x

Aspal. Ilustrasi Pembangunan Jalan

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Sabtu, 21 Oktober 2023 13:54 WIB

Aspal Buton yang Terbaik di Dunia ?

Mungkin pemerintah selama ini telah mabuk dan kecanduan dengan kenikmatan dan kenyamanan mengimpor aspal, sehingga tidak sadar dan lupa diri, bahwa sejatinya, aspal Buton itu adalah aspal yang terbaik di dunia. Milik negara sendiri, Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aspal Buton untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1924 oleh seorang Geolog Belanda yang bernama W.H. Hetzel. Dengan demikian, pada tahun 2024, tahun depan, usia aspal Buton akan genap 1 abad. Tetapi mirisnya, aspal Buton masih belum banyak dimanfaatkan di Indonesia pemerintah tidak mau mewujudkan hilirisasi aspal Buton. Khususnya untuk memproduksi aspal Buton ekstraksi guna mensubstitusi aspal impor. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa? Apakah benar aspal impor itu lebih baik daripada aspal Buton? Sehingga pemerintah lebih suka menggunakan aspal impor daripada aspal Buton? Bukankah aspal Buton itu adalah aspal terbaik di dunia?. Pernyataan mana yang paling benar dan dapat dipercaya?

Sekarang apabila ada orang yang mengatakan bahwa aspal Buton itu adalah aspal terbaik di dunia, apakah kita percaya?. Aspal Buton itu adalah aspal alam. Sedangkan aspal minyak itu adalah produk hasil proses pengilangan minyak yang sudah berupa ampas, limbah, atau residu. Dari asal usulnya saja sudah tampak jelas bahwa aspal alam Buton itu merupakan produk utama. Sedangkan aspal minyak itu adalah produk sisa atau boleh dikatakan juga sebagai limbah. Jadi secara logika dan nalar sehat, aspal alam Buton sudah tentu lebih baik.

Ketika aspal Buton untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1924, kandungan bitumennya sangat tinggi. Mungkin sekitar 40-45%. Sehingga dengan demikian sudah bisa langsung digunakan dan diaplikasikan sebagai pelapis jalan-jalan. Tanpa harus diolah terlebih dahulu. Kabarnya, jalan-jalan di Belanda pada saat itu sudah menggunakan aspal Buton. Dan sampai saat ini, jalan-jalan tersebut masih dalam kondisi bagus, karena awet dan tahan lama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalah yang kita hadapi sekarang ini sudah sangat jauh berbeda dengan ketika aspal Buton untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1924. Pada saat ini, kandungan bitumen aspal Buton hanya tinggal tersisa 20-25% saja. Kandungan bitumen yang tinggi sudah habis diproduksi dan digunakan. Oleh karena pada saat ini kandungan bitumen dalam batuan aspal Buton sudah sangat rendah, maka harus diolah dan dimurnikan terlebih dahulu secara proses ekstraksi untuk memisahkan antara kandungan bitumen dari batu-batuan pengikatnya. Proses pemisahan ini sangat sulit, mengingat kandungan bitumennya itu terdapat di dalam pori-pori batu-batuan pengikatnya. Untuk dapat melarutkan bitumen yang berada di dalam pori-pori batuan tersebut harus menggunakan jenis pelarut yang sangat kuat dan efektif.

Mengutip berita dari kompas.id, tanggal 25 Oktober 2022, dengan judul:”Aspal Buton Mengungguli Kualitas Aspal Minyak”, berdasarkan hasil uji Unit Pelaksana Daerah (UPTD) Laboratorium Konstruksi Dinas Sumber Daya Alam dan Bina Marga Sulawesi Tenggara, nilai stabilitas aspal Buton PG 70 di angka 1.562,5. Nilai ini berada di atas aspal minyak 60/70, yang stabilitasnya di angka 1.357. Atau dengan perkataan lain, daya dukung aspal Buton terhadap beban 13% lebih tinggi daripada daya dukung aspal minyak terhadap beban.

Disamping itu keunggulan aspal Buton dibandingkan dengan aspal minyak, antara lain adalah memiliki daya tahan dan stabilitas yang lebih tinggi, memiliki resistensi yang baik terhadap panas, tidak mudah meleleh atau titik lembeknya lebih tinggi daripda aspal minyak, memiliki titik lembek di atas aspal buatan, lebih kuat menahan perubahan suhu dilingkungan, dan berdasarkan uji fatique mampu meningkatkan umur konstruksi jalan.

Jadi kalau kita sudah tahu bahwa aspal Buton itu memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan aspal minyak, tetapi mengapa pemerintah Indonesia masih lebih suka menggunakan aspal impor daripada aspal Buton? Memang hal ini sungguh aneh. Tetapi nyata. Dan tak terbantahkan lagi. Aspal Buton selalu saja dicari-cari kekurangannya, sehingga sampai saat ini aspal Buton masih terpuruk. Karena dianggap aspal minyak masih lebih baik daripada aspal Buton. Untuk membandingkan kualitas antara aspal minyak dengan aspal Buton, maka harus dibandingkan secara apple to apple. Yaitu membandingkan antara aspal minyak penetrasi 60/70 dengan aspal Buton ekstraksi penetrasi 60/70 juga. Sehingga dengan demikian, untuk membuktikan siapa yang terbaik, hasilnya akan sangat jelas dan terukur.

Aspal Buton dikatakan memiliki daya penetrasi dan daktilitas yang rendah. Sebenarnya hal ini bukan masalah. Aspal Buton adalah hasil tambang. Dengan demikian kualitasnya antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, kualitasnya berbeda. Antara aspal alam dari Kabungka, yang merupakan aspal keras, berbeda dengan aspal alam dari Lawele, yang merupakan aspal lunak. Jadi masalah penetrasi dan daktilisa itu sejatinya bukan masalah penting, karena di dalam proses pengolahan segala sesuatunya sudah bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan dari konsumen.

Di samping itu, isu yang berkembang adalah biaya transportasi pengiriman aspal Buton dari produsen ke konsumen, mahal. Kalau aspal Buton sudah diproduksi dalam bentuk aspal Buton ekstraksi penetrasi 60/70, maka sudah setara dengan aspal minyak penetrasi 60/70. Dengan demikian biaya transportasinya akan sama. Dan kalau aspal minyak itu adalah aspal impor, maka tentunya biaya transportasinya akan jauh lebih mahal lagi.

Kekurangan dari aspal Buton yang lain adalah pasokan hasil produk belum sesuai dengan proyek konsumen. Sejatinya, hal ini tidak akan mungkin terjadi apabila aspal buton sudah diproduksi dalam bentuk aspal Buton ekstraksi penetrasi 60/70. Kalau misalnya, kapasitas pabrik ekstraksi aspal Buton adalah sebesar 100.000 ton per tahun, maka proyek konsumen harus bisa menghitung, berapa persen yang akan menggunakan aspal Buton ekstraksi, dan berapa persen yang akan menggunakan aspal impor. Jadi alasan ini bisa dianggap tidak ada,

Masalah kualitas aspal Buton yang sering mengalami inkonsistensi, terutama mengenai kandungan air, bitumen, dan penetrasi bitumen, dapat dicarikan solusinya dengan mengolah batuan aspal Buton menjadi aspal Buton ekstrasi. Apabila di dalam kandungan batuan aspal Buton terdapat 20% bitumen, maka setelah batuan aspal Buton itu diekstraksi akan diperoleh bitumen murni, atau bitumen 100%. Dengan demikian semua parameter dari aspal Buton ekstraksi akan seragam, konsisten, dan homogen,

Semua permasalahan-permasalahan mengenai aspal Buton sejatinya dapat dicarikan solusi terbaiknya. Tetapi memang sangat aneh. Mengenai permasalahan-permasalahan mengapa pemerintah masih belum atau tidak mau juga memanfaatkan dan menggunakan aspal Buton, masih belum ada solusinya. Dan kelihatannya pemerintah melihat permasalahan-permasalahan mengenai aspal Buton untuk mensubstitusi aspal impor, bukanlah merupakan masalah yang penting dan mendesak. Karena pembangunan infrastruktur jalan-jalan selama ini dapat terus dilaksanakan dengan mulus dan lancar tanpa ada kendala dan hambatan dengan menggunakan aspal impor. Mungkin pemerintah selama ini telah mabuk dan kecanduan dengan kenikmatan dan kenyamanan mengimpor aspal, sehingga tidak sadar dan lupa diri, bahwa sejatinya, aspal Buton itu adalah aspal yang terbaik di dunia. Milik negara sendiri, Indonesia.

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB