Sifat Buruk Drona, Guru Para Pandawa dan Kurawa
Minggu, 28 Juli 2024 00:50 WIBDrona, atau Durna, merupakan salah satu tokoh dalam cerita Mahabharata. Ia adalah guru dari Pandawa dan Kurawa. Berikut tiga sifat buruk yang dimiliki oleh Drona yang tidak sepatutnya dimiliki oleh seorang guru.
Drona, atau Durna, merupakan salah satu tokoh dalam cerita Mahabharata. Ia adalah guru dari Pandawa dan Kurawa. Drona, yang ahli dalam strategi perang dan mahir menggunakan berbagai macam senjata, adalah murid dari Begawan Parasurama, yang juga merupakan guru dari Bisma dan Karna.
Berkat tempaan dan didikan Drona, Arjuna dikenal sebagai maestro panah. Demikian juga Bima yang tangguh dalam menggunakan senjata gada, dan Yudistira yang terampil dengan senjata tombak. Namun, di balik semua itu, terdapat sifat buruk yang tidak sepatutnya dimiliki oleh seorang guru.
Berikut tiga sifat buruk yang dimiliki oleh Drona yang tidak sepatutnya dimiliki oleh seorang guru.
1# Diskriminatif
Drona hanya mau mengajar Pandawa dan Kurawa saja. Ia menolak permintaan Karna, putra Adirata, yang ingin belajar di bawah bimbingannya, dengan alasan bahwa Karna bukan berasal dari golongan ksatria, melainkan dari kasta suta (kusir kereta).
Penolakan ini juga menimpa Ekalaya yang ingin belajar darinya, Drona sama sekali tidak menggubrisnya. Kemudian Ekalaya belajar secara otodidak, ia membuat patung dari tanah liat yang mirip Drona. Berkat keuletannya, Ekalaya berhasil menjadi pemanah yang mampu menyaingi Arjuna.
Mengetahui hal itu, Drona meminta Ekalaya untuk memotong ibu jarinya. Drona tidak ingin Ekalaya mengalahkan Arjuna, karena dia telah berjanji akan menjadikan Arjuna sebagai pemanah nomor satu di dunia. Ekalaya pun menerima permintaan guru yang telah mencampakkannya itu dan memotong ibu jarinya, sehingga kemampuan memanahnya hilang.
Tentu tidak baik seorang guru berlaku diskriminatif. Seorang guru harus bersikap adil dan memberikan kesempatan kepada semua muridnya untuk belajar dan berkembang, tanpa memandang latar belakang sosial atau kasta.
Diskriminasi yang dilakukan Drona terhadap Karna dan Ekalaya menunjukkan betapa pentingnya sikap inklusif dan objektif dalam pendidikan. Seorang guru yang baik harus mendukung dan memfasilitasi potensi semua muridnya, bukan hanya mementingkan kepentingan pribadi atau membedakan berdasarkan status sosial.
2# Pendendam
Sebelum menjadi guru bagi Pandawa dan Kurawa, Drona hidup terlunta-lunta dalam kemiskinan. Ia memiliki seorang teman masa kecil sekaligus teman seperguruan, yaitu Drupada, yang merupakan putra mahkota Kerajaan Pancala. Ketika Drupada menjadi Raja Pancala, Drona datang untuk menagih janji masa kecil Drupada bahwa ia akan memberikan sebagian kerajaannya kepada Drona. Namun, Drupada malah mengusir Drona.
Setelah Pandawa dan Kurawa menyelesaikan pendidikan mereka, Drona meminta murid-muridnya untuk membalaskan dendamnya terhadap Raja Drupada. Namun, Kurawa gagal menembus formasi cakrabyuha milik Drupada dan malah menjadi tawanan. Pandawa-lah yang berhasil menembus formasi tersebut, dan Arjuna berhasil mengalahkan Raja Drupada.
Kerajaan Pancala kemudian dibagi menjadi dua, dengan sebagian diberikan kepada Drupada dan sebagian lagi kepada anak Drona, yaitu Aswatama. Setelah dendamnya terbalaskan, Drona menganggap permusuhannya dengan Drupada telah selesai. Namun, Drupada tidak menganggapnya demikian. Ia bersumpah bahwa anaknya Drestadyumna akan menjadi penyebab kematian Drona dan Pancala akan menikahi Arjuna.
Sikap pendendam Drona terhadap Drupada menunjukkan bahwa ia gagal memahami prinsip-prinsip etika yang seharusnya diajarkan kepada murid-muridnya. Drona, yang akhirnya mendapatkan sebagian Kerajaan Pancala, menunjukkan bahwa ia telah memanfaatkan murid-muridnya untuk kepentingan pribadi.
Seorang guru tidak akan mengajarkan muridnya untuk melakukan balas dendam dan tidak akan memanfaatkan muridnya untuk kepentingan pribadi. Sebaliknya, seorang guru yang bijaksana akan menanamkan nilai-nilai moral dan tidak mengharapkan timbal balik dari muridnya.
3# Sayang Berlebihan Terhadap Anaknya
Drona digambarkan sebagai seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya, dan selalu memenuhi setiap permintaan Aswatama. Permintaannya kepada murid-muridnya untuk membalaskan dendam terhadap Drupada juga dipengaruhi oleh keinginan Aswatama untuk menjadi seorang raja.
Dalam perang Baratayuda, Drona memihak Kurawa dan menjadi panglima mereka, menggantikan Bisma yang terbunuh pada hari kesepuluh. Drona memimpin dari hari kesebelas hingga kelima belas, sebelum akhirnya terbunuh oleh Drestadyumna.
Diceritakan bahwa untuk membunuh Drona, Prabu Kresna meminta Bima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama. Di tengah pertempuran yang sedang berkecamuk di Kurusetra, Drona mendengar kabar bahwa Aswatama telah mati. Ia lalu bertanya kepada Yudistira, Pandawa nomor satu yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira menjawab bahwa Aswatama memang mati, tetapi belum sempat melanjutkan penjelasannya bahwa Aswatama yang dimaksud adalah seekor gajah, Drona langsung lemas dan lunglai meletakkan senjatanya. Pada saat itu juga, Drestadyumna segera memenggal kepalanya.
Tak sepantasnya seorang guru menunjukkan kecenderungan yang berlebihan dalam menyayangi anaknya hingga mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan etika. Kecintaan Drona terhadap Aswatama membuatnya bertindak dengan cara yang tidak adil dan membahayakan, seperti meminta murid-muridnya untuk membalaskan dendam terhadap Drupada.
Dalam pertempuran Baratayuda, tindakan Drona yang terlalu fokus pada kepentingan Aswatama mengakibatkan kematiannya sendiri. Sikap ini menunjukkan bahwa seorang guru harus mampu menempatkan kepentingan dan prinsip-prinsip moral di atas afeksi pribadi, serta menghindari tindakan yang didorong oleh rasa sayang yang berlebihan.
Penulis Partikelir
2 Pengikut
Sifat Buruk Drona, Guru Para Pandawa dan Kurawa
Minggu, 28 Juli 2024 00:50 WIBDinamika Kekuasaan: dari Raja Jawa hingga Jokowi
Rabu, 24 Juli 2024 07:53 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler