Konsolidasi Militer Belanda di Masa Agresi

Jumat, 15 September 2023 19:02 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Buku ini membahas bagaimana Belanda mengkonsolidasikan militernya untuk mencoba kembali menjajah Indonesia.

Judul: Batalyon-Batalyon Bentukan Belanda

Penulis: Priyono

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2023

Penerbit: Matapadi

Tebal: xvi + 182

ISBN: 978-602-1634-60-8

 

Sejarah tentang kembalinya Belanda setelah Jepang menyerah dan Indonesia menyatakan merdeka berfokus kepada datangnya tentara Belanda yang membonceng tentara Sekutu. Pasukan Belanda yang menumpang kapal-kapal Sekutu, ditambah dengan tentara Belanda yang sudah dibebaskan dari tawanan Jepang dimobilisasi untuk menjaga ketertiban wilayah Hindia Belanda. Upaya ini bertahan sampai akhir tahun 1949.

Informasi di atas tentu tidak salah. Namun kurang lengkap. Bagaimana mungkin dengan jumlah personil yang hanya semenjana mampu mempertahankan ketertiban di wilayah yang sudah menyatakan merdeka. Ketika Belanda kembali ke wilayah jajahannya, Indonesia sudah menyatakan kemerdekaan. Artinya semangat untuk melawan kembalinya Belanda ke tanah jajahannya pasti luar biasa. Lagi pula wilayah Hindia Belanda sangatlah luas.

Buku karya Priyono berjudul “Batalyon-Batalyon Bentukan Belanda” ini memberi penjelasan bagaimana sesungguhnya Belanda bisa bertahan sampai hampir 5 tahun di wilayah yang sudah menyatakan merdeka tersebut. Priyono mengungkapkan bahwa selain dari pasukan yang datang bersama Sekutu dan mobilisasi bekas tawanan Jepang, Belanda juga melakukan konsolidasi tentara melalui pembentukan batalyon-batalyon di berbagai wilayah Indonesia.

Bagaimana Belanda mengkonsolidasikan tentara di bekas wilayah jajahannya? Priyono menjelaskan bahwa selain mendatangkan para personel dari negeri mereka sendiri yang berupa pasukan organic,…, Belanda juga melakukan perekrutan ulang terhadap personel KNIL yang tertawan atau tercerai berai ketika Jepang datang (hal. 33). Tak hanya itu, Belanda juga melakukan rekruitmen baru dan membentuk unit pasukan baru (hal. 34). Di tahun 1949, Belanda mewacanakan melatih 18.000 pasukan di bekas Hindia Belanda.

Sebelum menjelaskan pasukan-pasukan baru bentukan Belanda, Priyono lebih dulu mengungkap latar belakang militer Belanda di Hindia Belanda. Selain membentuk KNIL, Belanda juga membentuk hulptropen. Hulptropen adalah satuan-satuan militer yang dibentuk sebagai perpanjangan kekuatan kekuasaan Pemerintah kolonial Hindia Belanda di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya. Di bagian ini Priyono menguraikan tentang Pasukan Tulungan di Minahasa, Legiun Pakualaman di Jogja, Legiun Mangkunegaran di Surakarta, Korps Prajoda di Bali dan Korp Barisan Madura.

Dari mantan KNIL dan pasukan-pasukan hulptropen inilah Belanda membentuk kekuatan militer di wilayah bekas jajahannya. Satuan-satuan tersebut diregrouping dan diberi nama baru sesuai dengan fungsinya. Nama-nama baru tersebut selaras dengan kampanye politik Belanda dengan membentuk negara-negara (boneka) federal. Nama-nama kesatuan baru terebut diantaranya Barisan Pengawal Negara Sumatra Timur, Pengawal Negara Pasundan dan batalyon-batalyon pengawal kota. Untuk menegakkan territorial, Belanda membentuk Batalyon Infantri. Ada 25 Batalyon Infantri yang didirikan. Batalyon V yang bertugas di Surakarta, karena memakai lambang anjing, maka sering disebut sebagai Anjing NICA (hal. 102).

Selain membentuk Pasukan Pengawal Negara Federal dan batalyon-batalyon infantry, Belanda juga membentuk 3 pasukan khusus. Ketiga pasukan khusus tersebut adalah Pasukan Komando Baret Hijau. Pasukan Komando Baret Hijau bertugas untuk melakukan operasi mandiri, merebut kedudukan atau markas musuh, menculik tokoh penting, merusak obyek vitas dan pengintaian. Baret Hijau juga bertugas untuk bekerjasama dengan unit pasukan lain untuk mendukung serangan, sebelum pasukan besar melakukan pendaratan, penerjunan.

Pasukan khusus kedua bernama Korps Pasukan Khusus. Pasukan ini dibentuk untuk melawan kaun revolusioner Indonesia. Diantara Pasukan Khusus tersebut adalah pasukan yang dipimpin oleh Westerling (hal. 136). Pasukan khusus ketiga adalah Pasukan Baret Marun. Pasukan ini adalah pasukan penerjun. Pasukan ini begitu mobil sehingga bisa digerakkan ke berbagai tempat yang bernilai strategis.

Apakah Belanda berhasil mengkonsolidasikan wilayahnya melalui kekuatan militer? Ternyata Upaya tersebut tidak selamanya membawa hasil baik. Beberapa pasukan bentukan Belanda ini berhasil disusupi oleh tentara yang pro Republik. Akibatnya Upaya-upaya untuk memadamkan pemberontakan atau merebut wilayah yang dikuasai kaum revolusioner tidak selamanya berhasil. Priyono memberikan contoh kegagalan pasukan-pasukan bentukan Belanda. Diantaranya adalah kegagalan Pasukan DST merebut Cileungsi, Serangan Granat Kramatplein oleh anggta KNIL yang pro-Republik dan Komplotan Taslim.

Bagaimana nasip pasukan-pasukan bentukan Belanda setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia? Ternyata pasukan-pasukan tersebut bergabung dengan Republik Indonesia. Kita tahu bahwa bergabungnya tentara-tentara bentukan Belanda ini menimbulkan sengketa di kalangan militer Indonesia. Sayang sekali Priyono tidak menyinggung hal tersebut. 777

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler