x

Iklan

Ryo Rahadian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Maret 2024

Senin, 18 Maret 2024 12:41 WIB

Mendesak, Memperbaiki Hati Nurani dan Kebebasan Tak Terkendali di Kalangan Anak Muda .

Di era digital, teknologi berperan sebagai salah satu pemeran utama dalam kehidupan sehari-hari kita. Teknologi memberikan kebebasan menonton, meneliti, dan beropini sesenang hati kita, secara anonim ataupun terbuka. Kebebasan tersebut merupakan pedang bermata dua.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

I.              Definisi Hati nNrani dan Kebebasan 

Secara umum “hati nurani" adalah istilah yang mengacu pada suara batin atau kepekaan moral seseorang. Istilah ini sering digunakan untuk menyebut inner conscience atau moral compass yang memandu seseorang dalam membuat keputusan yang benar atau salah. Hati nurani mencakup kesadaran moral dan nilai-nilai etika yang membimbing tindakan dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, memiliki hati nurani berarti memiliki kesadaran moral yang memotivasi untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika dan kebenaran.

Sedangkan “kebebasan” adalah keadaan bebas dari pembatasan, penindasan, atau kendali yang memungkinkan individu atau kelompok untuk bertindak, berbicara, dan mengambil keputusan tanpa adanya tekanan eksternal yang tidak sah. Konsep kebebasan sering kali terkait dengan hak asasi manusia, demokrasi, dan pemerintahan yang adil. Dalam konteks sosial dan politik, kebebasan mencakup hak untuk berpendapat, kebebasan beragama, hak berserikat, dan hak untuk mengeluarkan pendapat. Kebebasan juga dapat merujuk pada kemerdekaan individu untuk mengejar tujuan dan kebahagiaan mereka sendiri tanpa campur tangan yang tidak sah.

Beberapa Filsafat juga berpendapat tentang definisi hati nurani dan kebebasan. Pertama, adalah Imanuel Kant, seorang filsuf Jerman yang sangat berpengaruh dalam sejarah filsafat. Dia dikenal karena kontribusinya terhadap etika, epistemologi, logika, dan filsafat politik. Menurut Kant hati nurani merupakan intuisi moral internal yang memberikan kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip moral yang bersifat universal. Hati nurani memberikan dasar untuk kewajiban moral. Kant juga mengemukakan konsep kebebasan moral. Bagi Kant, kebebasan bukanlah kebebasan dari pengaruh luar, tetapi kebebasan untuk bertindak sesuai dengan hukum moral yang diakui oleh hati nurani.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selanjutnya adalah Jhon Stuart Mill. Dia  adalah seorang filsuf dan ekonomi politik Inggris yang menjadi salah satu tokoh sentral dalam tradisi pemikiran utilitarianisme. Mill berpendapat bahwa hati nurani adalah hasil dari pengaruh sosial dan pendidikan. Bagi Mill, hati nurani cenderung mengikuti prinsip-prinsip utilitarian, yang mengutamakan kebahagiaan umum. Mill sangat menekankan pentingnya kebebasan individu. Dalam karyanya "On Liberty," dia menyatakan bahwa individu memiliki hak untuk berkebebasan selama tindakan mereka tidak merugikan orang lain. Kebebasan individu harus dihormati dan dilindungi oleh masyarakat.

Dan terakhir ada Jean-Jacques Rousseau. Rousseau adalah seorang filsuf, penulis, dan pemikir politik Prancis yang memiliki pengaruh besar pada pemikiran politik dan filsafat pada Abad Pencerahan. Rousseau mengajukan konsep hati nurani yang bersifat alami dan baik, tetapi dikorupsi oleh masyarakat. Hati nurani yang sejati adalah yang sesuai dengan keadaan alam manusia sebelum terpengaruh oleh masyarakat. Rousseau memandang kebebasan sebagai hak alami manusia yang diperoleh sejak lahir. Bagi Rousseau, masyarakat seharusnya menghormati kebebasan individu dan menciptakan peraturan yang sesuai dengan kehendak umum.

Penting untuk diingat bahwa pandangan mengenai hati nurani dan kebebasan dapat bervariasi luas, dan tidak semua pemikir atau tradisi setuju dengan interpretasi di atas. Beberapa pandangan lebih terfokus pada aspek kebebasan individu, sementara yang lain menekankan pengaruh sosial atau keagamaan terhadap hati nurani dan kebebasan.

II.           Hati Nurani, Kebebasan, dan Perilaku Menyimpang

Di era digital, teknologi berperan sebagai salah satu pemeran utama dalam kehidupan sehari-hari kita. Teknologi memberikan kita kebebasan untuk menonton, meneliti, dan beropini sesenang hati kita, secara anonim ataupun terbuka. “Kebebasan” tersebut merupakan pedang bermata dua. Di satu sisi “Kebebasan” kita digunakan untuk meningkatkan harga diri, melalui berbagai cara seperti, mempelajari kemampuan baru melalui video YouTube, di sisi yang lain “Kebebasan” Digunakan untuk kepuasan diri sendiri yang berlebihan, seperti menonton video pornografi.  Di jaman sekarang, banyak anak muda yang mempunyai akses “Kebebasan”, dan sayangnya sebagian besar mereka menggunakan teknologi tanpa pengawasan orang tua sehingga mereka menyalahgunakan teknologi tersebut.

Tidak hanya kebebasan yang merupakan sesuatu yang kita perlu perbaiki di kalangan anak muda, tetapi Kompas moral atau Hati Nurani mereka kita harus benah ke arah yang benar. Di jaman sekarang sangat banyak anak yang belum berumur 18 tahun melakukan kegiatan yang tidak pantas untuk umurnya. Sekarang ada banyak kasus anak di bawah umur merokok bahkan ada yang merokok sejak berumur enam tahun, tidak hanya merokok tetapi perilaku menyimpang yang lain, seperti; minum minuman keras, hamil dini, balap liar, dan banyak lagi yang saya tidak sebutkan. Saya ingin meneliti mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut dan memberi beberapa solusi untuk menangani masalah yang ada.

 

II.1 Merokok Di Bawah Umur

Masalah pertama adalah Merokok di bawah umur "Merokok di bawah umur” merujuk pada praktik merokok yang dilakukan oleh individu yang belum mencapai usia legal untuk merokok. Di Indonesia, usia minimal untuk membeli dan mengonsumsi produk tembakau adalah 18 tahun. Namun, masalah merokok di bawah umur masih menjadi perhatian serius. Banyak orang melihat praktik merokok di bawah umur sebagai tindakan yang tidak etis dan merugikan. Pada tahun 2018, Kementerian Kesehatan Indonesia melaporkan bahwa prevalensi perokok remaja di Indonesia meningkat secara signifikan. Sekitar 8,8% remaja berusia 13-15 tahun dilaporkan menjadi perokok aktif.

 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi anak muda di Indonesia untuk merokok melibatkan kombinasi faktor sosial, ekonomi, budaya, dan individu. Ketersediaan rokok yang tinggi di sekitar anak muda dapat meningkatkan kemungkinan mereka mencoba merokok. Tekanan dari teman yang merokok dapat mempengaruhi anak muda untuk mencoba merokok. Pengaruh Media, Iklan rokok, film, dan media lainnya yang memperlihatkan merokok sebagai sesuatu yang keren. Harga rokok yang relatif rendah dapat membuatnya lebih terjangkau bagi anak muda dengan keterbatasan ekonomi.

 

Mengatasi permasalahan merokok di bawah umur memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Berikut adalah usulan cara yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan merokok di bawah umur; Memberikan edukasi yang kuat tentang dampak negatif merokok pada kesehatan, meningkatkan sanksi bagi penjual yang melanggar aturan penjualan rokok kepada anak di bawah umur, meningkatkan kesadaran orang tua tentang bahaya merokok dan dampaknya pada anak-anak, membatasi akses anak-anak ke tempat-tempat yang menjual rokok.

 

Melibatkan komunitas lokal dalam upaya pencegahan merokok di bawah umur. Menggalang dukungan komunitas untuk mendukung kebijakan anti-merokok dan menciptakan lingkungan yang sehat. Mengatasi permasalahan merokok di bawah umur memerlukan kerja sama antara pemerintah, keluarga, sekolah, dan masyarakat agar langkah-langkah pencegahan dapat efektif dan berkelanjutan.

 

II.2 Kemudahan Akses Pornografi

Masalah pornografi di kalangan anak muda di Indonesia merupakan isu serius yang dapat mempengaruhi kesehatan mental, perilaku, dan perkembangan mereka. Beberapa faktor yang memengaruhi masalah ini melibatkan perkembangan teknologi, akses mudah ke internet, kurangnya pengawasan orang tua, dan kurangnya pemahaman tentang risiko dan dampak negatif pornografi pada anak-anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online) (SuaraSurabaya 2021).

 Beberapa dampak negatf tersebut adalah. Kecemasan dan depresi. Anak-anak mungkin mendapatkan pemahaman yang salah tentang seks dan hubungan intim, karena konten pornografi sering kali tidak mencerminkan realitas hubungan yang sehat. Paparan pornografi dapat mengarah pada isolasi sosial dan kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat. Konten seksual dapat menyebabkan tertundanya perkembangan emosional anak-anak, termasuk kesulitan dalam mengatasi perasaan dan konflik emosional. Anak-anak yang terpapar pornografi mungkin mengalami gangguan konsentrasi dan penurunan kinerja akademis karena pikiran mereka teralihkan oleh konten tersebut.

 

Penting untuk diingat bahwa dampak ini dapat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk frekuensi paparan, jenis konten yang dilihat, dan kondisi lingkungan sekitarnya. Upaya pencegahan, pendidikan seks yang komprehensif, dan pengawasan yang baik dari orang tua dan pendidik dapat membantu melindungi anak-anak dari dampak negatif yang mungkin timbul akibat paparan pornografi.

 

Anak di bawah umur dapat menonton pornografi karena berbagai alasan, yang sering kali melibatkan kombinasi faktor lingkungan, teknologi, dan sosial. Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi perilaku ini termasuk; Akses mudah ke internet dan perangkat teknologi memberikan anak-anak kemudahan untuk menemukan dan mengakses konten pornografi tanpa pengawasan, rasa ingin tahu tentang tubuh dan seksualitas adalah bagian normal dari perkembangan anak-anak. Mereka mungkin mencari jawaban atau informasi di tempat yang tidak sesuai, termasuk konten pornografi, tekanan dari teman sebaya atau dorongan untuk mengeksplorasi konten seksual dapat memotivasi anak-anak untuk mencari dan menonton pornografi, iklan yang menampilkan konten seksual atau merujuk ke situs web pornografi dapat memengaruhi perilaku anak-anak yang dapat mencoba mengeksplorasi lebih lanjut.

 

Penting untuk menyadari bahwa setiap anak mungkin memiliki alasan yang berbeda untuk menonton pornografi, dan faktor-faktor ini bisa berinteraksi dengan cara yang kompleks. Oleh karena itu, pendekatan pendidikan, pengawasan orang tua, dan pemberian informasi yang benar mengenai seksualitas dapat membantu mengurangi risiko paparan anak-anak pada konten yang tidak pantas.

 

II.3 Minuman Keras Atau Alkohol

Minum alkohol di bawah umur adalah perilaku yang berisiko dan dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan dan perkembangan anak. Berikut adalah beberapa dampak dan masalah terkait dengan anak yang minum alkohol di bawah umur. Konsumsi alkohol pada usia muda dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang masih berlanjut hingga usia dewasa.

 

Masalah Kesehatan Mental, Anak-anak yang minum alkohol memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Risiko Kecelakaan Lalu Lintas, anak-anak yang minum alkohol memiliki risiko lebih tinggi terlibat dalam kecelakaan lalu lintas karena koordinasi dan kemampuan reaksi yang terpengaruh. Pengaruh pada Kinerja Sekolah, konsumsi alkohol dapat memengaruhi kinerja akademis anak-anak dan menghambat kemampuan mereka untuk belajar dan berkonsentrasi. Perilaku Kriminal, minum alkohol dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan meningkatkan risiko anak terlibat dalam perilaku kriminal.

 

Selama tujuh tahun belakangan ini terjadi peningkatan luar biasa konsumsi minuman keras (miras) di kalangan remaja. Jika pada 2007 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan jumlah remaja mengonsumsi miras di Indonesia masih diangka 4,9%, tetapi pada 2014 berdasarkan hasil riset yang dilakukan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) jumlahnya melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang. (Detik.com 2015). Kepala Departemen Peneliti Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Abdul Wahid Hasyim mengatakan hasil survei yang dilakukan lembaganya mencatat 65,3 persen anak di bawah umur mengonsumsi alkohol. (JawaPos.com 2017)

 

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak di bawah umur untuk mulai minum alkohol. Kombinasi faktor-faktor ini dapat berbeda untuk setiap individu, tetapi berikut adalah beberapa penyebab umumnya: Tekanan dari teman dapat menjadi faktor dominan, anak-anak mungkin merasa terdorong untuk minum alkohol agar dapat lebih diterima atau menjadi bagian dari kelompok mereka. Kurangnya pengawasan atau keterlibatan orang tua dapat meningkatkan risiko konsumsi alkohol pada usia dini. Anak-anak yang memiliki kebebasan tanpa pengawasan lebih besar kemungkinannya untuk mencoba minum alkohol. Stres dan Tekanan Emosional, anak-anak mungkin mencari cara untuk mengatasi stres, tekanan sekolah, atau masalah emosional dengan mengonsumsi alkohol sebagai bentuk Copping.

 

Konsumsi minuman keras pada anak di bawah umur merupakan isu serius yang memerlukan perhatian bersama dari keluarga, pendidik, masyarakat, dan pemerintah. Mencegah anak-anak mengonsumsi alkohol tidak hanya merupakan tugas orang tua, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan mereka dengan cara yang sehat. Pertama-tama, edukasi dan peningkatan kesadaran perlu menjadi fokus utama dalam mencegah anak di bawah umur untuk minum minuman keras. Program pendidikan sekolah harus menyertakan informasi komprehensif tentang risiko dan dampak negatif dari konsumsi alkohol pada usia dini. Selain itu, kampanye kesadaran masyarakat perlu dilakukan untuk melibatkan orang tua, guru, dan anggota masyarakat dalam memberikan informasi yang benar dan relevan. Mencegah anak di bawah umur untuk minum minuman keras adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan berbagai pihak. Dengan edukasi yang kuat.

 

pengawasan orang tua, peran aktif sekolah, kampanye kesadaran masyarakat, regulasi yang ketat, dan memberikan alternatif positif, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak-anak dengan cara yang sehat dan mengarah pada masa depan yang lebih cerah.

 

II.4 Hamil Dini

Hamil dini adalah kondisi kehamilan yang terjadi pada usia reproduksi yang relatif muda, khususnya pada remaja atau perempuan usia di bawah 20 tahun. Umumnya, istilah ini merujuk pada kehamilan yang terjadi sebelum perempuan mencapai usia 20 tahun. Namun, definisi persis "hamil dini" dapat bervariasi tergantung pada konteks budaya, medis, atau hukum di suatu negara. Hamil dini di kalangan remaja menjadi sorotan dalam realitas kompleks Indonesia saat ini. Isu ini melibatkan kesehatan, pendidikan, dan tuntutan perubahan sosial.

 

Hamil dini sering kali dianggap sebagai isu kesehatan masyarakat karena melibatkan risiko kesehatan dan perkembangan bagi perempuan muda. Kehamilan pada usia yang relatif muda dapat membawa dampak fisik, emosional, dan sosial yang signifikan pada perempuan yang belum matang secara fisik dan psikologis.

 

Pertama-tama faktor terjadinya kehamilan dini, kurangnya pendidikan seksual menjadi penyebab utama terjadinya hamil dini. Pendidikan seks yang komprehensif dan mudah diakses belum sepenuhnya menjadi prioritas dalam kurikulum pendidikan nasional. Selain itu, faktor sosial seperti tekanan teman, ketidakselarasan ekonomi, dan paparan media yang tidak terkontrol juga berkontribusi pada meningkatnya risiko hamil dini di kalangan remaja. Selanjutnya, dampak dari hamil dini tak hanya bersifat kesehatan, tetapi juga melibatkan aspek-aspek sosial dan ekonomi. Risiko kesehatan bagi ibu dan bayi meningkat, sementara pendidikan remaja sering kali terhenti, menghasilkan gelombang tantangan yang lebih besar dalam perkembangan mereka.

 

Beberapa cara pencegahan hamil dini: Pendidikan seksual yang komprehensif di sekolah adalah kunci utama dalam mencegah hamil dini. Program pendidikan seks harus memberikan informasi yang jelas, akurat, dan tepat waktu tentang anatomi tubuh, kontrasepsi, hubungan sehat, serta tanggung jawab dalam menjaga kesehatan reproduksi. Pendidikan ini bukan hanya tentang mencegah kehamilan, tetapi juga membentuk pemahaman yang komprehensif tentang kesehatan seksual dan hubungan yang sehat. Memastikan akses yang mudah dan tanpa hambatan terhadap layanan kesehatan reproduksi adalah langkah berikutnya. Pelayanan kesehatan harus ramah remaja, menyediakan konseling yang mendukung, dan memastikan bahwa remaja merasa nyaman dalam mencari informasi atau bantuan terkait dengan kesehatan reproduksinya. Pemberian informasi tentang kontrasepsi, pengujian kehamilan, dan konseling pranikah menjadi bagian integral dari upaya ini.

 

Mencegah hamil dini memerlukan komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan kesehatan dan positif bagi perempuan muda. Dengan mendukung pendidikan seksual yang komprehensif, memastikan akses kesehatan reproduksi yang mudah, mendorong pemberdayaan perempuan, dan melibatkan masyarakat dalam kampanye kesadaran, kita dapat merangkul masa depan yang lebih cerah dan sehat untuk generasi mendatang. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan pentingnya pendidikan seksual. Hal itu menyusul temuan 50 ribu anak menikah dini karena mayoritas hamil di luar nikah. (CNN Indonesia 2023)

 

II.5 Balapan Liar

Balapan liar di Indonesia merupakan fenomena yang menimbulkan berbagai masalah di berbagai aspek, termasuk keselamatan, hukum, dan ketertiban. Balapan liar adalah kegiatan balapan yang dilakukan di jalan raya umum tanpa izin atau persetujuan resmi. Fenomena ini telah menjadi perhatian serius karena potensi bahaya yang ditimbulkannya. Berdasarkan data tahun 2012 oleh Divisi Humas Mabes Polri yang dihimpun oleh Korps Lalu Lintas Polisi Republik Indonesia tercatat 117.949 kasus kecelakaan yang disebabkan oleh Balap Liar (MetroNTB.com 2023)

 

Balapan liar dan remaja memiliki hubungan yang kompleks dan sering kali terkait erat. Beberapa faktor yang dapat menjelaskan hubungan antara balapan liar dan remaja melibatkan aspek-aspek seperti eksplorasi identitas, pencarian adrenalin, kebutuhan akan penerimaan sebaya, serta pengaruh lingkungan.

 

Beberapa faktor yang menyebabkan remaja melakukan balapan liar. Remaja sering kali berada dalam fase pencarian identitas, di mana mereka mencari cara untuk menemukan dan mengekspresikan diri. Ketertarikan remaja terhadap pengalaman adrenalin dan tantangan juga dapat menjadi pendorong kuat untuk terlibat dalam balapan liar.

 

Kecepatan tinggi dan keterampilan mengemudi yang diperlukan dapat memberikan rasa kepuasan dan gembira yang mungkin tidak ditemukan dalam aktivitas sehari-hari. Pengawasan yang kurang ketat dari orang tua atau wali dapat memberikan ruang bagi remaja untuk terlibat dalam balapan liar tanpa kendali yang memadai. Kurangnya perhatian dan komunikasi antara orang tua dan remaja dapat meninggalkan remaja tanpa panduan yang diperlukan.

 

Cara-cara mencegah balapan liar dengan mengadopsi pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan, pengawasan, pemberdayaan, dan penciptaan alternatif positif. Pendidikan menjadi kunci dalam mencegah balapan liar. Program pendidikan harus menyoroti risiko dan konsekuensi serius dari kegiatan ini. Siswa perlu mendapatkan informasi tentang bahaya kecelakaan, kerugian hukum, dan dampak sosial yang dapat timbul. Pendidikan seksual yang komprehensif juga dapat membahas keputusan bijak dalam berkendara.

 

Peran orang tua sangat penting dalam mencegah balapan liar. Orang tua perlu terlibat secara aktif dalam kehidupan remaja, memberikan pengawasan yang baik terhadap kegiatan mereka, dan membuka saluran komunikasi yang efektif. Memahami lingkungan sosial anak dan teman-temannya dapat membantu orang tua memahami potensi tekanan dari teman.

 

Mencegah balapan liar di kalangan remaja memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Dengan mendekati masalah ini secara holistik, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung keselamatan dan kesejahteraan remaja. Melalui pendidikan, pengawasan, pemberdayaan, dan penciptaan alternatif positif, kita dapat mengarahkan minat dan energi remaja ke arah yang lebih positif dan konstruktif.

 

III.          Faktor Utama Kurangnya Moral, Atau Hati Nurani di Kalangan Anak Dan Remaja.

Dari beberapa msalah yang di atas, kita bisa melihat sebuah kesamaan dari semua masalah yang saya paparkan di atas. Yang pertama adalah orang tua. Orang tua merupakan salah satu faktor utama dalam perkembangan anak-anak dan remaja. Yang kedua adalah teman-teman atau pergaulanya anak atau remaja tersebut, dimana mereka merasa tertekan untuk melakukan hal yang mereka anggap buruk atau yang mereka tidak ingin lakuin.

 

Selanjutnya faktor yang tidak dari beberapa maslah yang di atas, kita bisa melihat sebuah kesamaan dari semua masalah yang saya kalah penting adalah pendidikan. Ini kenapa belajar hati nurani merupakan sesuatu yang sanggat penting. Belajar hati nurani atau moralitas memiliki kepentingannya sendiri dalam pembentukan karakter dan perilaku seseorang. Hati nurani dapat diartikan sebagai suara internal yang memberikan panduan etis dan moral, membantu seseorang membedakan antara benar dan salah.

 

III.1 Pentingnya Hati Nurani

Berikut adalah beberapa alasan mengapa belajar hati nurani merupakan hal yang penting: Belajar hati nurani membantu seseorang mengembangkan panduan moral internal. Ini melibatkan pemahaman tentang nilai-nilai etis dan prinsip-prinsip moral yang membimbing tindakan dan keputusan sehari-hari. Hati nurani membantu membangun integritas, yaitu konsistensi antara nilai-nilai yang dianut dan perilaku sehari-hari. Dengan memiliki hati nurani yang kuat, seseorang lebih cenderung untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Hati nurani membantu mengembangkan rasa pertanggungjawaban pribadi. Seseorang dengan hati nurani yang baik akan lebih berhati-hati terhadap dampak moral dari tindakan dan keputusannya, serta bersedia untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

III.2 Hubungan Hati Nurani Dan Kebebasan Dengan Etika

Hubungan antara hati nurani, kebebasan, dan etika memiliki keterkaitan yang erat. Ketiga konsep ini saling memengaruhi dan membentuk dasar bagi pandangan individu atau masyarakat terhadap moralitas dan perilaku yang benar. Hati nurani dapat memainkan peran penting dalam membimbing kebebasan individu agar sesuai dengan nilai-nilai etika. Kebebasan yang dijalankan tanpa memperhatikan hati nurani atau nilai-nilai etika dapat mengarah pada perilaku yang dianggap tidak bermoral atau tidak etis. Sebaliknya, kebebasan yang diimbangi oleh pertimbangan etika dan tanggung jawab moral yang berasal dari hati nurani dapat menciptakan lingkungan di mana kebebasan dijalankan dengan penuh pertimbangan moral.

 

Dalam pandangan etika, hati nurani dan kebebasan dianggap sebagai elemen penting yang membentuk perilaku moral. Etika memberikan kerangka kerja untuk menilai dan memahami implikasi moral dari keputusan dan tindakan, sementara hati nurani dan kebebasan merupakan aspek individu yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan perilaku moral.

 

 

Ikuti tulisan menarik Ryo Rahadian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB