x

Sawah di Kampung Halaman. Foto oleh Heri Wiranata (Pixabay.com)

Iklan

Malik Ibnu Zaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2022

Jumat, 8 September 2023 13:18 WIB

Kampung Halaman Bukan Hanya Sekedar Tempat Lahir dan Dimakamkan

Perlu diingat bahwa kampung halaman bukan hanya sekedar tempat lahir dan dimakamkan, kita harus punya kontribusi terhadap kampung halaman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Sejauh apapun kamu pergi, jangan sampai melupakan kampung halaman, dan ingatlah untuk pulang," itulah kalimat yang diucapkan oleh banyak orang tua tatkala melepaskan anaknya ke tanah perantauan. Hal itu pula yang selalu diucapkan oleh orang tua saya. Bagi saya kalimat tersebut memiliki makna, agar kita bisa memberikan kontribusi untuk kampung halaman.

 

Suatu hari ketika saya sedang bermain di sungai, speaker masjid berkumandang menyampaikan berita duka, tidak berselang lama terdengar suara sirine ambulance. Saat itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 4.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Sesampainya di rumah, saya menanyakan kepada ibu siapa yang meninggal, sebab tidak ada nama tersebut di desa saya. Lalu ibu menjelaskan bahwa orang tersebut sudah lama merantau, hidup di perantauan hingga memiliki anak dan cucu, dan sudah lama sekali tidak pulang kampung. Ternyata hal itu bukan hanya sekali saja, tetapi berulang kali.

 

Saya dihadapkan pada sebuah realita di pedesaan, jika ingin sukses maka pergilah merantau, dan tentu saja Jakarta menjadi tujuannya. Maka tidak mengherankan, banyak dari orang kampung, selepas lulus sekolah menengah memilih untuk pergi merantau.

 

Secara umum ada dua tipe perantau, tipe pertama adalah mereka yang masih sering pulang kampung, umumnya mereka berkeluarga dengan orang yang masih satu daerah, bikin rumah di kampung halaman, anak istri tinggal di kampung halaman, kartu identitas masih kampung halaman. Meskipun jarang di rumah, mereka masih tetap memberikan kontribusi untuk kampung halaman, seperti iuran pembangunan masjid, dan iuran lainnya.

 

Tipe kedua adalah mereka yang jarang pulang kampung, umumnya mereka berkeluarga dengan orang jauh, bikin rumah di tanah perantauan, kartu identitas pun bukan lagi kampung halaman, melainkan tanah perantauan. Biasanya pulangnya cuman 1 tahun sekali, bahkan ketika sudah tidak ada orang tua di kampung halaman, memutuskan tidak pernah pulang ke kampung halaman.

 

Ketika saya pergi merantau untuk keperluan pendidikan, saya banyak menemui orang yang ternyata masih satu daerah, kebanyakan tipe perantauan kedua. Saat itu saya sedang naik Transjakarta, mungkin karena tampang saya begitu ketara sekali, bapak-bapak yang duduk di samping saya langsung mencerca dengan pertanyaan "Apakah saya berasal dari Tegal?", tentu saja saya menjawab iya. Yang terjadi selanjutnya, bapak-bapak tersebut bercerita penuh antusias kepada saya. Dari cerita tersebut saya tahu kalau ternyata bapak-bapak tersebut masih satu daerah dengan saya, akan tetapi ia sudah menetap lama di Jakarta hingga punya anak cucu.

 

Kemudian saya menanyakan kepadanya apakah tidak ada rencana untuk pulang dan tinggal di kampung halaman. Ia pun menjawab bahwa dirinya ingin ketika meninggal dimakamkan di kampung halaman.

 

Di perantauan pula, ternyata ada teman satu jurusan yang berasal dari daerah saya yaitu Tegal, berjumlah 2 orang, akan tetapi mereka sejak lahir hingga sekarang tinggal di Jakarta.

 

Teman pertama yaitu seorang laki-laki, ia menceritakan bahwa ibunya lah yang berasal dari Tegal. Sementara teman yang kedua yaitu seorang perempuan, mengatakan bahwa kedua orang tuanya berasal dari Tegal, akan tetapi sudah lama menetap di Jakarta, bahkan kakek dan neneknya juga ikut serta diboyong dari Tegal untuk tinggal di Jakarta.

 

Kemudian saya pun mengajak kepada mereka untuk ikut bergabung dengan organisasi mahasiswa primordial yaitu Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat, namun mereka malah menolaknya.

 

Melihat fenomena demikian, orang pergi merantau, tidak memberikan kontribusi ke kampung halaman, giliran meninggal dimakamkan di kampung halaman. Membuat saya bertanya-tanya, masa iya sih kampung halaman hanya menerima batangnya (mayit) saja, kampung halaman hanya menjadi tempat lahir dan kembali saja. Seharusnya kampung halaman bukan hanya tempat lahir dan dimakamkan, tetapi lebih dari itu, yaitu tempat mengabdi.

 

Maka dari itu jangan sampai melupakan kampung halaman, merantau boleh saja, tetapi harus memberikan kontribusi untuk kampung halaman. Dan harus dicamkan dengan baik-baik bahwa kampung halaman bukan hanya tempat lahir dan dimakamkan, tetapi kampung halaman lebih dari itu.

Ikuti tulisan menarik Malik Ibnu Zaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu