x

Ilustrasi cerpen Mira Sato

Iklan

Wahyu Kurniawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Juli 2021

Rabu, 21 Februari 2024 06:18 WIB

Biarkan Aku Memaknai Cinta dengan Caraku Sendiri

Bagiku, menikmati cinta tak selalu harus bersama dalam kedekatan jarak. Aku mampu menciptakan kenikmatan cinta sendiri, tanpa kehadirannya di depan mata.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cinta adalah sebuah penjelmaan dari kecenderungan hati, suatu kecondongan batin yang membawa kelezatan kepada mereka yang mengalaminya. Setiap hari, kecenderungan hati ini semakin membara, semakin menggebu-gebu bagaikan bara yang tak kunjung reda. Cinta memiliki kemampuan untuk mengendalikan keadaan bathin dan psikologis manusia dengan kekuatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata belaka, tetapi hanya dapat dipahami melalui pengalaman yang mendalam.

Cinta, dalam segala kemuliaannya, tidak dapat diungkapkan sepenuhnya dengan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia. Sebagaimana seseorang yang berusaha mengungkapkan cinta kepada kekasihnya, ia akan menyadari bahwa kata-kata hanyalah sekadar bentuk ekspresi yang terbatas. Ketika hati sudah mencapai derajat tertentu dalam perasaan cinta, maka bahasa tak lagi mampu menjadi wakil yang memadai untuk menggambarkan kekayaan dan keindahan yang terdapat dalam hati yang mencintai.

Tak terkecuali dalam kasus cintaku pada sesuatu yang kusebut juga sebagai kekasih. Cinta ini melampaui batas bahasa yang dimiliki oleh seluruh makhluk di alam semesta, sebuah perasaan yang sulit digambarkan dengan jelas melalui sehelai kertas atau sebaris tulisan sederhana. Setiap nuansa, getaran, dan kehangatan yang terpancar dari cinta ini tidak dapat diukur dengan metrik kata-kata yang terbatas. Sebagai gantinya, cinta ini lebih mengandalkan bahasa perasaan, sebuah bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh hati yang merasakannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam upaya untuk mengungkapkan cinta kepada kekasih, sering kali jari terasa kaku dan lidah terasa keluh. Selembar kertas, walaupun diisi dengan kalimat penuh puitis sekalipun, tidak akan mampu mencakup kedalaman perasaan yang terdapat dalam lubuk hati yang mencintai. Cinta ini melampaui dimensi bahasa bahkan yang dimengerti oleh manusia sekalipun, menciptakan koreografi indah dari emosi dan keheningan yang hanya bisa dipahami oleh jiwa yang seiring berdansa dengan irama cinta.

Dengan segala keindahan dan keagungannya, cinta tetap menjadi misteri yang membutuhkan pemahaman melalui pengalaman langsung. Itulah mengapa, meskipun kata-kata sering kali menjadi alat yang indah, dalam ranah cinta, pengalaman adalah gurunya. Cinta pada akhirnya tidak hanya dirasakan melalui kata-kata yang diucapkan, melainkan melalui tindakan dan momen-momen indah yang menjadi simfoni kehidupan.

Bagiku, menikmati cinta tak selalu harus bersama dalam kedekatan jarak. Aku mampu menciptakan kenikmatan cinta sendiri, tanpa kehadirannya di depan mata. Bagi pecinta sepertiku, ketiadaan sosok yang dicintai adalah sebuah kenikmatan rindu yang abadi. Cinta, sesungguhnya, mampu menjadikan diriku seperti orang gila, sebagaimana gilanya Qays yang terpesona oleh Layla. Aku dapat tertawa sendiri, menangis sendiri, dan tersenyum sendiri, karena sejatinya kenikmatan cinta tetap hadir, bahkan tanpa (Ada) nya.

Cinta mempunyai keajaiban yang membuat hatiku terjerembab dalam kegilaan yang tragis. Seperti Qays yang tak dapat terbendung dalam kecintaannya kepada Layla, begitu pula diriku yang dapat merasakan gelombang gairah dan kegilaan itu. Meskipun tanpa kehadiran fisik sang kekasih, namun hati ini mampu menari dalam ritme cinta yang memikat.

Adakalanya aku tertawa sendiri, disentuh oleh kenangan manis atau mimpi-mimpi yang terpintal dalam benakku. Sementara pada saat lain, aku mungkin menangis sendiri, merasakan getaran emosi yang tak tertandingi. Cinta menjadi pemahaman pribadi yang memeluk seluruh jiwaku, seperti alunan lagu yang memenuhi ruang hati yang sepi.

Tersenyum sendiri pun menjadi hal biasa yang kulakukan. Bahkan, dalam kesendirian, senyuman itu dapat merefleksikan kebahagiaan batin yang tumbuh dari keindahan cinta yang kurasakan. Sebab, cinta bukan sekadar apa yang tampak dihadapan, melainkan perasaan yang tumbuh subur dalam setiap napas, detak jantung dan juga ingatan.

Aku merasa begitu terkoneksi dengan kisah Qays dan Layla, di mana cinta tidak terbatas pada dimensi fisik atau kehadiran langsung. Bahkan dalam kesendiriannya, Qays mampu merasakan kehadiran Layla melalui rindu yang abadi. Demikian juga, aku, sebagai pecinta yang mampu menikmati cinta dalam kesendirian, merasakan bahwa kehadiran sang kekasih dapat terpatri dalam setiap hela nafas dan denyut jantung yang menjadikan hidup ini sebagai sebuah perjalanan cinta yang tak terlupakan.

Ia (kekasih ) telah merenggut segala esensi dari diriku—waktu, akal, hati, kewarasan, dan segala yang tersemat dalam diriku kini menjadi miliknya. Aku tak lebih dari sekadar jiwa yang tergadai, dan aku tidak mampu menebusnya dengan apapun, karena dalam dunia para pecinta sepertiku, satu-satunya pilihan dan tiada kerelaan selain menggadaikan segalanya untuk ia yang sangat dicintai.

Aku mengarungi makna cinta dengan cara yang begitu pribadi, dengan definisi yang bisa saja berbeda bagi setiap individu yang menjalaninya. Cinta bukanlah sekadar konsep yang dijelaskan oleh ahli atau pakar. Para pecinta memiliki hak untuk memaknai rasanya sendiri, sebab tidak ada makhluk lain yang berhak mengintervensi rasa yang dimiliki oleh makhluk lainnya—seperti rasa yang kuhadirkan untuk ia (kekasih).

Andai saja semua orang tahu betapa besar cinta ini padaNya, mereka mungkin akan menganggapku sebagai seseorang yang telah kehilangan kesadaran. Namun, aku bangga menyatakan diriku sebagai orang yang tergila-gila. Bagi para pecinta, kegilaan itu menjadi semacam kehormatan, karena mereka selalu merindukan kekasihnya setiap hari. Jika sang kekasih tak dapat dimiliki, mereka rela jiwa dan jasadnya melebur ke dalam diri orang yang dipilih oleh sang kekasih untuk dicintai. Sebab di mana pun cinta sang kekasih berlabuh, di sanalah pecinta hadir, menyatu dalamnya.

Cinta, bagiku, adalah air mata bahagia yang dikaruniakan oleh Tuhan. Allah menitipkannya pada manusia yang memiliki kesucian. Kesucian cinta   tidak dapat dititipkan pada para pembenci, karena di hati mereka terdapat kotoran. Oleh karena itu, kenikmatan tertinggi cinta terletak pada kehalalan, menjauh dari segala yang haram, dan merajut kasih dalam bingkai kerelaan yang tulus.

"Ini tulisan beberapa tahun yang lalu, Kutulis dengan penuh rasa haru di sebuah desa tempat dimana aku dilahirkan, tempat dimana aku dipertemukan (denganNya), dan tempat dimana aku melihatNya terakhir kali. Selamat menikmati."

Wahyu Kurniawan

Mahato, 25 Mei 2020

Ikuti tulisan menarik Wahyu Kurniawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

10 jam lalu

Terpopuler