Topeng Asmara

Minggu, 5 Desember 2021 13:00 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Pembatasan Kebebasan Berpendapat
Iklan

Cerita pendek.

Topeng Asmara

(Revika Inta Nur Kholifah )

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Matahari terbit dari ufuk timur. Udara masih terasa dingin. Ditambah kabut yang masih tebal. Aku bergegas bersiap menuju ke sekolah, setelah melewati liburan yang panjang. Hari ini merupakan hari pertama masuk sekolah. Dengan sekolah baru, suasana baru dan tentunya teman baru. Aku duduk di bangku SMA kelas 1. Beragam kegiatan aku lakukan seperti perkenalan masa sekolah dan malam keakraban yang dilakukan untuk beberapa hari ke depan. Aku adalah tipikal orang yang sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun, aku mendapatkan teman satu bangku yang ramah, cantik serta mengasyikkan. Ia adalah Nesya. Sejak saat itu, aku mulai bisa beradaptasi dengan teman-teman baruku yang lain.

Waktu berputar cepat sekali. Tak terasa, sudah beberapa minggu aku duduk di bangku SMA. Setiap hari aku selalu memperhatikan teman-teman. Ada yang baik, pintar dan multitalent. Ada juga yang konyol yang selalu memecahkan suasana dan membuat tawa satu kelas. Pagi ini, gerimis menyelimuti kegiatan belajar mengajar jam kedua, yaitu matematika. Di saat guru memerintahkan untuk mengerjakan tugas, aku mendapati kesulitan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Untungnya, guru memperbolehkan bekerja sama atau bertanya kepada teman. Lalu aku beralih dari tempat duduk untuk bertanya ke teman. Dia adalah Daffin. Teman satu bangku dengan Anzel. Dia menjelaskan dengan rinci, tak ada satupun yang terlewatkan. Ya, dia memang cowo tetapi menurutku anaknya pintar, baik dan good looking pula. Hehe...

Kringg..... Suara bel berbunyi nyaring menandakan jam istirahat. Beberapa anak beranjak dari kursinya berkeliaran ke sana ke mari. Ada yang membeli jajan, ada juga yang berkepentingan lain. Tetapi, aku tetap di dalam kelas.

“ Lo ngga ke kantin Len?” Tanya Nesya.

“ Nggak deh. Gue udah bawa bekal.”

“ Oo ya udah, gue ke kantin dulu ya,” teriak Nesya sambil keluar kelas.

Setelah Nesya pergi, pandanganku tertuju pada satu anak. Siapa lagi kalau bukan Daffin. Masya Allah dia cowo ganteng banget pintar pula, dia juga famous di sekolah. Jadi, tak heran jika banyak para hawa mengantri untuk menjadi pacarnya. Saking lugunya, aku tidak tahu Daffin sudah ada di depanku.

“ Hai, biasa aja kali ngeliatin guenya. Jangan sambil ngelamun, nanti kerasukan loh hahaha...” Tegurnya yang membuatku kaget tiba-tiba.

“ Ih apaansi, pede amat jadi orang.” Pura-puraku untuk menutupi rasa malu.

Sesampainya di rumah pun aku masih memikirkan hal sekonyol tadi bisa terjadi. Memalukan sekali.

Keesokan harinya, di depan kelas Daffin melihatkan giginya yang rapi nan indah dan menyapaku.

 “ Morning Alena.” Sapa Daffin.

Aku hanya mengangguk dan melewatinya. Aneh, tumben-tumbenan dia seperti itu.

“Ah iya, ya ampun Alena!” (sambil menepuk kening)

Aku teringat kejadian konyol kemarin. Ah sudahlah, biarkan saja. Namun, tak terduga lagi, saat pembelajaran sedang berlangsung, tak sengaja bola mata Daffin dan aku bertemu. Dengan sigap, aku langsung memalingkan wajahku ke depan. Entah kenapa hatiku berdebar kencang dari biasanya. Sikapnya, semakin hari semakin aneh.

Tak ada angin, tak ada badai. Hingga pada suatu pagi, tiba-tiba Carlin teman sekelasku menghampiri Nesya. Saat itu, aku belum berangkat ke sekolah. Dia menitip pesan untukku lewat Nesya.

“ Nes, itu best friend lo omongin dong!” Cetus Carlin tiba-tiba.

“ Siapa, Alena?” Tanya Nesya.

“ Ya iya la, siapa lagi.”

“Ooh emangnya kenapa?”

“ Bilangin jangan suka godain pacar gue. Jangan kecentilan. Tau diri dong.” Tegasnya dengan nada tinggi.

“ Jangan asal bicara lo. Mana mungkin Alena godain Anzel. Nggak mungkin sahabat gue kayak gitu.” Kesal Nesya.

“ Gue nggak minta pendapat lo ya tentang si cewe centil itu. Tinggal bilangin aja repot.”

“ Udah minta tolong, ngegas lagi. Dasar cewe songong!” Jawab Nesya dengan wajah kesal dan bertanya-tanya.

Carlin mengabaikan ocehan Nesya dan pergi dengan ganknya begitu saja.

Lalu saat aku sampai di sekolah, Nesya berlari menarik lenganku. Aku tercengang dengan pesan yang dititipkan Carlin kepada Nesya. Heran, mengapa Carlin bisa menuduhku seperti itu. Padahal, aku saja jarang ngobrol dengan Anzel. Apalagi sampai kecentilan seperti yang tadi Carlin omongin ke Nesya. Lagian aku juga tahu dia pacarnya Carlin. Rasanya ingin sekali aku memarahinya dan menjelaskan semua yang dikatakan Carlin itu tidak benar. Nggak habis pikir dengan apa yang dituduhkan Carlin. Masih pagi sudah membuat geram saja. Setelah aku menahan amarahku hingga pulang sekolah, aku memutuskan untuk bicara dengan Carlin dan Daffin esok hari.

Pagi harinya, saat jam istirahat aku menghampiri Anzel yang sedang duduk di bangkunya. Ya, disitu jelas ada Carlin. Sebenarnya aku agak takut karena Anzel, dia dianggap galak oleh teman-temannya. Apalagi kalo soal yang menyangkut pacarnya. Tapi, aku harus menjelaskan kesalahpahaman ini. Aku juga tidak mau terus-terusan dituduh yang tidak aku lakukan. Walaupun hal sekecil apapun itu. Selagi aku memang benar, tidak perlu ada hal yang harus aku takutkan. Tetapi jika memang aku salah, aku harus terima dan meminta maaf. Itu hal yang selalu ibuku tekankan kepadaku. Aku mencoba tenangkan diri dan memulai percakapan dengan mereka.

 “ Lin, gue mau ngomong sama lo. Pesan lo lewat Nesya udah sampe. Sekarang gue tanya kenapa lo bilang kalo gue deketin Anzel. Punya bukti apa lo ngomong gitu? Gue juga tau kok lo pacarnya.” Jelasku.

 “ Karna gue liat kalo lo suka godain pacar gue suka kecentilan sama Anzel.” Jelas Carlin.

 “ Oh gitu. Mana buktinya? Sekarang lo tanya ke pacar lo itu apa gue suka godain dia?!” Amarahku yang mulai tak bisa dibendung.

 “ Gue liat dengan mata kepala gue kalo lo suka senyum-senyum dan liatin Anzel.” Ujar Carlin.

 “ Oh jadi itu. Udah yakin kalo gue suka liatin dan senyum-senyum ke Anzel?! Dan hanya karna itu lo main nuduh ke gue kalo gue deketin Anzel?!”

“ Iya! Udah bukti kan?”

“ Nggak. Gue kasih tau lo ya, gue nggak pernah deketin pacar lo, ANZEL. Apalagi kecentilan kayak yang lo omongin. Paham?!”

Saat amarahku semakin memuncak, tiba-tiba Anzel menggebrak meja.

 Brakk

“ Maksud lo apa, bentak-bentak pacar gue?!” Kesal Anzel kepadaku.

 Semua pandangan teman-teman tertuju ke aku, Carlin dan Anzel. Suasana ricuh tak karuan.

Di situ rasanya campur aduk. Tak tau apa yang harus aku lakukan saat itu. Tiba-tiba Daffin datang dan mencoba mencairkan suasana yang sedang panas.

“ Udahlah, santai aja. Kalian itu apa-apaan si. Kalau ada masalah selesaiin dengan baik-baik dan dengan kepala dingin ya..” Daffin mencoba menenangkan suasana agar tidak terjadi keributan.

Seketika semuanya terdiam. Tidak ada yang berani melontarkan satu kata pun. Anzel pergi dengan emosi dan disusuli Carlin dibelakangnya. Masalah belum terselesaikan.

 “ Udah Len. Biarin mereka pergi. Yang penting lo udah ngejelasin semuanya.” Kata Nesya.

 “ Tapi kan Nes. Gue belum selesai ngomong,”

Akhirnya, kesalahpahaman ini tidak ada ujungnya. Bukannya mereka menyadari kesalahannya dan meminta maaf, malah mereka acuh seakan tidak terjadi apa-apa.

Sampai suatu ketika, ada salah seorang teman memberitahuku kalau hubungan asmara Anzel dan Carlin telah usai. Aku bertanya-tanya dalam pikiran. Oh ya? Mengapa mereka mengakhiri hubungannya? Apa ini ada sangkut pautnya dengan aku? Ah, masa iya si ini kan udah lama dari kejadian waktu itu. Bisa saja karena masalah lain. Sudahlah biarkan, toh ini bukan urusanku juga, ngapain aku pusing tujuh keliling memikirkannya.

Drett...drettt

Hpku bergetar, ternyata ada pesan masuk.

Alena, ini gue Anzel. Gue minta maaf ya buat kesalahpahaman waktu itu. Sekarang gue udah tau sifat busuknya Carlin. Gue juga udahan sama Carlin. Maafin gue ya, please.

What? Kesambet apa dia, tiba-tiba minta maaf ke aku. Tapi tidak apa-apa. Syukurlah kalau sekarang dia udah paham akan sikapnya selama ini. Ya, sebenarnya aku sudah kenal Carlin dari SMP dan semua tingkahnya. Namun, saat itu aku tahu kalau Anzel sedang cinta monyet, makanya aku tidak memberitahu dia tentang sikap buruknya Carlin yang suka berbohong. Dan dia tidak akan percaya jika aku memberitahunya saat itu.

Karena aku kepo, aku menanyakan alasan mereka mengakhiri hubungannya kepada Anzel. Kata Anzel, dia memutuskan Carlin karena Carlin mengkhianatinya dan menjalin kasih dengan orang lain. Alias selingkuh. Anehnya, padahal beberapa hari lalu aku diceritakan oleh temanku mereka putus karena Anzel yang mendua dari Carlin. Parahnya lagi, Carlin sendiri yang mengatakan hal tersebut kepada temanku. Memang sudah kelewatan sikap Carlin. Suka berbohongnya tidak pernah hilang dari dirinya dan merasa bahwa yang ia lakukan tidak salah. Aku berharap, semoga Carlin bisa segera sadar akan kesalahannya selama ini yang ia perbuat kepada orang lain.

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Revika Inta N.K

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Topeng Asmara

Minggu, 5 Desember 2021 13:00 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua