x

Siswa melakukan eksperimen letusan gunung berapi menggunakan alat buatan sendiri. Miniatur gunung berapi terbuat dari sampah sekolah berupa kertas dan karton bekas serta botol plastik bekas.

Iklan

Mujahidin Agus

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Desember 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 05:54 WIB

Merdeka Belajar dengan Sampah Sekolah

Menjelaskan tentang pengalaman penulis dalam memanfaatkan sampah sekolah berupa gelas/botol/stoples plastik bekas, kertas dan karton bekas serta gabus bekas untuk dijadikan alat pelajaran berupa alat peraga dan alat praktikum maupun alat eksperimen. Sejak tahun 2002 penulis telah menghasilkan setidaknya 19 jenis alat yang sederhana namun sangat membantu dalam membelajarkan siswa secara bermakna dan kontekstual

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap mata pelajaran mempunyai ciri khas tersendiri dalam pengajarannya. Penerapan metode maupun pendekatan pembelajaran yang tepat dapat membuka peluang besar keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Meskipun demikian, kemampuan guru dan ketersediaan alat pelajaran juga sangat menentukan, tidak boleh disepelekan.

Sayangnya ketiadaan atau ketidakcukupan alat pelajaran merupakan hal yang sering kali terjadi di berbagai sekolah. Kondisi tersebut tentu saja dapat menjadi hambatan pelaksanaan pembelajaran. Mungkin media pembelajaran berbasis TIK dapat menjadi solusi. Namun tidak semua sekolah memiliki perangkat TIK yang memadai. Selain itu, tidak semua materi ajar dapat disajikan cukup hanya menggunakan perangkat TIK. Bagi mata pelajaran tertentu, misalnya sains fisika, biologi, kimia, dan geografi maka pembelajaran melalui praktikum atau eksperimen dapat menjadi syarat wajib.  Banyak materi ajar pada mata pelajaran tersebut harus dibuktikan dengan eksperimen atau praktikum untuk menyajikan bukti nyata dan kontekstual kepada siswa.

Tentu saja pembelajaran yang menyajikan bukti nyata dan kontekstual menjadi kebutuhan siswa. Hal ini berkaitan dengan filosofi pembelajaran yaitu menyajikan pengetahuan dan keterampilan yang bermakna dan berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari kepada siswa. Mereka mengikuti aktivitas belajar yang memberikan banyak peluang untuk berpikir dan menuangkan ide kreatif. Pembelajaran demikian itu tidak hanya membuat siswa sekadar mengetahui suatu ilmu tetapi juga belajar untuk memahami serta mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat. Siswa tertantang untuk melibatkan semua potensi belajar mereka untuk menunjukkan jati diri dan juga menjalin kerjasama dengan siswa lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penyajian materi ajar yang kurang sesuai dengan metode maupun alat pelajaran yang digunakan dapat menghambat pencapaian tujuan pembelajaran dengan hasil optimal. Tentu saja hal tersebut harus dihindari oleh guru. Oleh sebab itu, bagaimana pun kondisi ketiadaan maupun kekurangan alat pelajaran tidak boleh menjadi alasan untuk tidak menerapkan pembelajaran yang terbaik. Bahkan sebaliknya, kondisi itu harus dijadikan sebagai tantangan. Guru harus mampu secara profesional menjawab tantangan tersebut. 

Tidak semua alat pelajaran yang dibutuhkan hanya dapat dipenuhi dengan biaya tinggi. Bahkan juga tidak harus hanya dipenuhi dengan membeli. Apalagi pada kenyataannya banyak pula alat pelajaran yang dibutuhkan guru tetapi tidak tersedia di pasaran. Lalu bagaimana jalan keluarnya? Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah membuat alat pelajaran sendiri. Pembuatan alat pelajaran, baik berupa alat peraga maupun alat praktikum dan alat eksperimen membutuhkan kreativitas guru. Melalui ide kreatif maka guru dapat membuat sendiri alat pelajarannya, malah mungkin dapat menjadi suatu inovasi.

Penggunaan alat pelajaran dalam pembelajaran dapat memberikan banyak manfaat baik bagi siswa maupun bagi guru sehubungan dengan gerakan merdeka belajar. Melalui penggunaan alat eksperimen, misalnya, maka siswa memiliki banyak peluang untuk mengoptimalkan ide dan kreasinya. Mereka bisa melakukan improvisasi dan bahkan inovasi di bawah pengawasan guru. Siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi masing-masing. Di samping itu, mereka dapat belajar sambil mengerjakan sesuatu sehingga aktivitas belajar tersebut dapat tersimpan lama dalam ingatan. Siswa dapat memperoleh pengetahuan baru dan pengalaman unik yang berkaitan langsung dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang menggunakan alat eksperimen dapat berlangsung secara menyenangkan, siswa menikmati proses pembelajaran dan memperoleh manfaat yang bermakna dalam belajarnya. Melalui pembelajaran itu, siswa juga dapat dilatih untuk melakukan penelitian dan menerapkan analisis dalam pemecahan masalah.

Pembuatan alat pelajaran tidak hanya dapat dilakukan oleh guru. Siswa pun dapat dilibatkan dalam proses pembuatannya. Pelibatan siswa tersebut bahkan dapat memberikan manfaat yang lebih berupa pengalaman psikomotorik. Siswa dilatih membuat sendiri alat yang dipergunakannya dalam mempelajari substansi ilmu. Proses pembuatan tersebut juga memberikan peluang siswa untuk menuangkan kreativitas dan melatih mereka berpikir analitis. Di samping itu, jika pembuatan alat dijadikan tugas kelompok maka siswa akan membiasakan diri dalam bekerja sama, saling menghargai, dan mengkolaborasikan ide untuk menghasilkan karya terbaik. Hal serupa juga akan terjadi saat siswa menggunakan alat karya mereka dalam melakukan eksperimen. Selanjutnya, mereka dapat membiasakan diri mengungkapkan ide dan pendapat dalam bentuk tertulis ketika mereka menyusun laporan kelompok. Bahkan mereka dapat berlatih dan memberanikan diri berbicara di hadapan orang banyak saat setiap kelompok mempresentasikan laporan hasil eksperimen. Dengan demikian, setiap siswa akan memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan secara kognitif, psikomotorik, dan afektif. Pada akhirnya berbagai pengalaman belajar tersebut tentulah akan bermanfaat bagi kehidupan siswa.

Pembuatan alat pelajaran oleh guru dapat memanfaatkan barang bekas atau sampah yang terdapat di sekolah. Banyak jenis sampah yang dapat dimanfaatkan seperti botol dan gelas plastik, kertas, dan karton bekas serta gabus bekas. Barang bekas tersebut dapat dibuat menjadi alat peraga, benda model (cutaway objects), bahkan alat praktikum maupun eksperimen.

Secara pribadi, penulis telah membuat alat pelajaran inovatif yang terbuat dari sampah sekolah sejak 2002. Hingga saat ini setidaknya 19 jenis alat pelajaran baik berupa benda model maupun alat praktikum dan alat eksperimen telah penulis hasilkan. Umumnya penulis menjadikan pembuatan alat tersebut sebagai tugas baik secara perorangan maupun kelompok, tergantung pada tingkat kesulitan pembuatannya.

Berdasarkan pengalaman, saat melakukan eksperimen siswa mengikuti proses pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan. Mereka merasa tertantang dan asyik dalam pembuatan dan penggunaan alat. Tidak jarang mereka bukan hanya saling bersaing namun juga saling menyemangati satu sama lain untuk membuat karya terbaik. Begitu pula saat mereka menggunakan alat buatan sendiri untuk melakukan eksperimen, mereka bersorak kegirangan saat berhasil dan bahkan juga bersorak menyemangati kelompok lain yang belum selesai.

Pada tingkat pelibatan siswa yang lebih tinggi, penulis juga pernah menyertakan siswa dalam membuat rancangan alat eksperimen. Penulis mengajukan rancangan awal lalu kami diskusikan bersama di kelas. Selanjutnya siswa juga turut andil dalam merancang cara penggunaan alat tersebut. Lalu penulis memberikan tantangan kepada siswa untuk meracik kombinasi dan campuran bahan-bahan yang digunakan dalam melakukan eksperimen. Mereka harus melakukan eksperimen mandiri di rumah untuk menguji racikan mereka. Alhasil, diperoleh racikan bahan yang berbeda dengan karya orang lain di YouTube dengan hasil eksperimen yang lebih menakjubkan. Sebagai penghargaan kepada semua siswa yang mengajukan ide maka penulis memberikan tambahan poin yang nantinya dikonversi menjadi nilai harian. Selain itu, nama siswa juga dicantumkan dalam video yang dimuat di kanal YouTube pribadi penulis (Guru Geografi: NEKAT INOVATIF).

Contoh pelibatan siswa dalam pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas memberikan kemerdekaan belajar kepada siswa. Mereka mendapat tantangan untuk melakukan hal baru yang boleh jadi sangat mencengangkan hasilnya. Meskipun tetap di dalam pengawasan guru, namun kreativitas siswa tidak terbelenggu sebab guru membuka pintu kolaborasi bukan hanya antarsiswa tetapi juga dengan guru dan sumber belajar lainnya.

(Jidint, 03122021)

 

Ikuti tulisan menarik Mujahidin Agus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu