x

sumber ilustrasi: saatchiart.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 12 Oktober 2022 18:10 WIB

Keberangkatan


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Truk-truk membawa pendatang baru di malam hari. Pengiriman makanan dan pengumpulan sampah terjadi di siang hari ketika mata yang waspada tak peduli untuk melihat terjadi apa. Tapi pendatang baru menyelinap masuk saat bayang-bayang muncul, saat matahari beristirahat dan bulan berkuasa.

Apakah mereka berasumsi bahwa kita semua tertidur? Bahwa kita telah hanyut ke dalam derasnya sungai mimpi dan akan membiarkan dosa mengetuk jiwa kita? Seperti kata-kata yang keluar dari lidah ular, kelangsungan hidup, kata mereka, bergantung pada kerja sama. Milik kita. Tanpa mata uang atau daya tarik, kita tidak dapat mendebat eksperimen mereka.

Aku mendengar truk setiap saat. Mengarahkan telinga untuk alarm peringatan. Dan saat ban berderak di kerikil, aku direnggut dari penderitaan insomnia atau, jika beruntung, dari pelukan ambivalen dalam tidur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Malam ini gonggongan anjing yang membangunkanku dan tergelincir dari tempat tidurku, mengumpulkan pakaian dari lantai dan mencuri-curi ke seberang asrama. Tapi bahkan telinga yang tuli telah mendengar hal yang sama sepertiku. Berpasang mata yang mengawasiku pergi sementara pertanyaan dan empati tenggelam dalam sinapsis lamban otak di bawah pengaruh obat.

Di halaman, cahaya obor membelah malam. Yang terpilih menunggu. Mereka diberi perintah dan siap untuk menyimpan muatan secepat mungkin. Mesin truk menderu menembus kegelapan, mengaburkan sisi keheningan. Sementara perhatian perpusat pada anak-anak, aku berjingkat di sepanjang jalan setapak dan berjongkok di tempat persembunyianku di semak-semak. Suara-suara itulah yang mengkhianati kealamian. Orang dewasa, yang telah diperintahkan untuk berbisik, mendesiskan pertanyaan mendesak. Terimalah balasan yang menggumam dari mereka yang lidahnya telah dijahit dan yang matanya berdarah karena rasa bersalah, karena ketakutan menutupi kebenaran sekali lagi.

Beradaptasi dengan kegelapan, aku melihat anak-anak turun dari truk. Siluet buram mereka adalah gumpalan di udara. Aroma ketakutan mereka yang menguar mengingatkanku pada ketakutanku sendiri. Usia dan jenis kelamin tidaklah penting. Yang terpenting adalah kuantitas.

Beberapa jatuh dari truk dan jatuh ke tanah seperti kain, mati karena kurang tidur dan kelaparan. Tubuh melemah oleh darah hitam yang menyumbat pembuluh darah.

Digiring ke dalam, atau dibawa seperti mayat, mereka ditinggalkan di asrama karantina dengan pakaian orang mati dan pintu berkunci. Di sini, mereka tidak akan berani bertanya-tanya apakah mereka akan merasa aman lagi.

Dan ketika mereka muncul saat sarapan dalam beberapa jam dari sekarang, mereka akan menutupi mata mereka yang seperti burung gereja, pucat seperti hantu dan pipi yang berlubang, dan berpura-pura mereka sudah berada lama di sini sepanjang waktu.

Dan aku akan memeriksa hitunganku untuk memastikan telah menghitung dengan benar.

Bagi kita semua di sini, integritas dan ketakutan bertabrakan. Dan kelangsungan hidup tergantung pada upaya melampaui keduanya. Bergantung pada penghitungan. Tetapi meskipun demikian, tidak ada jaminan bahwa ketika keberuntungan berbalik dia akan berpihak padamu.

Ketika palu dosa jatuh, akankah dia menunjuk ke arahku?

Kamu lihat, setiap kedatangan orang baru berarti salah satu dari kita mati.

 

Bekasi, 12 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB