x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Minggu, 8 Januari 2023 11:24 WIB

Literasi Media Sosial, Laparnya Medsos dan Kenyangnya Netizen

Ada persoalan penting dalam relasi medsos dan netizen sebagai pengguna aktif. Di sana terjadi pertemuan indah antara medsos yang lapar dan netizen yang ingin dikenyangkan. Sebuah konspirasi yang menyebabkan netizen merasa boleh apa saja di medsos. Tahu sendiri netizen di +62 dikenal galak-galak, agresif, gampang mencaci-maki tanpa tahu masalah. Hingga muncul ungkapan maha benar netizen dengan segala hujatannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Riset We Are Social (2022) merilis rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 3 jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Datanya, 70% penduduk Indonesia tercatat sebagai pengguna aktif media sosial. Sekitar 171 juta orang aktif di medsos. Wajar bila Indonesia masuk 10 besar bangsa paling aktif di medsos. Jempol dua untuk Indonesia.

Katanya lagi, WhatsApps (WA) jadi medsos yang paling digemari, mencapai 88,7%. Sangat pantas bila gibah, gosip, hoaks, bahkan fitnah makin digemari. Tanya saja pada tiap orang, berapa banyak ikut grup WA? Banyak positifnya apa negatif? Terus, diikuti pengguna di Instagram 84,8% dan Facebook 81,3%. Sementara TikTok ada di 63,1% dan Telegram 62,8%. Itu hanya data saja biar tidak hanya jadi pengguna.

Tapi soalnya bukan itu. Ada persoalan penting dalam hal relasi medsos dan netizen sebagai pengguna aktif medsos. Di sana terjadi pertemuan indah antara medsos yang lapar dan netizen yang mampu dikenyangkan oleh medsos. Sebuah konspirasi yang jadi sebab medsos salah pakai dan netizen merasa boleh apa saja di medsos. Apalagi netizen negara +62, sudah dikenal galak-galak, agresif dan semau-maunya. Terlalu gampang mencaci-maki tanpa tahu masalahnya. Mudah menghujat atas nama kepedulian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti yang dialami istri Indra Bekti saat menggalang dana untuk biaya perawatan suaminya. Pokoknya asal modal benci, semua bisa dilakukan netizen. Makanya dibilang netizen “maha benar”. Biar nggak pernah kasih makan, nggak pernah sekolahin. Netizen memang hobi membuat orang lain atau publik figur merana. Literasi sebagai praktik baik, kadang berdiri di antara laparnya medsos dan kenyangnya netizen.

Hebatnya netizen, untuk urusan makanan, fesyen, kosmetik, dan kendaraan bisa memilih dan memilah. Tapi giliran di medsos, tiba-tiba gagal memilih dan memilah informasi atau berita. Netizen yang rakus informasi, kenyang berita. Makin kepo, nggak peduli, bahkan hoaks dan gibah pun jadi incaran. Medsosnya lapar, netizennya kenyang. Hanyut pada medsos, hobby mem-bully orang lain di dunia maya. Jadilah seperti sekarang, tanpa mampu menjadikan medsos lebih bermanfaat.

Laparnya medsos, kenyangnya netizen. Hari-hari ke depan, bisa jadi akan semakin buas. Apalagi informasi ada di mana-mana. Bila perlu informasi dan berita dibuat sendiri. Lalu sebarkan di medsos. Oleh siapapun, atas motif apapun. Sikap cek dan ricek makin jauh panggang dari api. Apapun yang penting sebarkan dulu, benar atau tidak itu belakangan.

Itulah pentingnya literasi media sosial. Agar mampu medsos sebagai ladang amal, untuk kebaikan yang bermanfaat. Netizen pun harus lebih elegan, nggak hanya reaksi tanpa tahu informasi sebenarnya. Hanya literasi media sosial yang bisa mengingatkan bahwa medsos dan netizen harus sama-sama bijak. Tahu dan bisa memilah dan memilih informasi yang layak dibaca dan bahkan ditulis. Dan dimulai dari diri sendiri, bukan dari orang lain apalagi pemerintah.

Media sosial itu ada bukan untuk menjatuhkan. Netizen eksis bukan untuk menyesatkan. Jadilah literat dalam ber-medsos dan ber-netizen.

Jadi menurut Anda, medsos dan netizen bagaimana? Masih lapar atau sudah kenyang? Salam literasi #PegiatLiteraai #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

literasi media sosial

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler