x

kehilangan

Iklan

Raditya Wardhani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 November 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:06 WIB

Kehilangan

Tidak akan lagi kudengar suara merdumu memanggilku Tidak mungkin lagi kurasakan nikmat hasil tangamu mengolah makanan untuk sarapanku Tidak ada lagi sosokmu menemaniku dalam kesendirianku Aku sudah kehilanganmu Bundaku

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kringgggg.... Kringgggg....

            Alarm HP Bianca Nilam Sari yang biasa dipanggil Bini, siswi kelas 4 SD Kasih Bunda Jakarta berbunyi, waktu menunjukkan pukul enam pagi. Bini segera bangun dan keluar kamar menuju ke dapur karena dia tahu Tante Martha ada di sana mempersiapkan makanan untuknya. Sudah tiga hari ini Tante Martha tinggal di rumah untuk menemani Bini karena Ayah menjaga Bunda di rumah sakit.

            “Selamat pagi, Tante!” sapa Bini, “Hari ini tante ke rumah sakit tidak? Bini ikut ke rumah sakit ya tante, Bini kangen Bunda.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            “Hari ini Bini kan sekolah. Besok hari Sabtu, besok Bini libur jadi ke rumah sakitnya besok saja ya.”

            “Hari ini Bini libur kok tante, di sekolah sedang ada acara jadi sekolah diliburkan.”

“Ya sudah, setelah mandi dan sarapan kita berangkat ke rumah sakit ya!” jawab Tante Martha tersenyum sambil menganggukkan kepala mengiyakan permintaan Bini. Bini kegirangan dan segera bersiap untuk ke rumah sakit.

Dalam perjalanan lalu lintas agak macet sehingga pukul sepuluh lebih Bini dan Tante Martha baru sampai di rumah sakit.

Tante Martha mengajak Bini masuk kamar tetapi ternyata kosong. “Tante, Ini benar kamar Bunda bukan? Tapi Bunda kok tidak ada? Bunda dimana tante?” tanya Bini ketika tidak menemukan Ayah dan Bundanya di kamar yang kata tante Martha tempat Bundanya dirawat.

“Tante juga tidak tahu, Bini. Sebentar, tante tanyakan ke suster dulu ya. Bini tunggu dulu di sini.”

Tante Martha segera keluar dan tidak lama kemudian kembali dengan berita bahwa semalam Bunda dipindahkan ke ICU karena kondisinya semakin parah. Sudah beberapa waktu Bunda sakit kanker payudara tetapi baru satu minggu yang lalu Bini mengetahuinya. Pada suatu malam tidak sengaja Bini melihat Ayah dan Bunda menangis. Ayah kemudian bercerita bahwa sudah enam bulan Bunda menjalani kemoterapi tetapi kesehatannya tidak semakin membaik, sebaliknya kanker Bunda sudah menyebar sampai ke otak dan dokter sudah tidak sanggup lagi menanganinya. Tiga hari yang lalu Bunda mengalami pendarahan dan dilarikan ke rumah sakit. Bini tidak menyangka kondisi Bunda ternyata sangat buruk sehingga harus dirawat di ruang ICU.

Bini dan Tante Martha segera menuju ke ruang ICU tempat bunda dirawat. “Ayah, bagaimana kondisi Bunda?” tanya Bini. “Bini boleh masuk ke dalam untuk melihat Bunda, Yah?” Ayah tidak menjawab. Ayah memeluk Bini sambil menangis. Bini melihat tante Martha ikut menangis. “Ayah kenapa? Tante!!?? Kenapa kalian menangis? Bunda mana, Yah?! Ada apa dengan Bunda?!”

Ayah mempererat pelukannya. Tidak lama Bini melihat suster mendorong tempat tidur berisi pasien yang ditutupi selimut sampai kepalanya keluar dari ruang ICU. Bini pernah melihat di TV tempat tidur pasien yang ditutup sampai ke kepalanya berarti dia meninggal. Bini berpikir mungkin baru saja ada pasien ICU yang meninggal sehingga dibawa keluar menuju ke kamar jenazah. Bini tidak tahu apa sebabnya, tetapi dia merasakan dadanya sakit melihat pasien yang meninggal itu.

Sambil menangis ayah menuntun Bini mengikuti suster yang mendorong jenazah pasien itu. “Ayah...” Bini tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melihat ayah dan tantenya yang menangis. Tiba-tiba dia merasakan ketakutan yang luar biasa. Tubuhnya gemetar hebat dan kakinya seolah kehilangan tenaga untuk berjalan. “Ayah... Bunda dimana?” air mata Bini mulai mengalir, “Ayah... Bunda dimana???!!!” sambil berteriak Bini bertanya untuk kesekian kalinya kepada Ayah. Ayah tidak menjawab, sambil menangis ayah menunjuk kepada jenazah pasien yang didorong suster keluar dari ruang ICU tadi. Segera Bini berlari menghentikan suster dan menarik selimut yang menutupi jenazah itu.

“BUNDA.... BUNDA....!!!!!!” Bini berteriak histeris ketika dilihatnya pasien yang sedari tadi didorong suster itu ternyata adalah jenazah bundanya. Ayah, Tante Martha dan suster berusaha menenangkan Bini tetapi tidak berhasil. Bini berteriak-teriak histeris memanggil Bunda. Tiga hari Bini tidak bertemu dan sekarang dia melihat Bunda yang sangat dikasihi dan dirindukannya itu sudah meninggal tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal.

~00~

Tidak terasa sudah tiga bulan Bunda meninggalkan Bini dan Ayah. Setiap kali bangun pagi tidak ada lagi Bunda yang menyapa dan memberikan ciuman selamat pagi. Bunda tidak lagi membuatkan sarapan nasi goreng sosis telur mata sapi favoritnya. Tidak ada lagi Bunda yang menemani Bini belajar dan mengerjakan PR, tidak ada Bunda yang mengantar dan menjemput Bini ke sekolah.  Rumah tidak lagi sama tanpa kehadiran Bunda. Bini sangat kehilangan sosok Bunda yang selalu menemaninya.

Tidak hanya Bini, Ayah pun sama kehilangannya seperti Bini. Ayah tidak lagi tersenyum, ayah selalu terlihat murung. Untuk menghilangkan kesedihannya, ayah menyibukkan diri dengan bekerja. Bini sudah jarang bertemu dengan ayah karena ayah berangkat sebelum Bini bangun dan pulang ketika Bini sudah tertidur. Setiap hari ayah meninggalkan uang lebih di meja makan untuk Bini membeli sarapan, makan siang dan makan malam. Ayah dan Bini tidak lagi memiliki waktu bersama sekedar untuk menyapa.

Sejak ditinggal Bunda dan Ayah yang sibuk bekerja, Bini merasa kesepian. Tidak jarang Bini menangis karena sedih. Dia merasa tidak ada yang sayang dan memperhatikannya. Karena tidak ada yang memperhatikan, Bini mulai jarang mengerjakan PR dan sering tidak masuk sekolah. Bini kehilangan semangat sekolah sehingga prestasinya mengalami penurunan. Guru dan teman-teman Bini di sekolah sudah berusaha menghibur dan menyemangati tetapi selalu diabaikan. Panggilan telepon dan chat WA pun tidak pernah dibalas. Bini menutup diri dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain game di rumah. Teman dan guru Bini di sekolah mencemaskan keadaan Bini. Mereka berusaha mencari solusi untuk membantu Bini mengatasi kesedihannya.

Pada suatu hari Ibu Ani, wali kelas Bini, menemui Ayah di kantor karena panggilan dan undangan yang selama ini dilayangkan selalu diabaikan. Ibu Ani menyampaikan kekhawatirannya terkait kondisi Bini yang jarang masuk sekolah dan menutup diri dari teman-temannya. Beliau khawatir kondisi Bini akan semakin parah jika tidak segera dicarikan solusi. Mendengar cerita bu Ani, ayah merasa sangat bersalah karena bersikap egois dan mengabaikan Bini.

~00~

Tidak seperti biasanya, pagi ini Bini bangun karena mencium aroma masakan nasi goreng. Bini melihat jam yang menunjukkan pukul enam pagi. Bini heran siapa yang memasak nasi goreng pagi-pagi begini karena biasanya ayah sudah berangkat dan tidak ada siapa-siapa lagi selain Bini. Bini segera bangun dan keluar menuju ke dapar.

“Tumben ayah belum berangkat kerja?” tanya Bini ketus ketika dilihatnya ayah membuat telur mata sapi. Di atas meja sudah ada dua piring nasi goreng sosis dan segelas susu cokelat kesukannya.

Ayah tersenyum, “Selamat pagi, Bini. Hari ini ayah tidak bekerja. Hari ini ayah mau menemani Bini di rumah.”

“Buat apa? Selama ini ayah tidak pernah menemani Bini baik-baik saja kok!”

“Ha..ha..ha... Anak ayah ngambek ya. Marah karena selama ini diabaikan ayah.” Kata ayah menggoda.

“Siapa yang marah? Bini tidak marah kok.”

“Sudah, tidak usah marah-marah. Sekarang mandi sana. Bau...” kata ayah menutup hidungnya menggoda Bini.

Dengan malas Bini berbalik menuju ke kamar mandi. Di dalam hati Bini tersenyum bahagia karena hari ini ayah tidak bekerja. Sudah lama Bini tidak makan bersama ayahnya dan hari ini ayah membuat nasi goreng kesukaannya membuatnya merasa sangat bahagia.

Bini segera mandi dan tidak lama kemudian sudah duduk di meja makan bersama ayah menikmati nasi goreng sosis dan telur mata sapi menu favorit mereka. Berdua makan tanpa bicara. Air mata mengalir teringat Bunda yang sudah meninggalkan mereka. Ayah meletakkan sendok kemudian menghampiri dan memeluk Bini. Bini menangis sejadi-jadinya dipelukan ayah. “Bini kangen Bunda, Ayah... Bini kangen, Bunda... hu...u..u...”

“Ayah tahu, Bini. Ayah tahu... Ayah juga merasakan hal yang sama. Ayah juga kangen Bunda.”

Cukup lama Bini menangis dipelukan Ayah. Setelah puas menangis Bini melepaskan pelukan ayahnya. “Hari ini kenapa Ayah tidak bekerja?” tanya Bini.

“Hari ini Ayah tidak bekerja karena mau ajak Bini ke makam Bunda. Bini mau?”

Bini tersenyum, mengangguk dan kembali menangis sambil memeluk ayahnya.

Setelah siap, ayah dan Bini berangkat menuju ke makam Bunda.

 “Bini, ayah minta maaf ya selama ini sudah mengabaikan kamu. Ayah sibuk bekerja dan tidak pernah memperhatikan kamu.”

Bini mengangguk mendengar permintaan ayahnya. Dia menangis teringat betapa sedihnya dia setiap kali bangun ayahnya sudah berangkat bekerja dan pulang ketika dia sudah tertidur. Dia jarang bertemu ayahnya sejak kematian Bunda beberapa bulan yang lalu.

Ayah membelai kepala Bini dengan penuh sayang. “Ayah berjanji, mulai hari ini ayah akan lebih memperhatikan kamu. Kita hadapi semua ini bersama-sama. Ayah yakin kita bisa melewati ini semua. Bunda pasti tidak ingin melihat kita larut dalam kesedihan. Bunda pasti juga tidak ingin melihat kamu mengalami kegagalan.”

“Iya, Ayah. Bini juga minta maaf karena selama ini sering tidak masuk dan jarang mengerjakan PR. Bini janji mulai sekarang akan rajin belajar dan tidak bolos lagi.”

Ayah tersenyum memegang tangan Bini, mereka saling memberikan kekuatan. Mereka berdua menuju makam Bunda dengan rasa optimis. Bunda pasti tersenyum bahagia melihat ayah dan Bini saling menguatkan mengatasi kesedihan mereka. Semuanya pasti baik-baik saja selama mereka saling mendukung satu dan yang lainnya.

Ikuti tulisan menarik Raditya Wardhani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu