x

Sumber ilustrasi: ancient-origins.net

Iklan

Harna Silwati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Desember 2021

Rabu, 20 Desember 2023 18:55 WIB

Petualangan di Negeri Sihir (Bagian 3)

Setelah sembilan belas tahun berlalu. Salma kedatangan seorang nenek tua yang memberinya bunga melati ajaib.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Petualangan di Negeri Sihir

Oleh : Sil

Setelah Sembilan belas tahun berlalu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

    Malam telah membenam mimpi orang-orang yang lelah bekerja seharian. Di luar gerimis membasahi genteng. Alun suaranya lirih diiringi jatuh titik air dari cucuran atap. Padu merdu  menghantar jiwa-jiwa yang rindu pada keheningan. Udara dingin makin menenggelamkan suasana pada kesyahduan.

     Salma belum juga mampu memejamkan mata. Ia menarik kain untuk menyelimuti tubuhnya yang dingin. Matanya tetap saja tak bisa hanyut ke dalam lelap.  Ia berpikir tentang orang-orang yang suka merendahkannya. Gadis buruk rupa

    Lontaran kata-kata yang melukai hati membenam di kepalanya. Banyak gadis sebaya tak bergaul dengannya. Kulit wajahnya banyak noda gelap, tidak seperti gadis lainnya jadi penghalang untuk beraktifitas lebih leluasa.

   Di luar hujan semakin deras. Udara dingin makin menyusup ke pori-pori. Tiba-tiba ia mendengar suara sayup mendesis.

     “Salma …! Salma …! Salma …!”

     Ia menajamkan pendengaran fokus pada sumber suara. Ia berdiri membuka jendela. Tak siapa pun ada dalam hujan seperti itu. Anehnya dia tidak merasa takut sedikit juga. Suara itu diam sesaat.

   Ia kembali ke tempat tidur dan memejamkan mata. Beberapa menit suara itu kembali memanggilnya. Ia bangun dan duduk sambil memeluk kedua kaki dengan dagu yang ia topangkan di atas lutut. Air mata jatuh di atas selimutnya. 

     “Aku Salma,” ucapnya lirih. “Siapakah yang memanggil?” lanjutnya.

Suara itu tak terdengar lagi. Jeda beberapa saat suara itu muncul lagi. Pada saat itu ia seperti hanyut ke ruang dunia lain. Ya seperti mimpi.

     Kupu-kupu berterbangan di kamarnya. Kupu-kupu warna warni yang mewujud sebagai sosok peri-peri dari kayangan. Serta merta kamarnya telah berubah menjadi sebuah negeri di awan. Baju yang dipakainya pun sudah berubah menjadi gaun sutra berwarna hijau muda yang lembut. Peri-peri itu mengajaknya bercanda. Berlari dan terbang seperti kupu-kupu. Riang dan gembira.

      Nun jauh ia melihat sebuah rumah berbentuk istana tua seperti dalam dongeng-dongeng. Di pekarangan istana ditumbuhi tanaman melati putih yang indah dan cantik. Salah seorang peri itu mengatakan padanya:

   “Tuan putri yang berbudi mulia, melati-melati di istana itu milik tuan putri. Jika tuan putri memetikya, wajah tuan putri akan berubah seperti melati.”

     “Kami akan mengantar tuan putri ke sana,” ujar yang lain bersamaan.

     Spontan dia merentangkan gaunnya seakan hendak terbang menuju istana itu.

     “Tunggu! Kita akan terbang bersama,” kata salah seekor kupu-kupu.

     Tiba-tiba. Upss!. Gaunnya terasa berat. Ada sesuatu pada gaunnya. Tubuhnya diguncang oleh ibu. Jumina sang ibu membangunkannya.

    Ia membuka mata menggeliat. Sang ibu pun berlalu dari kamarnya. Hanya mimpi. Bisiknya dalam hati. Ia beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi yang terletak di belakang rumah.

     “Tidak biasanya kamu kesiangan, Salma,” sapa Ibu.

     “Semalam ‘kan hujan, jadi pulas,” jawab Salma.

    Ketika cahaya fajar menembus celah-celah jendela Salma ke dapur. Ia menumpukkan kayu bakar di perapian dan menyalakan api. Dia sudah terbiasa membantu ibu menyiapkan sarapan untuk ayahnya sebelum berangkat bekerja di ladang.

     Peristiwa dalam mimpi membekas di kepalanya. Seperti dalam dongeng yang sering ia dengar ketika kecil. Ia hanya tersenyum senang.

‘     Seandainya itu benar-benar terjadi,’ bisiknya dalam hati.

*

    Siang yang cerah. Salma bernyanyi kecil sambil menyiram tanaman melati di pekarangan rumah. Di dalam pikirannya hanya ada istana yang ia lihat dalam mimpi.

     Andaikan saja itu di alam nyata. Pikirnya. Sayangnya, itu terjadi di dalam mimpi.

     Usai menyiram tanaman Salma membersihkan rumah sebagai tugas rutin saat ibu dan ayahnya sedang bekerja di ladang.

     Pada saat ia menyapu bagian depan rumah, seorang Nenek tua dengan kain yang di selempangkan di bahu tiba-tiba menyapanya.

     “Gadis yang rajin dan baik!” ucap sang nenek.

     “Iya, Nek. Terima kasih,” balas Salma tersenyum. Ia terus saja melakukan aktifitasnya.

     Nenek yang sedang berdiri memperhatikan Salma.

     “Boleh numpang duduk sebentar di tangga? Capek, numpang melepas penat sebentar,” kata Nenek lagi.

     “Oh ya. Silakan! Nenek boleh duduk di selasar,” balas Salma polos.

     “Ah tidak. Di sini saja. Nenek cuma sebentar,” ujar Nenek menuju tangga.

     “Baiklah! Memangnya Nenek dari mana dan mau kemana?” tanya Salma.

     “Nenek dari desa sebelah, mau ke desa sana. Mau mengunjungi anak saya,” jawab Nenek sambil mengarahkan telunjuknya ke desa yang hendak ia tuju.

     Salma memperhatikan Nenek diam-diam. Rasa simpati muncul tiba-tiba. Dalam batinnya ia merasakan bahwa Nenek itu sedang bersedih hati.

     “Oooo. Sepertinya Nenek haus. Mau saya ambilkan minum?” tawar Salma polos. Ia meletakkan sapunya.

     “Anak baik sekali, rajin dan berhati mulia!” puji Nenek.

Salma tersipu. Senyum mengambang di bibirnya yang mungil.

     “Nenek bisa saja. Terima kasih Nek. Tunggu sebentar ya Nek,”

Nenek hanya mengangguk dan Salma segera masuk. Sementara itu sang Nenek memperhatikan sekeliling.  

‘     Semoga dia adalah gadis yang saya cari selama sembilan belas tahun,’ Nenek berkata dalam hatinya. 

     Beberapa menit Salma keluar membawakan secangkir air dan memberikannya pada Nenek.

      “Ini Nek minumnya!”

      Nenek itu tersenyum. Matanya menangkap sesuatu pada wajah Salma. Batinnya mengatakan gadis di hadapannya benar gadis yang ia tunggu.

      “Terima kasih banyak atas kebaikanmu, Nak,”  jawab Nenek meraih cangkir yang diberikan Salma dan langsung meminumnya.

      “Nama Anak siapa?” tanya Nenek lagi.

      “Salma,” jawab Salma singkat.

      “Hmmmm, nama yang indah. Seindah hatimu, ’Nak,” kata Nenek.

      “Terima kasih. Nenek terlalu memuji saya,” katanya.

     “Karena Nak Salma pantas menerimanya. Baik hati, mulia dan cantik,” balas Nenek.

     Upss! Baru kali ini ada yang memujinya cantik selain ibu dan ayahnya.

     “Sekali lagi terima kasih. Baru kali ini saya disanjung seperti itu,” jawab Salma seadanya.

     Nenek memandangnya dengan senyum simpati. Ia memahami apa yang Salma rasakan.

     “Saya sering jadi bahan pembicaraan orang-orang di desa ini,” lanjut Salma dengan nada rendah. Wajahnya sedikit murung.

     “Kenapa?” tanya Nenek.

     “Wajah saya berbeda dengan Ibu dan Ayah itu yang jadi penyebabnya. Ibu saya berkulit kuning langsat dan cantik. Sedangkan saya, ya seperti yang nenek lihat ini. Banyak yang berpikir macam-macam tentang saya. Bahkan ada yang mengejek dengan menyebut gadis titisan,” ucap Salma dengan polos dan raut sedih.

     Nenek mengulurkan senyum. Senyum harapan dan semangat.

     “Tak perlu sedih! Kemuliaan seseorang bukan karena cantik atau disanjung, tidak juga rendahnya orang karena dihina. Salma gadis yang baik dan cantik. Berbakti dengan orang tua, itu yang penting, segala keinginan akan terwujud jika selalu menyenangkan hati mereka. Suatu saat semua yang menjadi keinginanmu akan terwujud,” ucap Nenek meyakinkan.

     Salma tersenyum. Ada harapan merekah dalam pikirannya. Selama ini belum pernah ada yang memberinya semangat. Baru kali ini ia dengarkan dari orang lain.

     “Terima kasih banyak,” sambut Salma.

     “Ada sebuah cerita dalam dongeng tentang seorang putri yang bermimpi memetik melati di pekarangan istana tua. Konon bunga melati tersebut dapat merubahnya menjadi putri yang jelita,” Nenek mengalihkan pembicaraan.

     Spontan Salma terkejut mendengar kata-kata Nenek. Istana tua itu ada dalam mimpinya. Pekarangan istana yang tumbuh melati-melati cantik dan para peri yang mampu berubah menjadi kupu-kupu.

     Dengan wajah penasaran ia fokus pada ucapan Nenek.

     “Itu hanya cerita dongeng dari mulut ke mulut,” lanjut Nenek lagi.

     Salma mengangguk penasaran.

     “Suatu hari bila Nenek lewat di sini lagi, Nenek akan singgah dan bercerita untuk Salma. Sekarang Nenek harus pergi,” ucap Nenek.

     “Baiklah. Sekali lagi terima kasih. Nenek sudah memberikan saya semangat,” balas Salma.

     “Sebagai rasa terima kasih atas kebaikanmu, Nenek berikan kamu seikat melati,” Nenek itu mengeluarkan seikat melati dari balik kainnya.

     “Wah… harum sekali. Nenek dapatkan dari mana?” tanya Salma menerimanya dari tangan Nenek.

     “Nenek juga suka dengan bunga melati. Tadi sebelum sampai di desa ini, Nenek melihat tanaman melati di pinggir jalan dan sedang berbunga lebat. Nenek memetik dan mengikatnya,” kata Nenek tersenyum senang.

     “Baiklah, Nek. Terima kasih atas melatinya. Saya tunggu ya ceritanya,” balas Salma.

     Nenek itu pamit, langsung pergi meninggalkan tempat itu.

     Salma tidak henti-henti mencium harum melati pemberian Nenek. Ada rasa lain tiba-tiba meresap dalam hatinya. Tanpa ia sadari perlahan kulit tangan dan mukanya mulai sedikit berubah. Terlihat lebih cerah dari sebelumnya.

     Istana tua, bunga melati. Akankah itu nyata? Pikir Salma. Ah itu hanya cerita pengantar tidur. Hibur Salma dalam hatinya.

     Namun aneh, baru semalam itu hadir dalam mimpinya, sedangkan siangnya seorang Nenek yang tidak ia kenal tiba-tiba menyebutnya kembali. Salma bingung dengan apa yang terjadi dengannya.

*

     Sementara itu di tempat sepi dan sedikit  jauh berjalan  meninggalkan rumah Salma, sang Nenek berubah, wajah tua keriputnya perlahan memudar. Kecantikannya terpancar di bawah cahaya matahari.

     Ia melihat tangannya yang sudah tak keriput dan meraba wajahnya. Senyum mengambang di bibirnya yang merekah.

     Lalu ia menoleh ke belakang sambil berkata pelan:

     “Terima kasih gadis berbudi. Keinginanmu akan terwujud seiring waktu.”

     Ia melanjutkan perjalanannya.

***

 

Bersambung ...

 

Ikuti tulisan menarik Harna Silwati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB