Kecacatan Sistem, Akar Munculnya Kebusukan Moral Manusia

Sabtu, 20 Juli 2024 14:49 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Ternyata mafia itu ada di banyak tempat dan ia telah memasuki setiap lini dalam kehidupan kita baik itu ekonomi, pendidikan, \xa0pertahanan, pertanahan, politik, sosial, keamanan dan sebagainya.

Tulisan ini saya buat dengan sedikit rasa marah dan kecewa yang begitu menyayat didalam di hati. Beberapa tahun yang lalu saya pernah menulis sebuah puisi tentang Mafia Pendidikan pada saat itu saya masih duduk di bangku SMA, setelah saya duduk di bangku kuliah saya banyak mengamati hal-hal yang mengusik relung hati saya. Ternyata mafia itu ada di banyak tempat dan ia telah memasuki setiap lini dalam kehidupan kita baik itu ekonomi, pendidikan,  pertahanan, pertanahan, politik, sosial, keamanan dan sebagainya. Seringkali mereka yang menjadi pelaku mafia adalah orang-orang yang seharusnya menjadi garda terdepan, yang diberi kepercayaan dan kewenangan berdasarkan tugas yang diatur oleh peraturan dan undang-undang. Namun, ironisnya, kewenangan itu malah disalahgunakan untuk kepentingan diri sendiri, bahkan hingga merugikan orang lain. Sungguh sebuah realitas yang menyakitkan dan mengecewakan.

Saya merenung, mencoba memahami bagaimana rasanya hidup sebagai manusia dalam sebuah sistem yang cacat. Apakah ini yang dirasakan? Entahlah. Namun, naluri saya sebagai makhluk yang dianugerahi akal dan pikiran membuat saya yakin bahwa ada yang tidak beres dalam fondasi konseptual yang dibangun oleh manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ada yang tak sejalan, yang bertentangan dengan nilai-nilai yang seharusnya menjadi landasan bagi tatanan sosial dan moral. Saya merasa terdorong untuk menggali lebih dalam, untuk menemukan akar permasalahan dan mencari solusi yang mungkin dapat membawa perubahan positif.

Semakin saya tenggelam dalam pemikiran ini, semakin jelas terasa bahwa sistem yang buruk akan menghasilkan hasil yang sama: kebusukan. Ketika fondasi yang diletakkan oleh manusia sudah retak, apa yang bisa diharapkan selain manusia yang terkontaminasi oleh keburukan itu sendiri? Tidaklah mungkin mengharapkan hasil yang baik dari proses yang berjalan di dalam kerangka yang rusak. Setiap tindakan yang dilakukan dengan mengabaikan nurani dan akal sehat kita sebagai manusia hanya akan menghasilkan lebih banyak kebusukan. Kesadaran ini menuntun saya untuk lebih berhati-hati dalam memilih jalur dan metode yang digunakan dalam setiap langkah, karena saya percaya bahwa hanya dengan integritas dan moralitas yang kokoh, kita dapat mencapai hasil yang sesungguhnya bernilai.

Maka bagi saya semua akan berputar disitu-situ saja. Tata kelola sistem buruk yang dipertahankan maka akan menghasilkan manusia busuk sepanjang peradaban. Lantas saya dan kita bisa apa? Melawan? Menentang? Atau mau tidak mau kita harus mengikuti arus sistem yang sudah berjalan sejauh ini? Ayolah, Kita ini sudah dibiasakan untuk menghadapi hal-hal yang bertentangan dengan naluri kita sebagai manusia terlebih-lebih sebagai makhluk beragama. 

Menghadapi situasi ini, saya merasa terombang-ambing antara berbagai pertanyaan. Apakah kita harus pasrah dan ikut mengalir dalam sistem yang cacat ini? Ataukah kita harus bangkit melawan, menentang ketidakadilan dan kebusukan yang telah mengakar dalam tatanan sosial kita? Sebagai manusia, terlebih lagi sebagai makhluk berakal dan beragama, naluri kita memang menuntut untuk berdiri teguh dan berjuang demi kebaikan, meskipun arus yang mengalir terkadang begitu kuat. Kita tidak bisa diam melihat ketidakadilan dan kejahatan merajalela di sekitar kita. Melawan atau menentang bukanlah pilihan yang mudah, tetapi ketika kesalahan dan ketidakadilan dibiarkan berkembang, itu berarti kita turut serta dalam membiarkannya terjadi. 

Kita mulai terbiasa dengan ketidakjujuran, berbohong, culas, khianat, kurang empati, egois, diam saat melihat orang semena-mena dengan orang lain, mengasingkan kebenaran, membiarkan kesalahan dan sebagainya. Semua itu buah dari hasil yang dibangun diatas sebuah tata kelola sistem yang buruk. Lantas, kita menganggap itu bukan lagi sesuatu hal yang aneh.

Buruknya kesalahan tata kelola dalam sebuah sistem yang dibangun itu tidak hanya menyasar beberapa bagian melainkan telah merusak keseluruhan, Tidak jujur dalam bekerja, Mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain, menyogok untuk mendapat kemudahan, memakai orang dalam untuk memperoleh tempat dan jabatan, mengutamakan orang terdekat untuk kepentingan umum, memanfaatkan hak umum untuk kepentingan pribadi, diskriminasi dimana-mana, administrasi yang buruk, pelayanan yang acak-acakan, jam kerja tidak sesuai dengan semestinya, menuntut hak sebelum menunaikan kewajiban, menganggap rendah orang lain, ingkar terhadap janji yang sudah dibuat, tidak amanah terhadap tanggung jawab, menganggap remeh orang lain.

Apakah ada yang kurang? Silakan beri tambahan jika perlu. Intinya, pesan yang ingin saya sampaikan berasal dari rasa keresahan yang saya rasakan sendiri. Saya ingin menekankan bahwa kita saat ini hidup dalam lingkungan dengan sistem yang sangat buruk, dari tingkat terkecil hingga yang terbesar. Dampaknya adalah lahirnya banyak manusia yang korup moralnya akibat kesalahan dalam tata kelola sistem tersebut. Ironisnya, bukannya berusaha memperbaiki, kita justru meneruskan dan mempertahankan praktik-praktik yang sama dengan alasan menjaga warisan leluhur. Namun, jika kita tidak mau berubah, jika kita terus pasrah dan tidak memiliki keberanian untuk menghadapi perubahan, maka kita harus bersiap menghadapi kekalahan.

Kita harus segera mengakhiri lingkaran semacam ini, kita harus memulai dari diri kita sendiri. Berhentilah mengikuti arus yang salah sebab kita pasti akan mati tergilas oleh pilihan kita sendiri, belajarlah melawan arus selagi itu benar. Jangan pernah takut menentukan pilihan, sebagai manusia kita harus mempunyai prinsip dalam hidup dan kita harus hidup didalam prinsip yang telah kita bangun.

Opini ini bersifat pribadi dan tidak menyudutkan siapapun. Terima Kasih

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pekanbaru, 23 November 2021

Penulis : Wahyu Kurniawan (Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara)

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Wahyu Kurniawan

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler