x

Sumber gambar: Leap of Growth

Iklan

Suko Waspodo

... an ordinary man ...
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 1 Mei 2024 14:00 WIB

Apakah Berpikir Positif Itu Sebuah Kesalahan?

Banyak bisnis yang dimulai dengan penuh optimisme, dan kisah kewirausahaan dipenuhi para pahlawan yang bertahan dan terus berusaha meskipun ada bukti yang menunjukkan sebaliknya. Apa jadinya Steve Jobs tanpa optimisme dan tekad yang kuat untuk mempertahankannya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada apa dengan hilangnya optimisme?

Poin-Poin Penting

  • Dua penelitian yang diterbitkan tahun lalu memberikan sedikit gambaran tentang kekuatan berpikir positif.
  • Salah satu teknik yang lebih berhasil adalah mengembangkan mantra positif.
  • Kemarahan bisa berguna saat kita dianiaya, dan kecemasan bisa mengingatkan kita akan tantangan.

Dua penelitian yang diterbitkan tahun lalu memberikan sedikit gambaran tentang kekuatan berpikir positif dan menghindari emosi negatif. Pemikiran ini sedikit mengejutkan saya, mengingat dunia bisnis dan konsultasi adalah dunia yang mengutamakan optimisme dan self-talk positif. "Kamu bisa!" “Aku bisa menyelesaikannya tepat waktu!” “Aku bisa bertahan dalam maraton kerja ini!” Secara pribadi, saya bukan hanya orang yang optimis, namun saya juga sangat yakin bahwa hanya optimisme yang membuat saya mampu melewati berbagai periode kelam dalam kehidupan kerja saya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi apa yang menyebabkannya? Ada apa dengan hilangnya optimisme? Dalam jangka pendek, kami (di dunia bisnis) memperjuangkan kekuatan dalam menetapkan tujuan yang luas dan mencapainya. Saya melatih orang-orang sepanjang waktu untuk menghadapi ketidaknyamanan berbicara di depan umum dan mempraktikkan berbagai teknik untuk mengatasi atau setidaknya memperbaiki saraf. Salah satu teknik yang lebih berhasil adalah mengembangkan mantra positif yang mengatasi ketidaknyamanan secara spesifik.

Banyak bisnis yang dimulai dengan penuh optimisme, dan kisah kewirausahaan dipenuhi dengan para pahlawan yang bertahan dan terus berusaha meskipun ada bukti yang menunjukkan sebaliknya. Apa jadinya Steve Jobs tanpa optimisme dan tekad yang kuat untuk mempertahankannya?

Sentuhan Pesimisme

Jadi, apa salahnya optimisme? Studi pertama menemukan bahwa sentuhan pesimisme adalah tanda IQ yang lebih tinggi, dan realisme yang lebih besar dalam hal keuangan dan peluang sukses dalam memulai bisnis baru. Chris Dawson, penulis utama studi tersebut, “kemampuan kognitif yang rendah menyebabkan lebih banyak bias yang menyanjung diri sendiri—orang pada dasarnya menipu diri sendiri.” Dan seolah-olah hal tersebut belum cukup menjadi tamparan bagi kita yang optimis, Dawson terus menargetkan mereka yang memulai bisnis kecil-kecilan: “Peluang untuk memulai bisnis yang sukses sangatlah kecil, namun orang yang optimis selalu berpikir bahwa mereka mempunyai kesempatan dan akan memulai bisnis yang ditakdirkan untuk gagal.”

Sebagai seseorang yang memulai bisnis kecil-kecilan 27 tahun yang lalu, sebuah bisnis yang masih berkembang, saya akui bahwa optimismelah yang mendorong saya untuk memulai, kecemasan sering kali membuat saya terus maju, dan kekhawatiran tidak pernah benar-benar hilang.

Jadi dengan segala optimisme kita para pelaku bisnis, mungkin kita harus menambahkan sedikit realisme atau bahkan pesimisme agar kita tetap berada di jalan yang benar.

Respon terhadap Emosi Negatif

Studi lainnya bahkan lebih dekat dengan kenyataan bagi kita yang ingin tetap positif. Tampaknya, emosi-emosi negatif yang mengganggu itu akan terus datang karena kita adalah manusia dan mau tidak mau harus merespons hal-hal yang mengganggu, mengganggu, mengkhawatirkan, menjengkelkan, tidak menyenangkan, memusuhi, menjengkelkan, menjengkelkan, menyakitkan hati, atau membuat kita marah.

Fokus penelitian ini adalah respons kita terhadap emosi negatif tersebut. Jika kita menilai respons emosional negatif kita sebagai salah atau tidak pantas, maka kita cenderung mengalami kecemasan dan depresi. Sebaliknya, jika kita menerima emosi negatif sebagai bagian normal dari kehidupan, maka kita akan lebih mungkin merasakan sisi positif dari perasaan tersebut. Kemarahan dapat bermanfaat ketika kita dianiaya, kecemasan dapat mengingatkan kita akan tantangan dalam lingkungan yang perlu kita atasi, dan rasa takut dapat membuat kita sadar bahwa kita perlu mewaspadai harimau bertaring tajam yang mengintai di semak-semak di sana.

Secara keseluruhan, penelitian-penelitian ini membantu kita menyadari bahwa meskipun optimisme sangat penting untuk memulai sesuatu, realisme dalam dosis yang sehat mungkin bisa menjadi cara untuk mencegah kita melampaui perkiraan tahunan tersebut secara berlebihan. Dan menerima rasa frustrasi yang secara alami datang seiring pasang surutnya kehidupan bisnis, khususnya dalam bentuk emosi negatif kita sendiri, akan membantu kita menjalani kehidupan kerja dengan lebih lancar. Emosi adalah tanda, seperti yang dikatakan oleh terapis saya selama bertahun-tahun, petunjuk bahwa ada sesuatu yang salah—atau benar—pada saat itu, dan ada baiknya untuk memperhatikannya—tanpa menghakimi.

***

Solo, Selasa, 30 April 2024. 10:01 pm

Suko Waspodo

Ikuti tulisan menarik Suko Waspodo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Penumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Penumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu