x

Iklan

3 3Haris Tsuraih

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 November 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:53 WIB

Fou

Ugraha atau yang biasa dipanggil Raha merupakan anak yang berprestasi dengan puluhan medali olimpiade. Namun semua hal tersebut belum terasa cukup karena ia masih memiliki musuh besarnya di sekolah yang belum pernah ia kalahkan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

FOU

Matahari mulai terbit di ufuk timur, jalan ramai. Ratusan orang sibuk berlalu lalang. Seorang siswa sedang berjalan santai menuju ke sekolahnya. Ia berjalan tenang memasuki sekolahnya yang terletak di tengah kota. Sebuah sekolah yang menjadi incaran ribuan siswa. Ia pergi menuju ke kelasnya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Hey raha, kau sudah mengerjakan tugas fisika?” Tanya Agra, teman sekelasnya.

“Memangnya kenapa?”
“Aku tidak mengerti yang no 5, bisa tolong jelaskan?”

Raha mengangguk, membuka buku tulisnya. 

Ugraha atau yang biasa dipanggil raha adalah salah satu murid yang dibanggakan sekolah. Ia sudah menyabet berbagai medali dari berbagai olimpiade IPA maupun matematika. Hampir semua tujuannya tercapai kecuali satu hal, peringkat 1. Ya, memang kelihatannya aneh. Seorang yang sudah memenangkan puluhan perlombaan tidak menjadi yang terbaik di sekolahnya? Tapi itu adalah kenyataan. Peringkat 1 di sekolah ini memang bukan dia, melainkan siswa aneh yang lebih sering berbicara sendiri. Siswa yang bernama NAMA.

“Raha, hey” Agra menepuk pundaknya. Arga tersentak, terbangun dari lamunannya.

“Bu Sri sudah datang tuh” Agra berbisik, memelankan suaranya. Raha segera pergi ke bangkunya.

“Baiklah, sesuai janji ibu kemarin, ibu akan membagikan nilai ulangan minggu kemarin. Bagi yang nilainya dibawah 65, silahkan merangkum bab 3 sampai bab 6 dan dikumpulkan di meja ibu paling lambat besok pagi.” Bu Sri berkata sambil mengambil sebuah map. Semua murid menahan napas.

“Agra 59, sathi, 81, Kula 45, Raha 99” Bu sathi mulai membacakan nilai, membuat sebagain murid memasang wajah masam. 

“Ada yang belum ibu bacakan?” Bu Sri bertanya

“Bu, nilai Nama berapa?” Raha mengangkat tangan, bertanya.

“Hanya selisih satu dari kamu ha.” Bu Sri tersenyum

Raha tahu apa yang dimaksud Bu Sri. Nama mendapat nilai sempurna. Tangan Raha terkepul, giginya bergemeletuk menahan kekesalannya. Raha meminta izin untuk ke kamar kecil.

“Sial!!!” Raha berteriak, meninju dinding kamar mandi. Entah sudah berapa kali ia dikalahkan oleh si aneh itu.

“Tidak, pasti ia curang. Aku harus membuktikannya.” Raha bergumam. Otaknya sedang berpikir keras. Ratusan rencana hilir mudik di kepalanya.

Langit sudah sore. Raha berjalan keluar dari perpustakaan dengan beberapa buku di tasnya. Ia berjalan santai di lorong lorong sekolah yang mulai sepi. Langkah Raha berhenti. Samar-samar ia mendengar suara. Raha berjalan kesana kemari, mulai mencari sumber suara. Ia terhenti di sebuah gudang sekolah. Ia masuk ke dalam gudang. Suara aneh tadi semakin jelas, seperti suara rintihan. 

Raha berjalan pelan menghindari kursi, meja dan peralatan lain yang berserakan. Ia tiba di tengah gudang. Matanya membelak tak percaya. Nama, orang yang paling Reha benci sedang tidur dengan posisi bersandar. Di dekatnya ada sebuah plastik dengan bubuk putih. Reha segera tahu benda apa itu. Narkotika. Raha walnya tidak percaya namun tak lama kemudian, ia tersenyum sinis kepada Nama.

Au revoir, Nama.” Reha berjalan meninggalkan Nama. Di kepalanya bersarang ide untuk menjatuhkan Nama.



 Tak terasa waktu berjalan cepat. Sudah waktunya penilaian akhir. Ujian penentuan, ujian sekolah. Semenjak UN dihapus, para siswa harus bergulat dengan semua pelajaran, belajar siang dan malam. Dan ini adalah harinya.

Semua siswa sedang berbaris rapi di sepanjang lorong. Menunggu giliran memasuki ruangan. Raha tersenyum sedari tadi. Semua rencananya berjalan lancar. Ia memasuki kelas dengan percaya diri. Ia melirik ke kursi di depannya  –tempat Nama duduk- dengan senyuman sinis. Ia mulai mengerjakan dengan cepat. Ia tidak peduli dengan nilainya. Ia hanya peduli dengan rencananya.

Setengah jam berlalu. Raha sudah selesai. Ia segera menjalankan rencananya. Ia mengambil kertas dari sakunya dan mulai meremasnya menjadi bola berukuran kecil. Ia sudah memperhitungkan semuanya. Ia melakukan hacking server sekolah dan merubah data tempat duduk untuk ujian. Ia menggelindingkan bola kertas itu ke meja Nama dan hanya butuh kurang dari 1 detik untuk membuat pengawas merasa curiga. Pengawas segera mendekati meja Nama namun Raha dengan cekatan menarik kembali bola tersebut dengan benang pancing yang terikat ke bola.

Pengawas menghampiri Nama. Ia meminta Nama untuk berdiri sementara ia mengecek tempat duduk Nama. Nama menggaruk kepalanya-bingung. Pengawas menggeledah semua barang-barangnya. Bangku dan tasnya digeledah. Nama semakin bingung namun muka bingungnya langsung berubah menjadi pucat saat pengawas menarik sebuah bungkus dari dalam tasnya. Sebuah bungkus dengan bubuk putih di dalamnya. Muka Reha tersenyum. Ia mati matian mengendalikan dirinya. Sementara itu, pengawas sudah melotot tajam kepada Nama.

“Apa ini?” Tanya pengawas pelan namun dengan aura yang menyeramkan.

“Saya tidak tahu pak.” Nama mencicit , ketakutan.

“Ikut bapak.” Pengawas melangkah keluar. Nama mengekor di belakangnya. Ia berjalan dengan muka tertunduk. Ia sudah tahu kemana tujuan pengawas. Ruangan kepala Sekolah.

Seisi kelas ricuh. Pecah sudah perisai keheningan. Nama, murid yang selalu menempati peringkat 1. Murid yang terkesan ceroboh memakai barang haram? Reha bersorak dalam hati. Semua rencananya berjalan lancar. Ia sudah berhasil mengungkap sisi lain Nama. Pintu kemenangan sudah didepan mata.

Reha berjalan keluar dari sekolah dengan perasaan gembira. Ia tidak pulang dengan supir seperti biasanya. Ia ingin berjalan pulang sendirian, merayakan keberhasilannya. Ia berencana pergi ke bukit yang tidak jauh dari rumahnya. Memang tidak besar namun di sanalah ia melepas segala lelah dan masalah. Raha berjalan santai. Ekor matanya melihat sesuatu diatas batu besar di dekat tebing. Ia menghampirinya. 

“Kau sudah puas?” Tanya seorang yang duduk dibatu.

“Nama?” Reha mengernyit, memandang Nama heran. 

“Bagaimana kau bisa lolos dari kepala sekolah?” Reha bertanya.

“Mudah saja. Karena bubuk tadi hanyalah kristal putih biasa.” Nama berbicara dengan tenang.

“Aku sudah tahu rencanamu.” Lanjut Nama.

Reha terkejut. Semua rencananya sudah diketahui Nama. Bagaimana mungkin?

“Bagaimana kau tahu?” Raha bingung, kepalanya dipenuhi kemungkinan kemungkinan.

“Terima kasih” Bukannya menjawab, Nama malah berterima kasih.

“Terima kasih? Untuk apa?” Raha bertambah bingung.

“Kau membantuku untuk berhenti menggunakan narkoba. Rencanamu membuatku takut dan tidak menyentuh barang haram itu selama berbulan bulan. Awalnya memang sulit dan menyakitkan namun sekarang aku sudah merasa lebih baik.” Nama menjelaskan semuanya.

“Lalu serbuk putih itu?” Raha masih bertanya tentang serbuk itu.

“Oh, bubuk itu. Itu hanya baking powder .” Nama menjawab.

Raha duduk di batu disamping Nama. . Entah kenapa, dendamnya terhadap Nama hilang begitu saja. Ia merasa bahwa Nama merupakan bagian dari dirinya sendiri.

“Hey Raha. Bisa kita berteman?” Nama bertanya tiba-tiba.

Raha terdiam. Berpikir sambil memandangi kota dari atas. Ia akhirnya menyadari, ternyata ia dan Nama mempunyai banyak kesamaan. Terlalu banyak kesamaan. Hingga ia akhirnya menyadari bahwa Nama merupakan dirinya sendiri.



Ikuti tulisan menarik 3 3Haris Tsuraih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB