Daun-daun kering berkeliaran dengan bebas
terkapar dalam kelambu-kelambu kegersangan
mulai menjijikkan dan tak lagi bermoral
dengan pesan-pesan leluhur yang tertanggalkan oleh terali-terali beringas.
Ranting-ranting mahoni tua mulai berjatuhan
suara-suara burung telah lenyap oleh amukan manusia-manusia berhala
air pemali tak lagi bersakral dengan mantra-mantranya
sampai musim lupa dengan tanggal-tanggal kedatangannya.
Koran hari mencatatnya dengan puja puji
tetapi di buang pada celah-celah zaman oleh para pembaca keabadian
duri-duri belukar menyambutnya dengan sebuah renungan tanpa ayat
dan diam menuju senja dengan asap dupa berfirman pada Tuhan.
Bayangkan dengan logika yang berfilsafat
bukan bebas berkuasa dengan hak-hak kemunafikan
dengan menjual suara-suara keimanan
yang kelak pudar oleh amarah terik dan badai hari esok.
Jangan lagi kau datang untuk menyurati kehampaan di rumah sunyi ini
dengan potret-potret abstrak
sebab aku tak lagi memuisikan suaramu
hingga mata ini tertutup untuk membayar tuntas kekalahan hari kemarin.
Atambua, 01 Januari 2024
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.