Sepenggal Catatan Harian Usman

Minggu, 26 Mei 2024 05:54 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah cerpen tentang salah satu bagian catatan harian seorang pemuda, bernama Usman.

Hari sudah larut malam, Usman yang masih belum bisa tidur, secara tak sengaja, menemukan catatan hariannya, yang ia buat saat masih mahasiswa dulu. Dibukanya, beberapa lembar, dan matanya tertambat pada sebuah halaman, yang di dalamnya tertulis:

Sebuah malam lagi yang biasa. great light, great morning, you stop in for pack of  cigarette (lirik lagu U2: Stay, Faraway, So Close!). Sebuah kebebasan yang setengah-setengah, dirasakannya ketika itu, masa itu, dunia serasa miliknya. Berteriak bebas, pengakuan diri. Berbeda sekali dengan dirinya yang sekarang, seorang pecundang yang telah paham bahwa dunia itu tidak indah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak ada lagi berjuta kuntum bunga warna-warni, sunset di balik bukit. Ini bukanlah dreamland. Ini tempat kemiskinan dan sejuta perampokan, pembunuhan. Demi sehelai kertas dan koin aluminium yang begitu dihargai, hingga membuat orang tidak tahu lagi siapa dirinya.

Kesenangan dan hal lain yang membuat diri bahagia harus ditukar dengan itu. Dengan itu impian bisa  ditukar dan juga harga diri.

Malam ini ia menerima sebuah pesan :

Di tengah ribuan aparat penguasa

Pekik dan gelora revolusi!

Bergema di udara dan di hati seluruh rakyat!” 

 Ia hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, apakah tidak ada lagi yang ditangkap atau mati karenanya. Sebuah ekspresi akan berbalas injakan sepatu lars dan tembakan gas air mata.

Sebenarnya bukan lagi ekspresi biasa akan tetapi ketidakterimaan akan kemiskinan yang mencekik leher. Impian kosong tadi siang hanyalah tinggal impian.

Lelaki itu masih sangat muda. Ia sebenarnya bukanlah pecundang seperti yang dibayangkannya. Masih punya pilihan lain di antara sekian banyak pilihan. Dengan kepribadian yang terpaksa terpecah belah karena keadaan yang meminta.

***

“Jangan lupa sholat nak, rajin-rajin kuliah, jangan pikirkan biaya, nanti kami orangtuamu yang mengurusnya”. Begitu kata sang ibu, mengantarkan anaknya di Bandar udara Tabing Padang, untuk berangkat dengan kapal terbang menuju Pulau Jawa.

Lelaki muda yang merupakan anak kandung dari si ibu itu, tidak tahu harus merasa apa. Ia senang, sedih, ragu. Yang jelas ia merasa lepas sedikit dari ikatan walaupun tidak sepenuhnya yang jelas paling tidak ia tidak lagi berada dalam kontrol ketat orang tuanya.

Saat itu yang ada di otaknya hanya gambaran tentang tempat yang asing dan berdebu, berwarna jingga dengan sunset di tepi sawah yang mengering.

Hari-hari sebelumnya, ia telah bergulat dengan lintingan rokok daun jagung, menjelajahi dunia imajinasi yang suram, berwarna jingga kecoklatan. Ketika ia keluar dari dunia imajinasi, yang ditemuinya kemudian adalah tanah lembap sehabis hujan. Angin menerpa wajahnya yang selalu tersenyum. Ia tenggelam dalam kebisuan.

Kapal terbang itu melayang menembus awan, ia melihat keluar jendela tembus pandang berbentuk elips. Hamparan hijau dan beberapa gunung-gemunung yang diselimuti kabut.

***

Sebenarnya ia hanyalah kantung kosong berisi angin. Ia merasa seperti itu berhari-hari di daerah ini, ia telah menipu dirinya sendiri, mengikuti semua kata dan tindakan orang, seorang peniru yang gagal.

Apa dayanya, jika tidak maka semua fasilitas yang dimilikinya akan hilang. Oportunis! Kata yang tepat untuk melukiskan dirinya. Walaupun ia sebenarnya tidak mau menjadi bagian dari salah satu makna kata itu.

“Ah ini semua hanya palsu semata !” Dua orang bangsat itu mencoba untuk mempermainkannya. Begitu kata hati salah satu bagian dirinya.

Ketika mereka pergi, ia hanya bisa tertawa getir, kecewa, bahagia, perasaan senang dan ekstase tak terkira dalamnya. Dipandanginya punggung-punggung mereka.

Lelaki gendut berkepala plontos itu datang kemudian, setelah  dua orang perempuan itu pergi. Baginya orang ini lumayan pengecut! Tidak berani berkelahi secara terang-terangan. Baginya perjuangan adalah suatu keberanian untuk bertindak dan melawan! Karena perjuangan adalah materialisasi dari kata-kata. Sementara bagi si lelaki gendut itu, perjuangan tidak ada gunanya lagii. Hanya ada gumpalan wacana untuk menimbulkan perasaan bangga dalam dirinya dan sebuah tindakan cari aman.

Kembali ia dihadapkan pada suatu keadaan di mana ia harus berbohong dan tidak menjadi dirinya yang sebenarnya. Walaupun berkali-kali telah dicobanya untuk menjadi seperti itu tapi ia tetap tak bisa. Suasana dirasanya lebih renyah daripada kepalsuan yang tadi, paling tidak tawa dan senyum yang keluar bukan bersifat palsu lagi walaupun kata masih tetap terselubung oleh retorika. Belum berasal dari lubuk hati yang paling dalam melainkan hanyalah kata-kata kosong belaka.

Kembali ia hanya menjadi sebuah kantung kosong dalam beberapa saat, sampai lelaki gendut dengan hidung lebar, dan rambut tidak ada itu, pergi meninggalkan dirinya sendiri.

***

Hari telah maghrib. Lelaki muda itu hanya bisa mengeluh dan mengeluh dalam hati. Walaupun di luaran yang diperlihatkannya hanyalah sebuah senyuman yang menarik daging pipinya ke atas ke dekat mata. Beberapa hari yang lalu telah ditempuhnya perjalanan lumayan jauh. Menyeberangi laut dan melewati jalanan berlubang sebesar kerbau, jalan lintas Sumatera.

Perbedaan antara jalanan di pulau Jawa dan Sumatera adalah lubang-lubang sebesar kerbau yang memenuhi jalan raya. Uang pembuatan jalan dipangkas sedemikian rupa sehingga yang mulus adalah perut-perut bundar para bos. Sementara orang banyak yang menaiki kendaraan akan mengalami perampokan, kecelakaan dan ban yang sering pecah.

Seorang lelaki tua berkumis tipis duduk di sebelahnya dan ketika azan maghrib bergema, ia berteriak:

“Buka! Buka! Ayo buka!, Gimana ini?! Aku sudah lapar!”

Ia juga berbuka walaupun tidak puasa tapi sereguk air putih cukup segar dirasanya membasahi kerongkongannya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harsa Permata

Alumni Filsafat UGM, Dosen di berbagai universitas di Yogyakarta

0 Pengikut

img-content

Sepenggal Catatan Harian Usman

Minggu, 26 Mei 2024 05:54 WIB
img-content

Kalau Mudah, Bukan Berjuang Namanya

Kamis, 23 Mei 2024 08:20 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua