x

sumber: dokumentasi pribadi

Iklan

Naila Ramya Anindhita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 Desember 2021

Rabu, 8 Desember 2021 10:38 WIB

Meet me in Amsterdam

berkisah tentang sepasang sahabat yang berpisah karena kecerobohannya, serta reuni haru nya di Negeri kincir angin, Belanda

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

meetmeinamsterdamanin

2015
  Kelulusan, hari yang sudah pasti di nanti bagi seluruh siswa di sekolah menengah atas. Rasa penasaran akan realita dewasa, sudah siap dihadapi. Tak lupa euforia, serta haru yang membara. 
  Hampa, acara kelulusan kali ini menurut Shirin hanyalah Hampa. Tak ada sedikitpun perasaan yang ia rasakan, kecuali, ia ingin cepat pulang. Disaat siswa lainnya narsis mengabadikan momen tetakhirnya di SMA, Shirin dengan wajah masamnya, langsung mengajak orang tuanya untuk pulang. 
  "Nanti kita harus foto wisuda di studio setelah hari kelulusan" Ucap Gadis yang tengah bersemangat menyampaikan impiannya setelah melihat katalog Studio. 
  "Iya nanti kita foto"
  "Pakai Kebaya kannn???"
  Sambil tersenyum melihat tingkah sahabatnya, ia tertawa ringan kemudian mengangguk. 
  Tapi Sudah lah, itu hanya wacana. 
  Ashalina hanya berbaring di kasur, sambil membayangkan betapa asyik nya acara kelulusan hari ini. Kegiatan yang ia tunggu bahkan semenjak kelas sepuluh. Bukan karena satu dan lain hal gadis itu tidak mau datang. Tapi karena sesuatu yang ia hindari, sesuatu yang ia rindu tapi tak berani ia peluk kedalam dirinya kembali.

saat itu..
  "Aku ga nyangka Rin," Sambil menggenggam sebuah buku Diary, dengan air muka yang marah, serta suara yang bergetar, Ashalina membentak sahabatnya sendiri. Sahabat yang sudah berdampingan bersamanya semenjak berseragam merah putih. 
  "Kamu yang salah paham, Asha." 
  "Gak mungkin aku salah paham, ini Diary kamu, berarti kamu jujur di buku ini!"
  "Kamu ga bisa memaksa keadaan dan perasaan, Asha."
  Ashalina tertawa sumbang mendengar Shirin mengemukakan pendapatnya, Ia melihat sahabatnya menahan tangis, tetapi emosinya, yah, sama saja, masih menguasainya.
  "Kalau kamu bilang begitu, artinya kamu setuju sama apa yang aku bilang."
  "Iya Asha!"
  "Tapi Kurang baik apa aku sha?" Shirin tak bisa diam saja, Jika sahabatnya bisa membentaknya, maka ia juga. "Aku diem, biar kamu gak pernah tau." 
  "Payah, kamu Sahabat palsu." Ashalina meninggalkan Shirin sendirian, di Taman yang sepi dengan buku Diary yang usang. 
Kali terakhir, mereka berbicara, tak ada lagi pelukan, ataupun saling mendukung. 
2021
  Ashalina, 24 Tahun dengan kacamata berbentuk bulat yang khas masuk ke dalam ruangan milik Atasannya. Ia memutuskan untuk resign dari pekerjaannya yang menjadi tim kreatif di salah satu perusahaan tv swasta. Bukan karena tak nyaman bekerja di perusahaan tersebut, tapi karena ia merasa membutuhkan lebih banyak pengalaman jurnalistik di hidupnya. 
  Setelah membaca surat pengunduran diri yang dibuat Asha, Farel, atasan Asha memberi sedikit komentar dengan nada bercanda "Kamu yakin Asha? Padahal kinerja kamu bagus, gajinya kurang ya?" 
  "Nggak mas, cukup banget tapi kan saya butuh pengalaman lebih juga hehe."
  "Kalau saya naikin kamu jadi Kadiv, masih mau resign?"
  "Aduh.. Enggak mas, soalnya tempat yang nawarin saya udah impian banget dari dulu."
  Farel hanya menggelengkan kepalanya, sambil tertawa kecil. "Iya saya accept, selesaikan tugas tugas kamu ya? sampai satu minggu kedepan."
  Bukan hal yang sulit mengajukan surat resign kepada atasannya, Farel sangat humble, hanya berjarak 3 tahun dari Asha. Ia bersyukur, Tuhan tidak pernah memberikan kesulitan di dalam hidupnya.
-
  Shirin bosan bekerja di perusahaannya sekarang, jarang ada libur, dan para seniornya kurang toleransi. Tapi penyiksaan itu hanya berlaku sebentar lagi, Ia melamar kerja di salah satu stasiun tv swasta, setelah mengirim surat resign kepada Bos nya. Mungkin beberapa orang menginginkan menjadi karyawan di tempat Shirin bekerja, apalagi Perusahaan yang ia singgahi adalah salah satu Perusahaan terbesar di Indonesia. Ah, tapi Shirin memilih untuk menjaga kesehatan mentalnya ketimbang gaji yang tinggi. 
  "Mbak, beneran pindah nih?" Tanya Laras, juniornya di Perusahaan.
  "Jadi Ras." Shirin membisikkan sesuatu ke telinga Laras "Udah gak betah." Bisiknya lalu terkekeh pelan.
  "Doain aku nyusul ya mbak, doain juga semoga resign nya ga susah." Shirin tertawa mendengar kalimat yang di ucapkan Laras. "Aamiin ya Ras."
  "Berarti kita bakal jarang ketemu dong mbak?" 
  "Bisa ras, kalau kamu butuh temen cerita bilang aja ya." Shirin memeluk Laras yang nada bicaranya berubah menjadi sendu.
_
  Shirin menghadap atasan barunya, Perusahaan yang ia pilih memang sangat amat tepat. Kantornya rapi, di sediakan snack untuk para karyawan, bahkan ruangan kerjanya pun tidak monoton seperti di kantor lamanya. Atasannya humble, teman teman barunya ramah. Jauh beda dengan apa yang ia rasakan dahulu. 
  Shirin membawa beberapa barangnya untuk ia bereskan di ruangan barunya. Tapi sepertinya pemilik ruangan yang lama masih menyisakan beberapa barangnya, atau memang sengaja ditinggal? 
  Masih ada table name bertuliskan "Ashalina" dan beberapa barang yang Shirin merasa pernah melihat sebelumnya. 
Ia tak ambil pusing, tak ingin banyak berpikir, ia kembali menata barang barangnya. 
  Jam makan siang pertama di kantor baru. Para penghuni kantor pun menyambut Shirin secara ramah, mengajak Shirin makan di kafetaria sekaligus menjadi ajang perkenalan.
  "Kamu kenapa pindah kesini Rin?"
  "Pengen cari pengalaman aja hehe."
"Pengen cari pengalaman, atau gak betah di kantor yang sebelumnya?" Shirin hanya nyengir, tak berani juga menjawab jujur mengenai perusahaan lama nya. Tapi teman teman barunya pun paham apa maksud senyum yang diberikan. 
  "Padahal katanya si Asha pindah ke perusahaan mu yang dulu loh Rin." 
  "Asha siapa? Ashalina?"
  "Iya, yang ruangannya kamu pakai sekarang." 
  Shirin merasa ragu, apakah orang itu yang di maksud? Ia kembali ke ruangannya, masih membereskan barang barangnya. Shirin hendak memasukkan alat kantornya di laci. Tapi perempuan itu menemukan beberapa notes dan satu polaroid yang dari penampilannya ketara kalau foto itu di ambil sejak lama.
Jadi, beneran dia?
  -
    "Mbak, Ayo makan siang sama aku." Tawar Laras  adik tingkatnya yang baru pada Asha
  "Ayo Ras, makasih ya udah ngajak aku."
  Ia tidak menyangka Perusahaan impiannya, tidak memperlakukan dengan baik di hari pertamanya. Terbesit sedikit penyesalan.
  "Mbak, kenapa deh pindah kantor?"
  "Disini itu perusahaan impian mbak dari dulu Ras."
  "Ekspektasi tidak seindah Realita ya mbak?" Tanyanya sambil tertawa lalu menyuap makan siangnya. 
  "Hush, kamu ini."
  "Tapi bener kan mbak? Padahal temenku baru aja pindah kantor karena gak betah kerja disini, pindahnya ke Kantor mbak Asha yang dulu tau."
  "siapa namanya?"
  "Shirin."
  2022
  Sudah hampir setahun semenjak Asha pindah kantor, kalau dibilang betah sih enggak, tapi kalau mau balik ke kantor yang dulu, gak mungkin banget. Ia jadi sering mampir ke salah satu coffee shop dekat kantor lama nya untuk melihat kegiatan di sekitar sana sambil menenangkan diri. 
  "Halo Asha?" Perempuan itu melamun, tapi setelah menganali suara familiar itu, ia langsung berusaha kembali fokus.
  "Eh," Farel duduk di depan Asha, "Saya boleh kan duduk disini?" Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum tipis. 
  "Gimana kabar kamu? Baik?"
  "Mas Farel baik? Kantor gimana Mas?"
  "Hahaha sepi, gak ada kamu." 
  Mereka melanjutkan perbincangannya, berbicara mengenai kabar satu tahun kebelakang, apa saja yang telah terjadi di antara mereka.
  Tidak hanya sekali dua kali, Mereka jadi sering bertemu semenjak kejadian tidak sengaja itu. Mereka jadi jauh lebih dekat, saling terbuka satu sama lain.
  Suatu sore dalam pembahasan santai di coffee shop yang sama, 
  "Namanya Shirin, kayaknya dulu dia satu SMA ya sama kamu? Asha kikuk, ingin menghindari pertanyaan ini. 
  "Duh, saya lupa Mas, lama gak berhubungan sama temen sekolah."
  "Tapi Shirin bilang, iya dia teman sekolah kamu." Melihat reaksi tak nyaman Asha, Farel mengganti topik dan meminta maaf atas ketidaknyamanan yang di rasakan Asha.
-
  Bekerja di perusahaan yang sekarang sangat sangat betah. Shirin bahkan tak keberatan jika harus sering lembur jika teman temannya membuatnya nyaman. Tapi setelah perbincangannya dengan Atasannya hari itu, 
  "Kamu kenal sama yang namanya Ashalina ya?" 
  "Iya pak, teman saya zaman sekolah dulu."
  "Dia di perusahaan kamu yang dulu sekarang, persis ada di posisi mu yang dulu. 
  Shirin tidak tau harus merespon apa.
  "Berarti kalian tukeran posisi ya ini? Masih saling kontak nggak nih?"
  Shirin jadi tidak pernah tenang. Ia tau sendiri Perusahaan nya sangat membuat dirinya tidak betah. Ia memikirkan bagaimana nasib sahabatnya, atau mungkin mantan sahabat?
  Dia juga berkali kali bertemu dengan Laras untuk menanyakan kabar Asha, cerita Laras membuat Shirin merasa khawatir. Kata adik tingkatnya di kantor itu, Asha sering dimanfaatkan oleh Senior, sering diberi jam lembur, dan jam tidurnya tak karuan. Apalagi Laras yang bercerita hendak keluar kantor, dan Asha yang tidak punya partner baik selain Laras, lalu siapa?
  -
  "Rin, Saya kasih kamu tiket ke Belanda satu minggu."
  "Buat apa ya mas?"
  "Reward buat kamu, kinerja kamu bagus."
  "Hah? Seriusan ini Mas?" Farel mengangguk, turut senang atas reaksi yang diberikan oleh salah satu karyawannya. 
-
  "Sha, saya kan punya tiket bonus ke belanda nih, kebetulan saya gak bisa, kamu mau?"
  "Aduh, kalo mau sih mau mas."
  "Tapi?" Asha tertawa, belum sempat ia menyebutkan alasannya, Farel sudah bisa menebak.
  "Ya tau sendiri lah Mas, susah dapet izinnya."
  "Makanya, jadi karyawan saya aja hahahaha."
  "Jangan gitu dong Mas." Keluh Asha malu.
  "Nanti saya yang izinin ke atasan kamu, Pak Hartono kan?" 
  "Emang bisa? Seriusan Mas?" Tanya Asha memastikan, Farel mengangguk sebagai jawaban.
  Setelah menempuh perjalajan selama kurang lebih 17 jam, akhirnya Shirin sampai di kota Amsterdam belanda, ia di jemput orang yang sudah di amanahi oleh Farel untuk mengantar karyawannya ke penginapan. 
  Memasuki area Amsterdam, Shirin teringat perbincangan dengan sahabat lamanya.
  "Rin, Belanda itu indah banget."
  "Kalau sudah besar kita ke belanda ya?" 
  Aku sudah di belanda, Sha. Batin Shirin.
  Sesampainya di hotel, ia melihat ada gadis yang perawakannya sangat ia kenal hendak masuk ke dalam kamar, yang ternyata berhadapan dengan kamar Shirin. Ngehayal.
  Asha langsung membuka gorden kamarnya, terlihat pemandangan kota Amsterdam yang indah serta mengesankan. Lalu ia merebahkan dirinya ke dalam kasur, menyalakan penghangat ruangan dan menikmati kesempatannya untuk beristirahat. 
  Tak lupa memberi kabar kepada Farel bahwa ia telah sampai di Belanda. Asha juga bingung, di antara banyaknya negara, kenapa harus Belanda? Mengingatkan ia pada masalalunya. 
  "maaf ya, aku ke Belanda sendirian."
  Mengikuti saran dari Farel, pada saat malam hari Asha pergi ke salah satu kanal di amsterdam, mengabadikan beberapa foto keindahan Belanda, lalu mengunggahnya ke sosial media nya. Laras, adik tingkatnya di kantor pun mereply 
  "mbak Shirin juga lagi di Belanda deh kayanya." 
  Tak mau ambil pusing, Asha kembali ke penginapan, Ingin beristirahat di hotel saja dan mengabaikan balasan dari Laras. Ia juga tak mau kesiangan besok pagi, sesuai dengan rekomendasi Farel, Asha akan pergi ke Anne Frank House Museum. Saat hendak masuk ke dalam kamar hotelnya, ia berpapasan dengan seseorang yang familiar baginya. Tapi bukan, tidak mungkin itu dia, batinnya.
  Apa benar Asha juga ada di  Belanda? entah, Shirin tidak tahu. Ia hanya ingin keluar sebentar untuk menikmati musim dingin di Negeri ini. Indah, menakjubkan, dan menenangkan. 
  Kalau seandainya aku bertemu denganmu lagi, aku ingin memelukmu. Kalau seandainya aku bisa bertemu denganmu lagi, aku ingin mengucap beribu rindu. Kalau seandainya aku bertemu denganmu lagi, aku ingin mengatakan bahwa tanpa dirimu duniaku sepi. Tuhan, kapan aku bisa selesai berandai?
   Menikmati udara sejuk Kota Netherlands, melihat damainya kota ini. Asha berjalan menuju Anne Frank House Museum yang berisi tentang Biografi seorang Annelies Marie. Ia adalah seorang Yahudi korban Holokaus yang sering dibicarakan. Mengabadikan beberapa foto, serta sedikit demi sedikit memahami apa yang di beritahukan oleh tour guide yang ada. 
Dugg
  "I'm sorry, my bad" 
  "Nah, its okay." Mereka sama sama membenarkan pakaian dan rambut yang berantakan sebelum melihat satu sama lain.
  "Asha?" Tak peduli, Shirin tak akan kabur kali ini.
  "Rin?" 
  Air mata mereka berdua sudah memenuhi netra masing masing. Tak mampu bergerak tapi tak mampu berbicara.
  "Kamu di belanda juga?" Shirin berusaha membuka percakapan, Asha hanya mengangguk. "Kerja?" Asha menggelengkan kepalanya. Akhirnya mereka berdua pergi bersama, dengan sunyi. Berhenti di satu kanal yang kebetulan sepi. 
  "Maaf"
  "Maaf"
  Ucapan maaf secara bersama, dengan Tangis dan peluk yang lama tak jumpa. Menjelaskan bahwa selama ini mereka saling merindu, saling ingin melindungi. 
 "Ga jelas banget, dulu kita marahan sampe gajadi foto wisuda bareng." Masalah yang lalu hanya jadi bahan bercanda sekarang
  "Aku malah gak berangkat wisuda." Mereka menertawai kejadian lawas lagi. 
  "Dulu kita masih terlalu childish, gak seharusnya kita marahan karena suka laki laki yang sama. Kita jadi ngelewatin banyak momen bareng."
  "Harusnya pada saat itu, kita fokus belajar aja." 
   "Setelah ini kita harus bareng terus ya, Rin"
  "Pasti Sha."
 Handphone milik Asha berbunyi, ada pesan dari Farel.
Mas Farel
Selamat Reuni ya kalian berdua.
Sha, saya suka sama kamu, jangan berantem karena laki laki lagi sama sahabat kamu. Mau hidup sama saya?
Ah ternyata, Ini semua rencana Farel.
  "Rin, lucky to meet you, makasih banyak ya."
  "Maaf juga ya Sha, we should be together sampe kok tua. Aku gak akan suka sama suami kamu kok, tenang" katanya sambil tertawa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Naila Ramya Anindhita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB