Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno
Refleksi Perjalanan Menjadi Finalis 100 Besar Baznas Santripreneur 2025
9 jam lalu
Santri juga bisa berdaya. Finalis 100 besar Baznas Santripreneur adalah langkah awal menuju keberkahan.
Sebuah Momen yang Menggetarkan
Ada momen dalam hidup yang terasa biasa-biasa saja, ada pula momen yang mampu mengubah arah perjalanan seseorang selamanya. Menjadi bagian dari 100 besar finalis Baznas Santripreneur Klaster Haji dan Umrah adalah salah satu momen yang saya sebut sebagai one in a million moment. Momen yang tidak datang setiap hari, tidak dimiliki oleh setiap orang, bahkan mungkin sekali dalam seumur hidup.
Saya masih ingat ketika pengumuman itu keluar. Hati saya berdegup kencang, seperti sedang menunggu hasil ujian yang menentukan kelulusan. Bukan hanya soal nama saya yang tercantum di daftar finalis, tapi juga karena di baliknya tersimpan harapan, doa, kerja keras, serta mimpi yang sudah lama saya rawat. Saat itu saya merasa, langkah kecil yang dulu saya ambil kini sedang digiring menuju jalan yang lebih besar.
Santri, Entrepreneur, dan Jalan Hidup yang Tidak Biasa
Bagi sebagian orang, menjadi santri sering diidentikkan dengan dunia kitab kuning, ngaji, ibadah, dan pengabdian terhadap lembaga pesantren. Namun, hidup selalu memberi warna yang lebih luas. Saya percaya, menjadi santri bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga tentang menjemput masa depan dengan cara yang kreatif, berdaya, dan bermanfaat bagi umat.
Itulah mengapa saya menaruh perhatian pada dunia wirausaha, khususnya dalam bidang haji dan umrah. Sebuah bidang yang tidak sekadar bisnis, tetapi juga ladang pelayanan spiritual bagi umat Islam. Di sini, ada doa-doa yang dipanjatkan, ada air mata haru yang menetes, ada perjalanan hati yang dituntun menuju tanah suci, dan ada doa ibu yang selalu menyertai. Mengelola bisnis di sektor ini bukan semata mencari keuntungan, tetapi juga menjaga amanah Allah dan Rasul-Nya.
Perjalanan saya memasuki dunia ini bukan tanpa rintangan. Ada masa-masa saya merasa kecil, merasa tidak punya apa-apa dibandingkan para pengusaha besar yang sudah jauh melangkah. Namun, dari pesantren saya belajar yang penting bukan seberapa besar modal awalmu, tapi seberapa kuat keyakinanmu untuk melangkah.
Ketika Doa dan Usaha Bertemu di Persimpangan
Sejak awal, saya tidak pernah membayangkan bisa sampai di titik ini. Namun, setiap langkah saya selalu saya niatkan sebagai bagian dari doa dan ikhtiar. Saya percaya, ketika doa yang tulus bertemu dengan usaha yang sungguh-sungguh, Allah akan membukakan jalan yang tidak pernah kita sangka.
Ada satu doa yang selalu saya ucapkan: “Ya Allah, jadikanlah setiap langkahku bermanfaat bagi banyak orang, dan mudahkanlah aku untuk menjadi jalan kebaikan bagi sesama.” Doa itu sederhana, tetapi mengiringi setiap keputusan, termasuk ketika saya memberanikan diri mendaftar ke program Baznas Santripreneur.
Saya tahu ribuan orang lain juga mendaftar, masing-masing dengan cerita perjuangannya sendiri. Tetapi saya percaya, yang membuat kita berbeda bukan hanya ide atau proposal, melainkan ketulusan niat. Dan ternyata, Allah menjawab doa itu dengan cara yang indah berwujud nama saya ada di daftar finalis.
Matrikulasi: Fondasi Awal Sebuah Perjalanan
Tahap pertama yang menanti saya adalah matrikulasi. Mungkin terdengar sederhana, hanya sebuah pelatihan awal untuk membuat proposal bisnis. Tetapi bagi saya, ini seperti sedang menata fondasi rumah. Tanpa fondasi yang kokoh, rumah sebesar apa pun akan mudah roboh.
Di sini saya akan belajar bahwa proposal bisnis bukan sekadar dokumen formal, melainkan cermin visi dan misi hidup. Bagaimana saya memandang usaha ini bukan hanya sebagai sumber rezeki, tetapi juga sebagai amanah sosial. Setiap kata yang saya tulis dalam proposal, saya anggap sebagai janji kepada Allah dan manusia. Bahwa saya ingin hadir bukan hanya untuk berdagang, tetapi untuk memberikan keberkahan.
Seleksi Audisi: Saatnya Bicara dengan Hati
Tahap berikutnya adalah seleksi audisi, atau yang sering disebut pitching. Ini adalah momen di mana setiap peserta harus berbicara langsung kepada juri tentang ide bisnisnya. Jujur, ini adalah tahap yang membuat saya paling deg-degan.
Bagaimana mungkin dalam waktu beberapa menit saya bisa meyakinkan dewan juri bahwa usaha ini pantas diperjuangkan? Tetapi kemudian saya sadar, bukan kata-kata indah yang mereka cari, melainkan keaslian, kejelasan, dan kejujuran.
Saya pun memutuskan untuk tidak terlalu banyak bermain retorika. Saya akan bicara dari hati tentang mengapa usaha ini penting, bagaimana manfaatnya bagi umat, dan apa yang membuat saya rela berkorban demi mewujudkannya. Saya percaya, hati yang tulus akan lebih mudah mengetuk hati yang lain.
Bootcamp: Madrasah Intensif Kewirausahaan
Apabila Allah mengizinkan saya lolos ke tahap berikutnya, maka bootcamp akan menjadi titik penting. Bayangkan, lima hari penuh dikelilingi oleh mentor hebat, sesama finalis yang bersemangat, serta suasana belajar yang intensif.
Saya membayangkan bootcamp ini seperti madrasah intensif kewirausahaan. Di pesantren, saya terbiasa bangun dini hari untuk belajar kitab. Di sini, saya akan bangun dini hari untuk belajar strategi bisnis, manajemen, hingga kepemimpinan. Bagi saya, keduanya sama-sama ibadah, karena keduanya bertujuan untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat tidak hanya untuk diri sendiri.
Grand Final: Panggung Pengabdian, Bukan Sekadar Kompetisi
Grand Final akan menjadi puncak dari semua tahapan. Tetapi saya ingin menekankan pada diri saya sendiri ini bukan sekadar panggung kompetisi, melainkan panggung pengabdian.
Saya tidak ingin berdiri di depan juri hanya untuk menunjukkan betapa hebatnya saya. Saya ingin berdiri di sana untuk menunjukkan betapa besarnya peluang kebaikan yang bisa kita raih melalui bisnis jasa penyelenggara haji dan umrah. Jika kelak saya bisa menjadi bagian dari 50 orang terbaik yang tampil di panggung itu, maka saya ingin hadir bukan sebagai pesaing, melainkan sebagai sahabat perjuangan bagi yang lain.
Pendampingan 6 Bulan: Titik Awal Perjalanan Sebenarnya
Banyak orang mengira bahwa puncak perjalanan ini adalah Grand Final. Padahal, bagi saya, puncak sebenarnya adalah pendampingan 6 bulan setelahnya.
Inilah tahap di mana mimpi diuji oleh kenyataan. Tidak ada lagi tepuk tangan penonton atau sorak sorai lomba. Yang ada hanya kerja keras, konsistensi, dan kesabaran. Tetapi justru di sinilah kita bisa membuktikan apakah usaha ini hanya sekedar ide lomba, atau benar-benar sebuah karya yang hidup dan berkelanjutan.
Saya membayangkan enam bulan itu seperti musim tanam. Setiap benih ilmu, pengalaman, dan jaringan yang saya dapatkan harus ditanam dengan penuh kesabaran, dirawat dengan ketekunan, dan dipanen di masa depan.
Makna Menjadi Bagian dari 100 Besar
Bagi sebagian orang, mungkin menjadi finalis 100 besar hanyalah pencapaian kecil. Tetapi bagi saya, ini adalah pengakuan dan kesempatan. Pengakuan bahwa jalan yang saya pilih tidak sia-sia, dan kesempatan untuk belajar lebih jauh. Kesempatan untuk terus menambah relasi dan jejaring koneksi banyak orang dengan latar belakang yang berbeda.
Saya sadar, dari ribuan santri yang mendaftar, hanya 100 yang dipilih. Itu berarti, setiap nama yang tercantum adalah hasil dari doa, ikhtiar, dan keberkahan. Maka saya tidak boleh menyia-nyiakannya. Saya harus menjadikan momen ini sebagai batu loncatan untuk melompat lebih tinggi.
Refleksi Batin: Antara Syukur dan Tanggung Jawab
Ketika saya merenung, ada dua perasaan yang paling kuat yakni rasa syukur dan tanggung jawab.
Syukur, karena Allah telah mengizinkan saya menapaki jalan ini. Syukur, karena doa-doa saya terjawab dengan cara yang indah. Syukur, karena bisa membawa nama baik almamater ataupun daerah saya berasal.
Tanggung jawab, karena di balik ini semua ada amanah besar. Amanah untuk menjaga nama baik santri, amanah untuk mengembangkan usaha dengan jujur, dan amanah untuk membawa manfaat bagi umat.
Saya sadar, keberhasilan sejati bukanlah ketika saya berdiri di panggung Grand Final sebagai juara, melainkan ketika saya bisa membuat usaha ini benar-benar memberi manfaat bagi banyak orang.
Visi ke Depan: Dari Santri untuk Umat
Mimpi saya sederhana yakni saya ingin usaha ini menjadi jalan keberkahan. Saya ingin jamaah haji dan umrah tidak hanya merasa terlayani secara teknis, tetapi juga secara spiritual. Saya ingin setiap perjalanan mereka ke tanah suci dipenuhi dengan ketenangan, keyakinan, dan kebahagiaan.
Lebih dari itu, saya ingin membuktikan bahwa santri juga bisa menjadi pengusaha. Santri bisa mengelola bisnis dengan profesional, jujur, dan penuh inovasi. Santri bisa bersaing tanpa kehilangan akhlak.
Penutup: Sebuah Perjalanan yang Baru Dimulai
Menjadi finalis 100 besar Baznas Santripreneur bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang. Saya tahu jalan ini tidak mudah, tetapi saya percaya setiap langkahnya penuh dengan makna.
Saya ingin menutup refleksi ini dengan satu keyakinan: “Jika niat kita lurus, usaha kita sungguh-sungguh, dan doa kita tidak pernah putus, maka Allah akan mengantarkan kita ke tempat yang lebih baik dari yang kita bayangkan.”
Inilah refleksi saya. Sebuah catatan perjalanan yang mungkin sederhana, tetapi saya tulis dengan hati. Semoga momen ini benar-benar menjadi one in a million moment yang tidak hanya mengubah hidup saya, tetapi juga membawa kebaikan bagi banyak orang.

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing
8 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler