x

Kekuasaan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 5 Maret 2022 05:05 WIB

Penyakit Superiority Complex Berpandemi?

Sampai kapan, rakyat akan tenang dan tentram? Di tengah duka yang dirasakan oleh rakyat dan tak berujung, rakyat pun tetap dijadikan bintang tumpuan berbagai kepentingan. Ya suaranya. Ya uangnya. Semua terus diperas. Si superiority complex pun terus merajalela dan menular.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sadarkah, bahwa saat ini, di negeri ini, kita terus menjadi saksi, menjadi penonton sekaligus korban dari perbuatan orang-orang yang superiority complex dan cuma merasa superiority complex. Hingga terkadang, kita jadi ikut-ikutan menyadang gelar orang yang merasa superiority complex.

Superiority complex jadi pandemi

Sampai-sampai di lingkungan terkecil sebuah keluarga saja, seorang istri terus muncul menjadi si superior. Seorang anak pun menjadi si superior. Di jalanan, para preman menjadi superior tak beda dengan para pelajar dan massa yang suka tawuran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semua ini akibat dari keteladanan dan tontonan tak berkesudahan di berbagai lini kehidupan yang terus memanggungkan keangkuhan si superior. Padahal, si superior itu adalah orang yang hanya memanfaatkan kedudukan, memanfaatkan situasi, kesempatan, tetapi dasarnya banyak si superior yang sebenarnya tak memiliki kecerdasan intelegensi dan personaliti mumpuni, tak kompeten, tak mumpuni dalam bidangnya mau pun hal-hal yang selama ini diagungkan dan dibangggakan. Hanya untuk sok-sok-an, gaya-gaya-an, aji mumpung, menjilat, dan lain sebagainya.

Luar biasa, tanpa disadari, si superior ini terus merajalela beranak-pinak. Lebih berpandemi dari virus corona.@ Malah baru-baru ini, juga ada.yang sampai marah karena apa yang sudah menjadi keinginannya ada.yang menentang dan tidak setuju. Begitukah sikap superiority yang benar?

Apa itu superiority complex?

Harus disadari, dipahami dengan CERDAS! Superiority complex adalah perilaku yang menunjukkan seseorang percaya bahwa dirinya lebih unggul dari orang lain. Faktanya, banyak orang yang hanya merasa sebagai si superiority complex.

Karenanya, kita dapat melihat dalam kehidupan nyata dan dunia maya, orang dengan kondisi ini selalu tampil dengan pendapat berlebihan tentang diri mereka sendiri. Mereka mungkin percaya bahwa kemampuan dan pencapaian mereka melebihi orang lain. Meski mereka juga sadar, dengan berperilaku sok merasa Superiority complex, sebenarnya hanya kamuflase untuk menyembunyikan harga diri rendahnya atau rasa rendah diri.

Dari berbagai literasi, saya simpulkan bahwa orang yang bersikap superiority complex, sejatinya bagian dari mekanisme pertahanan untuk rasa ketidakmampuan akan suatu hal yang sedang diperjuangkan. Akibatnya, orang dengan gaya superiority complex, seringkali memiliki sikap sombong terhadap orang-orang di sekitar mereka demi untuk menutupi perasaan gagal atau kekurangan yang mereka miliki.

Untuk mengidentifikasi apakah saya sudah terjangkit sok merasa superior atau sebaliknya, saya memang benar orang yang superior, coba lihat identifikasi.

Apakah saya orang yang suka melebih-lebihkan pencapaian prestasi misalnya? Apakah saya sulit untuk mengakui kesalahan yang saya perbuat? Suka menentang pendapat orang lain? Marah ketika ada yang menentang?

Apakah saya selalu meninggikan diri di setiap hal? Menonjolkan diri?

Apakah saya orang yang mampu mengantisipasi bagaimana bertindak mengetasi masalah, tapi sembunyi di balik kekuatan orang lain agar tetap dianggap lebih unggul?

Apakah saya adalah orang yang mengangap bahwa orang lain berada di bawah mereka tanpa fakta dan bukti yang nyata?

Lalu, memaksakan bahwa segala sesuatu harus.di bawah kendali saya? Beeikutnya langganan tersinggung bila apa yang dicitakan, diharapkan mendapat respon dan umpan balik yang negatif.

Yang pasti, dari berbagai literasi, ciri yang demikian adalah bagian dari rasa superiority complex yang terus tumbuh subur dan berkembang akibat, semisal dari karena pengaruh pola asuh atau lingkungan.

Dongeng negeri superiority complex

Bila yang kini sedang menjadi penguasa negeri ini, yang katanya dapat amanah dari rakyat, terus bertindak dan berbuat sesuka hatinya karena punya hak perogratif. Akibatnya di masa sulit pandemi, hidup rakyat jelata Indonesia yang terus merasakan ketidakadilan dan penderitaan di negerinya sendiri, justru semakin ditekan oleh kebijakan dan peraturan yang tambah membebani dan berat.

Kini, bak pementasan drama atau film atau sinteron atau FTV, rakyat jelata Indonesia terus hanya menjadi bagian peran krodit yang turut meramaikan sesuai kebutuhan naskah bak di negeri dongeng. Tetapi dalam kehidupan nyata, di Indonesia, rakyat justru terus menjadi pemeran utama yang dimanfaatkan namanya, diperas dan wajib bayar upeti.

Saat rakyat berteriak menuntut hak keadilan hingga protes dan demo, tak digubris. Malah dibenturkan dengan sesama rakyat yang berseragam, ada yang ditekan, diancam-ancam dengan berbagai dalih.

Inilah negeri yang sepertinya akan terus menjadi derita bagi rakyat, tapi menjadi dongeng kemewahan yang nyata bagi para pemimpinya yang hanya mementingkan diri, keluarga, kelompok, golongan, partai, dan kepentingan-kepentingannya dengan selalu mengatasnamakan rakyat.

Betapa superiornya mereka sekarang. Siapa pun yang coba melawan dan menghadang langkah dan kemauannya, sudah tentu akan mendapat kesulitan. Mirisnya, rakyat jelata yang menjadi bagian pengabdi setia para junjungannya itu, justru ikut-ikutan sok merasa superior, dan menjadi benteng kokoh mereka. Terus menjadi bintang di dunia maya.

Para pengikut ini, karena merasa ada di pihak penguasa, pun memanfaatkan segala hal untuk membela junjungannya, terutama dengan bercuit di media sosial dan media massa, dengan diksi kasar, nantangan, memperkeruh suasana, tak peduli bahwa tindakannya benar-benar sudah menyentuh ke akar disintegrasi bangsa.

Setali tiga uang, sebagian rakyat jelata yang merasa memiliki kekuatan massa dan dukungan pun ikut-ikutan merasa superior dengan berbagai sepak terjangnya. Melengkapi drama kisruh di negeri ini, hingga perseteruan tak berujung tak akan pernah berakhir, bila situasi dan kondisi penguasa politik tak ada perubahan.

Apa yang kini terus teraji di negeri ini, tanpa disadari benar-benar menjadi teladan buruk bagi generasi muda. Terlebih, dunia pendidikan juga terus terpuruk.

Mimpi terwujudnya Indonesia menjadi bangsa yang rakyatnya berkarakter dan luhur budi, sulit terwujud.

Malah dengan semakin menjamurnya orang-orang yang sok superiority complex, yang menular dari kalangan pemimpin, elite partai, hingga ke rakyat jelata, maka negeri ini penuh dengan tong kosong nyaring bunyinya.

Drama-drama kehidupan dalam berbangsa dan bernegara benar-benar penuh skenario dan penyutradaraan yang dipenuhi orang-orang superior palsu. Menjelma penuh superiority complex yang hanya saling berlindung, melindungi serta aji mumpung memanfaatkan kekuasaan, kedudukan, kesempatan, keberpihakan, hingga lahan menjilat.

Sampai kapan, rakyat akan tenang dan tentram? Di tengah duka yang dirasakan oleh rakyat dan tak berujung, rakyat pun tetap dijadikan bintang tumpuan berbagai kepentingan. Ya suaranya. Ya uangnya. Semua terus diperas. Si superiority complex pun terus merajalela dan menular.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB