Datang Telanjang Pergi Telanjang
Oleh: Suhana Lim
Kemarin saya menyumbangkan tiga buku mengenai mimpi. They have been with me for several years. Dua adalah pemberian dari klien, yang satunya saya beli. Entah kenapa saya tidak begitu tertarik dengan dunia permimpian. Lebih senang yang beneran nyata dan riil saja. Salah satu penyebab mimpi ialah karena apa yang kita dambakan belum atau tidak kesampain. Jadilah atau bermanifestasi lah dalam mimpi.
Selain itu, juga untuk “detoks” diri dari hal-hal yang bagi saya tidak esensial. Tidak mau dibebani excess baggage. Banyak yang tidak sadar menjejali diri dengan aneka hal (termasuk ilmu) yang tidak relevan dan penting. Alih-alih bikin tambah lihai, malah akhirnya bingung binti keblinger. Bukannya bikin otak tambah tajam malah membuat wawasan penuh polusi. Ibarat orang tidak tahu diri dan serakah makan segala macam dan banyak, akhirnya malah muntah dan sakit perut.
Saat kita baru lahir, kandungan energi yang (+) sangat berlimpah. Seiring bertambahnya usia maka akan makin berkurang hingga pada saat meninggal dimana energi yang (+) kita menjadi nol. Jadi bukan tanpa sebab mengapa anak-anak dan remaja begitu aktif dan gak bisa diam. Selalu bergerak, sebaliknya semakin tua semakin “males” alias kurang aktif.
Sejak bayi hingga usia 20 an, adalah waktu yang paling ideal buat menyerap banyak hal. Daya “sedot” semua indera kita lagi top markotop nya. Itu mengapa adalah periode yang tepat buat menimba ilmu. Seliwat umur-umur tadi, kemampuan menyerap kita mulai menurun. Tidak heran kalau sudah tua, koq rasanya begitu susah belajar dan otak seakan bebal dan tumpul.
Dari sisi filosofi dan spiritual, sejak lahir hingga akhir 40 an, saatnya buat mengumpulkan. Mengumpulkan apa saja, ya ilmu, ya materi, dan semua yang berhubungan dengan keduniawian. Hal ini merupakan kodrat. Diatas umur setengah abad, timing yang tepat buat mulai bersiap diri “melepaskan” semuanya. Dengan begitu kita tidak terikat sehingga akan berat untuk meninggalkan dunia nanti. Inilah perwujudan nyata dari ungkapan “kita datang kedunia “telanjang” dan tidak bawa apa-apa, kita meninggalkan dunia pun “telanjang” dan tak bawa apa-apa.” Inilah maksud dari kalimat “from dust to dust, from ashes to ashes.”
Kebanyakan atau kekurangan harta sama buruknya. Kalau kebanyakan bikin bingung dan akan sayang/berat meninggalkan dunia. Memperbesar resiko terjadinya rebutan warisan bagi yang ditinggalkan. Kekurangan harta sama bikin susahnya, kemungkinan besar akan sedih akan feel guilty, feel ashame and regret. Bagi yang ditinggalkan pun mungkin harus mewarisi membayar hutang-hutang yang ditinggalkan oleh almarhum/almarhumah.
Akan ideal dan baik kalau kita bisa sesekali melakukan “detoks” dalam hidup. Agar kita tidak “kegemukan.” It's good for your physical and emotional well being.
Ikuti tulisan menarik Suhana Lim lainnya di sini.