boleh terlepas. Kelima hal tersebut merupakan pegangan orang jawa dalam menjalankan hidupnya. Adalah pegangan hidup “Moh Limo” tidak mau melakukan lima hal yaitu main (berjudi), mendem (mabuk), maling (mencuri), madat (narkoba) dan madon (selingkuh). begitu juga dalam kegitan belajar mengajar. Lima hal yang tidak boleh dilepas saat “macul” atau menggali potensi siswa adalah 5M. 5M atau istilah ilmiahnya adalah critical thinking skills merupakan keterampilan proses sains yang apabila dilaksanakan dengan baik akan membuat siswa terbiasa melakukan langkah-langkah ilmiah dalam kesehariannya. Mengamati, menanya, menganalisis, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan ilmu pelajaran yang didapatkan, adalah dasar pengetahuan yang harus dimiliki oleh siswa. Tidak hanya pada ilmu pengetahuan alam dan matematika, namun keterampilan proses sains 5M itu juga seharusnya ditanamkan pada pembelajaran ilmu pengetahuan sosial ataupun olahraga dan seni. Selanjutnya setelah melalui tahap macul, orang jawa akan sampai pada tahap “tanem ” atau bertanam.

Tanem  bagi orang jawa bermakna “noto kang enem” Menata enam hal, yaitu dereb (menyemai benih), tandur (menanam benih), mindo (menanam ulang benih yang tidak tumbuh), matun (membersihkan gulma), mupuk (menabur pupuk), dan manen (mengambil hasil tanaman). Enam hal yang dimaksud adalah enam macam kegiatan yang dilakukan orang jawa mulai masa tanam, sampai tanaman siap dipanen. Begitu pula enam hal yang harus ditata dalam kegiatan belajar mengajar adalah enam karakter pelajar Pancasila. Enam karakter pelajar Pancasila tersebut adalah Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, mandiri, bergotong royong, berkebhinekaan global, kreatif dan bernalar kritis. Seperti halnya tanem yang tidak hanya proses di awal saja, enam karakter pelajar Pancasila ini juga tidak hanya ditanamkan di awal pembelajaran saja. Melalui pembiasaan dan keteladanan, cara ini lebih efektif jika diterapkan di luar kelas sehingga siswa langsung memahami dan mengimpelemtasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini penulis bermaksud untuk “nguri-uri” atau menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya jawa. Namun, karena penulis adalah seorang guru, maka penulis mengambil inti sari fiilosofi macul ke dalam aktivitas mengajar. Sekiranya ulasan di atas memberikan inspirasi untuk kita bahwa ketika seorang guru Mucal “mengajar”, sebaiknya dia tidak melepaskan prinsip-prinsip Macul dalam prosesnya. Meskipun filosofi Macul sejatinya adalah pegangan hidup orang jawa, sebagai masyarakat Indonesia yang berkebhinekaan global, kita patut meneladani filosofi macul dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Karena bagi masyarakat Indonesia yang berkebhinekaan global, sudah pasti kita mampu membuka diri bagi nilai-nilai luhur suatu budaya dan menerapkannya dalam sisi kehidupan kita.

Ikuti tulisan menarik Ihsan Mabruri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler