Batara Kala & Gerhana
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Iklan
Dongeng Batara Kala dan Gerhana Bulan
Beberapa hari yang lalu, tepat liburan hari raya Waisak 2014--anakku tumben bangun sangat pagi dan minta ikut sholat subuh berjamaah di masjid. Berhubung motor matic yang biasa kupakai kehabisan bensin, jadilah kami berdua berjalan kaki. Walau agak jauh, sepertinya anak sangat menikmati perjalanan kaki yang menempuh waktu lebih dari 15 menit ini.
Ya, bagi yang pagi hari itu keluar saat hari raya itu akan tahu, ada keindahan tersendiri yang membuat siapa pun betah berlama-lama menikmati suasana langit yang sangat indah. Bulan bersinar sangat terang dan pendarannya membuat warna langit sedikit kebiruan dan oranye. Hampir mirip sunrise atau sunset. Hanya bedanya--keindahan ini dari cahaya bulan.
Namanya bocah, selalu saja ada cerita yang dibahas dari rembulan ini. Dimulai dari cerita tentang serigala dan lolongannya yang sering ditontonnya di TV ala cerita orang Barat hingga akhirnya bergeser ke dongeng tentang legenda asli negeri sendiri.
Duh, ternyata baru sadar--anak-anak jaman sekarang lebih banyak menerima cerita versi luar daripada negeri sendiri. Akhirnya, sedikit aku coba mengingat-ingat alur kisah tentang kejadian gerhana bulan yang berbeda dengan pelajaran IPS ini.
"Hah? Di caplok BATARA KALA? Siapa dia pak?" tanyanya saat kusebut sebuah nama.
Akhirnya, meluncurlah beberapa referensi tentang salah satu raksasa dalam pewayangan ini. Pertama versi agama Hindu Bali, dimana Batara Kala ini adalah putera Dewa Siwa yang bergelar sebagai 'penguasa waktu'. Dimana kata 'kala' ini sendiri juga berarti hitam atau jika dalam satuan waktu Hindu, satu kala = 144 detik.
Kemudian aku bercerita lagi tentang sang "buto" yang sama tetapi dalam versi Jawa. Dimana Batara Kala ini adalah anak Dewi Uma yang berwajah buruk, jahat dan suka berbuat onar di marcapada (bumi), dimana karena kelakuannya--Batara Kala diusir ke kawasan kahyangan baru bernama "Gondomayit".
Karena pengusiran oleh Hyang Guru inilah, Batara Kala sangat dendam dan berhasrat merusak kahyangan, apalagi ketika sedang nafsu makannya keluar. Untuk mensiasati kerusakan yang akan di lakukannya, Batara Guru mengijinkannya makan--namun dengan syarat dan makanan yang ditetapkan, yaitu:
1. Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ontang-anting
2. Pandawa lima anak lima laki-laki semua atau anak lima putri semua.
3. Kedono kedini, anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.
"Lah bagaimana jika aku punya adik empat dan laki-laki semua, apa akan dimakan Batara Kala, pak?" tanyanya dengan khawatir.
Aku pun hanya tertawa dan menjelaskan, ada istilah "ruwatan" atau sejenis upacara untuk menjauhkan kesialan atau diburu menjadi buto jahat yang satu ini. Itu pun jika masih percaya kisahnya.
Cerita semakin seru ketika masuk ke kisah inti tentang gerhana bulan. Dimana ada suatu saat ketika mendadak bulan yang sebelumnya bulat terang mendadak menjadi gelap.
Menurut cerita, kejadian ini dimulai saat sang Batara Kala yang jahat hendak mencuri air keabadian bernama Tirta Ametasari. Sebuah air surga yang khusus untuk para dewa-dewi yang baik. Karena dia tidak pernah diundang, karena kebiasaannya memakan anak-anak--ia pun diam-diam menyusup ke surga untuk mendapatkan air abadi tersebut.
Sayangnya, baru meminum sedikit dan sampai kerongkongan--tindakannya ketahuan oleh Dewa Chandra (bulan) dan melaporkan hal ini ke Batara Wisnu. Mendengar laporan tersebut, Batara Wisnu menebas kepala Batara Kala dengan senjata Chakra-nya. Akhirnya, tubuh raksasa ini jatuh ke bumi dan kepalanya tetap abadi diangkasa.
Batara Kala dendam terhadap Dewa Chandra yang memergoki tindakannya hingga ia pun bersumpah akan mengejar bulan dan memakannya.
Nah, untuk menolong Dewa Chandra--Batara Wisnu memerintahkan para penduduk bumi agar memukul lesung atau alat-alat yang bisa menimbulkan banyak suara dan kegaduhan saat bulan mulai gerhana agar Dewa Chandra bisa melarikan diri dari kejaran sang Batara Kala yang jahat.
Yak, sekian dulu dongengnya, bagi yang barusan subuhan di masjid dan melihat bulannya kok kecil? Tenang, itu bukan karena bulan lagi di caplok Betara Kala Tapi emang tanggal tua. hehehe....
Selamat pagi dan tetap Merdeka!

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Batara Kala & Gerhana
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBArtikel Terpopuler