Seorang pecinta literasi yang telah menghasilkan beberapa karya berupa artikel opini yang pernah tayang di beberapa media nasional, cerpen, puisi. Menyukai dunia politik baik dalam negeri maupun geopolitik global. Serta menggemari membaca berbagi buku terutama novel-novel yang bergenre horor, misteri dan juga spionase.

Isu Penundaan Pemilu dan Cengkeraman Oligarki

Selasa, 22 Maret 2022 14:53 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Isu penundaan pemilu merupakan usaha untuk menghambat tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Kaum oligark khawatir presiden yang terpilih pada Pemilu 2024 adalah seorang anti oligarki, pemimpin yang berpihak kepada rakyat kecil. Ini menakutkan mereka. erbagai fasilitas serta kemudahan yang didapat selama ini bisa berakhir seketika. Akses-akses kepada sumber kekuasan dan bisnis-bisnis yang menguntungkan akan berhenti. Itu sebabnya mereka ingin mempertahankan status quo.

Akhir-akhir ini dinamika politik di Indonesia mulai memanas, padahal pemilu baru akan berlangsung dua tahun lagi. Ini disebabkan gagasan penundaan pemilu yang dihembuskan para ketua umum partai politik pendukung pemerintah. Padahal Komisi II DPR baru saja menetapkan 7 anggota komisioner terpilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 5 anggota komisioner terpilih Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk periode 2022-2027, pada kamis (17/2) dini hari.

Setelah adanya komisioner KPU dan Bawaslu yang baru, jadwal pemilihan presiden telah ditetapkan yakni pada 14 Februari 2024. Tiba-tiba muncul wacana penundaan pemilu serta penambahan masa jabatan presiden juga anggota DPR selama tiga tahun. Pada awalnya ide ini dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa yang juga menjabat Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar. Tidak perlu menunggu lama, muncul lagi ide untuk penundaan pemilu yang kali ini disampaikan Ketua Umum Partai Golongan Karya, Airlangga Hartarto yang juga menjabat Menteri Koordinator Ekonomi dalam pemerintahan Jokowi.

Tidak berhenti sampai di situ, ide penundaan pemilu juga penambahan masa jabatan presiden juga disampaikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hassan yang saat ini merapat ke koalisi pemerintahan Jokowi.

Wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden ini bagaikan sebuah orkestrasi yang sedang dimainkan dan sudah direncanakan sebelumnya oleh seseorang yang berkuasa di dalam lingkar dalam Presiden Jokowi melalui para ketua umum parpol. Kemudian disusul munculnya baliho-baliho di hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia yang merasa puas dengan kinerja Presiden Jokowi sehingga layak untuk diperpanjang masa jabatannya selama tiga tahun.

Ada beberapa alasan yang disampaikan para ketua umum parpol yang mendukung ide penundaan pemilu serta penambahan masa jabatan presiden, diantaranya:

  1. Pemilu pada tahun 2024 akan memboroskan anggaran APBN yang saat ini sedang defisit dan harus ditopang dengan utang.
  2. Mendengar aspirasi dari para petani sawit yang merasa puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi selama ini.
  3. Berdasarkan analisis Big Data yang jumlahnya mencapai 110 juta orang yang membicarakan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden.
  4. Adanya perang antara Ukraina dan Rusia yang sedang berkecamuk saat ini sehingga perlu untuk menunda pemilu karena ketidakpastian global akibat perang.

Semua alasan di atas dapat dengan mudah dibantah serta dipatahkan berdasarkan logika akal sehat yang sangat sederhana.

  1. Pemilu tahun 2024 akan memboroskan dana APBN.

Komisi Pemilihan Umum telah mengajukan anggaran sebesar Rp76,6 triliun untuk pemilu 2024. Jika angka itu dikatakan begitu besar dan sangat disayangkan jika dihabiskan hanya untuk penyelenggaraan pemilu pada tahun 2024. Seharusnya dana yang besar itu bisa digunakan untuk dana pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat yang sangat membutuhkan.

Lalu bagaimana dengan mega proyek pembangunan ibu kota baru yang konon membutuhkan anggaran sebesar 500 triliun yang terkesan begitu dipaksakan. Padahal kenyataannya negara pada saat ini tidak mampu sama sekali untuk membiayai proyek IKN.

Awalnya pemerintah dengan percaya diri mengatakan bahwa ada beberapa investor dari luar negeri yang berminat berinvestasi di pembangunan IKN. Namun, tanpa diduga Soft Bank yang merupakan salah satu calon investor terbesar mengundurkan diri dari proyek tersebut tanpa memberi tahu alasannya. Mundurnya Soft Bank ini merupakan pukulan yang sangat telak bagi pemerintahan Jokowi. Kini pemerintah dibuat pusing mencari anggaran untuk pembiayaan pembangunan IKN.

Mundurnya Soft Bank ini bisa menjadi sinyal bagi investor luar negeri lainnya terutama dari negara Arab untuk mengikuti langkah yang telah diambil Soft Bank. Jika itu yang terjadi, proyek IKN bisa dipastikan akan gagal sebelum dimulai.

Jika melihat perbandingan anggaran untuk penyelenggaraan pemilu tahun 2024 dan pembangunan IKN, harusnya pemerintah dengan tegas menghentikan semua rencana pembangunan ibu kota baru dan mendukung penyelenggaran pemilu pada tahun 2024 guna mencari pemimpin baru yang dapat melayani seluruh rakyat Indonesia.

  1. Aspirasi dari petani sawit.

Jika apa yang disampaikan oleh ketua umum Partai Golkar adalah benar, maka kita dengan mudah membantahnya hanya dengan melihat kondisi yang saat ini sedang dialami masyarakat pada umumnya.

Bagaimana orang mengatakan puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Jokowi, sedangkan di saat yang sama rakyat menjerit dengan terjadinya kelangkaan minyak gorang di hampir seluruh wilayah Indonesia dan telah berlangsung selama berbulan-bulan. Bahkan sampai saat ini pemerintah melalui Kementrian Perdagangan seakan tidak mampu menemukan solusi dan mengatasi kelangkaan minyak goreng.

Yang diterima oleh rakyat selama ini adalah janji-janji manis dari Menteri Perdagangan yang mengatakan, “minyak goreng akan tersedia dalam waktu dekat dan kelangkaan tidak akan terjadi lagi.” Namun kenyataannya adalah kebalikan dari apa yang dijanjikan Menteri Perdagangan. Oleh karena itu, pemilu tahun 2024 harus dilaksanakan sesuai jadwal yang telah disepakati, tidak boleh ada penundaan dengan alasan seperti ini.

  1. Adanya big data sebesar 110 juta orang.

Jika benar ada data yang mengatakan 110 juta orang Indonesia menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu. Ada baiknya data itu bisa dibuka ke publik supaya semua orang baik dari masyarakat biasa, juga para ahli statistik dapat memverifikasi apakah data itu benar adanya atau terjadi markup sehingga memunculkan angka yang fantastis dan digunakan untuk menggiring opini masyarakat.

Tetapi sangat disayangkan, melalui juru bicara Kementrian Maritim dan Inverstasi menyampaikan big data yang mengatakan 110 juta orang menginginkan penundaan pemilu tidak dapat dibuka ke publik tanpa memberi tahu alasannya. Ini sungguh aneh dan janggal, bagaimana bisa data yang telah disampaikan ke publik tetapi publik tidak boleh mengetahui darimana sumber data itu didapat dan berasal. Dari alasan yang disampaikan sudah terlihat indikasi adanya manipulasi data untuk memuluskan rencana penundaan pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden.

  1. Adanya perang anatara Ukraina dan Rusia

   Argumen yang disampaikan oleh ketua umum PAN sangat naif juga absurd dan dapat dengan mudah dipatahkan. Apa hubungan antara perang yang terjadi di Ukraina dengan penundaan pemilu? Jawabnya adalah tidak ada hubungan langsung, tetapi pengaruh perang terhadap ekonomi Indonesia pasti akan dirasakan dalam waktu dekat. Dan sepertinya pemerintah belum memikirkan rencana juga solusi mengatasi dampak tidak langsung dari krisis yang terjadi di Ukraina terhadap ekonomi Indonesia. Pemerintah lebih sibuk dengan rencana kemping di calon ibu kota baru yang hanya bersifat seremonial saja tanpa ada arti dan makna yang mendalam.

Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu harus segera dihentikan karena semua dalil juga argumen yang diajukan tidak masuk di akal dan terkesan mengada-ada. Harusnya pemerintah dengan sisa waktu yang ada fokus menyelesaikan berbagai masalah bangsa yang seakan tidak ada habisnya, daripada sibuk melakukan pencitraan guna mendongkrak popularitas dan elektabilitas yang terus menurun selama beberapa bulan terakhir.

Dalam situasi seperti ini harusnya Presiden Jokowi segera mengambil sikap tegas dan menolak ide juga wacana penundaan pemilu serta penambahan masa jabatan presiden. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, Presiden Jokowi hanya memberi tanggapan yang sifatnya normatif serta bernakna ambigu. Dari sini kita bisa menduga ada kekuatan besar yang menginginkan Presiden Jokowi untuk terus menjabat dan berkuasa. Karena di masa pemerintahan Jokowi inilah para oligarki benar-benar mendapat karpet merah dan keuntungan yang sangat luar biasa. Oligarki yang sedang berkuasa saat ini dan dekat dengan kekuasan merasa was-was dan khawatir dengan pemilu yang akan dilangsungkan dua tahun lagi.

Apa yang oligarki khawatirkan adalah jika presiden baru yang terpilih melalui pemilihan umum ternyata adalah seorang yang anti oligarki dan sebaliknya berpihak kepada rakyat kecil. Apa yang akan terjadi kepada oligarki sungguh menakutkan dan implikasinya sangat dalam. Berbagai fasilitas serta kemudahan yang didapat selama ini bisa berakhir seketika, akses-akses kepada sumber kekuasan dan bisnis-bisnis yang menguntngkan akan berhenti.

Tidak hanya itu, presiden yang baru bisa memerintahkan aparat penegak hukum baik Polri maupun Kejaksaan untuk membongkar berbagai praktik curang yang selama ini dijalankan untuk keuntungan sendiri dan merugikan rakyat serta masyarakat kelas bawah. Dan bisa dipastikan oligarki akan dipaksa tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersaing secara adil dalam menjalankan bisnis serta usahanya.

Bagi oligarki ini tidak boleh terjadi dan harus dihentikan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden selama tiga tahun. Jika cara itu tidak berhasil, maka dengan menggunakan jalur konstitusi yaitu mengamandemen UUD 45 untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode alias 15 tahun. Saat ini adalah pertarungan untuk tetap konsisten menegakkan konstitusi dan UUD 45. Untuk agenda pemilu tahun 2024 harus dilaksanakan sesuai jadwal dengan sistem yang jujur dan adil guna memilih pemimpin baru. Pemimpin yang akan melindungi segenap tumpah darah Indonesia, pemimpin yang bekerja untuk mensejahterakan rakyat, membuka lapangan kerja, dan pada akhirnya akan membawa Indonesia menjadi negara maju dan disegani oleh negara-negara lainnya. Kita harus terus mengawal isu ini jangan sampai kita terlena dan lengah yang pada akhirnya ketika kita menyadari semuanya telah terlambat.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Frank Jiib

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler