x

Sumber foto: pixabay.com, desain dengan PowerPoint

Iklan

Sulistiyo Suparno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Juli 2023

Rabu, 20 September 2023 14:57 WIB

Wanita Terhormat Vs Perempuan Jalang

Buah dari perilaku yang halus dan penyabar bagai priyayi itu, orang-orang kampung Kamulyan menjuluki Rahayu sebagai Wanita Terhormat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namanya Rahayu, gemar memakai kebaya. Tubuhnya semampai bagai peragawati. Berkulit sawo matang dan bersih karena rajin luluran rempah-rempah warisan leluhur. Penampilannya bagai gadis, meski usianya 40 tahun.

Rahayu anak pensiunan camat. Kakeknya pernah jadi wedana. Wajar bila perilaku Rahayu halus, bila bicara tertata rapi susunan kata dan kalimatnya.

Pekerjaan Rahayu menjadi guru TK swasta di kampung Kamulyan. Banyak orang menganggap Rahayu guru ideal. Cantik, ramah, dan sabar mendidik murid-murid layaknya anak sendiri, meski Rahayu belum punya anak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di kampung Kamulyan, Rahayu jadi Sekretaris PKK. Bila ketua PKK berhalangan hadir, Rahayu yang memimpin rapat. Beberapa kali Rahayu memberikan tausyiah dalam rapat. Tausyiahnya yang terkenal yaitu: “Isteri harus menerima apapun keadaan suami. Suami itu anugerah terindah bagi isteri.”

Sebagian ibu-ibu menganggap itu tausyiah yang bagus. Sebagian lagi menganggap itu hanya untuk menutupi keresahan hati Rahayu. Wanita berhidung mancung itu hanya ingin menutupi perilaku suaminya saja.

Suami Rahayu bernama Hardiman, seorang kontraktor, usia 45 tahun. Mereka telah menikah selama 15 tahun. Sebagai kontraktor, Hardiman jarang di rumah. Paling hanya satu atau dua hari di rumah, setelah itu pergi lagi. Keadaan itu sering menjadi bahan guyonan ibu-ibu: “Suami pergi terus, kapan waktu untuk bikin anak?”

Rahayu sering mendengar guyonan itu, tetapi ia hanya tersenyum. Tiada guna marah. Memang begitulah kenyataannya. Lima belas tahun menikah belum memiliki anak. Bila Rahayu marah, akan menambah beban pikirannya. Rahayu memilih diam.

Buah dari perilaku yang halus dan penyabar bagai priyayi itu, orang-orang kampung Kamulyan menjuluki Rahayu sebagai Wanita Terhormat.

***

Namanya singkat saja: Sumi. Tubuhnya bahenol, berkulit agak putih; kabarnya putih karena krim pemutih. Sepasang bibirnya senantiasa bergincu merah menyala dan rambut sebahunya dicat merah pula. Sumi gemar mengenakan kaos atau busana ketat, sehingga belahan dadanya tampak menyembul. Usianya 22 tahun; ibarat bunga, masih segar dan menggoda.

Sumi penyanyi dangdut. Banyak panggung telah ia jelajahi. Banyak lelaki yang suka menonton aksi panggungnya. Kata mereka, goyangan Sumi maut, dahsyat seperti goyangan Inul.

Busana Sumi saat manggung, jangan ditanya. Pahanya langsing dan mulus, dadanya montok menyembul, menjadi daya pikat untuk mengundang penonton. Setiap Sumi manggung, penonton lelaki membludak.

Bila sepi job manggung, Sumi sering pergi bersama lelaki; berganti-ganti lelaki. Perilaku Sumi itu membuat ibu-ibu kampung Kamulyan mengelus dada.

Sudah berkali-kali mereka menegur dan menasihati Sumi, tetapi tidak mempan. Ibu Sumi juga sudah angkat tangan, tak peduli dengan nasib anaknya. Andai kata orang sekampung akan menggebuki Sumi pun, ibunya tak peduli.

Sumi masih saja bergoyang erotis di panggung dan pergi bersama lelaki. Buah dari perilakunya yang meresahkan itu, orang-orang kampung Kamulyan menjuluki Sumi sebagai perempuan jalang.

Kampung Kamulyan jadi kampung ironi. Kampung itu punya Rahayu si wanita terhormat, juga punya Sumi si perempuan jalang. Lama-lama nama Sumi lebih terkenal dibanding nama Rahayu.

Sumi jadi maskot kampung Kamulyan. Siapa yang menyebut kampung Kamulyan pasti yang diingat nama Sumi. Semua lelaki pasti kenal Sumi, malah mungkin pernah nyawer atau mengajak Sumi ke kamar losmen.

Kabarnya, sekuat apa pun iman lelaki, bila bertemu Sumi akan luluh keimanannya.

***

Kampung Kamulyan geger. Sumi hamil! Perempuan jalang itu hamil bukan karena perbuatan lelaki berandalan, tetapi Hardiman!

Hati Rahayu terluka laksana tersayat sembilu. Rahayu tak menduga bila suaminya tega berbuat itu. Sepasang mata Rahayu banjir air mata. Tetapi Wanita Terhormat itu mencoba untuk tegar dan tabah.

“Mengapa Kangmas lakukan itu?” tanya Rahayu dengan mata sembab.

“Aku ingin punya anak, Nimas,” jawab Hardiman menunduk, tak berani menatap isterinya.

“Mengapa dengan Sumi, Kangmas?”

“Maafkan aku, Nimas. Aku salah.”

Semua sudah terjadi. Tak ada guna lagi Rahayu marah-marah. Rahayu menghela napas panjang, memejamkan mata sesaat, lantas dengan suara bergetar, ia berkata:

“Semua sudah terjadi, Kangmas. Kangmas sudah mencangkul di sawah perempuan lain. Bagiku ini sangat berat, Kangmas. Tetapi aku bisa apa? Kangmas tidak mendapatkan anak dariku. Bila memang Kangmas ingin memaduku, lakukanlah, Kangmas .....”

Sebagian orang menganggap Rahayu termakan omongannya sendiri. Ibu-ibu kampung Kamulyan masih ingat dengan tausyiah Rahayu yang terkenal, perihal isteri harus ikhlas menerima apapun keadaan suami.

Sebagian orang kagum terhadap keikhlasan Rahayu. Kata mereka, jadi Wanita Terhormat memang harus begitu: omongan dan tindakan harus berpadu.

Ada pula lelaki yang iri dengan Hardiman. Lelaki ini berangan-angan: “Andaikan semua wanita seperti Rahayu, wah, benar-benar sorga dunia.” Dasar lelaki!                 

***SELESAI***

Ikuti tulisan menarik Sulistiyo Suparno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB