Transformasi Jurnalisme yang Memilukan

Jumat, 13 September 2024 18:48 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content1
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namun, perjuangan ini bukanlah tanpa drama. Transformasi digital membuat mereka harus berhadapan dengan lawan yang tak pernah mereka bayangkan: Netizen dengan jempol lebih tajam dari pena.

Oleh: Asep K Nur Zaman

Dunia jurnalistik kini bak medan perang dengan tembakan prajurit yang membabibuta. Dulu, para jurnalis gagah berani dengan pena tajamnya, menyelami kedalaman peristiwa, dan menuliskannya di atas lembaran kertas yang kemudian tersaji di atas meja sarapan, lengkap dengan aroma kopi pagi.

Kini, mereka harus mengarungi lautan internet yang penuh badai klikbait dan algoritma yang tak kenal ampun. Oh, betapa heroik perjuangan mereka—atau lebih tepatnya, betapa tragis nasib mereka!

Media cetak, sang veteran tua yang pernah berjaya, kini terhuyung-huyung di bibir jurang kepunahan. Edisi terakhir Majalah Gatra (akhir Juli 2024)—dengan judul “Kami Pamit”—seolah menjadi requiem bagi dunia pers cetak.

Namun, bukan berarti mereka mati tanpa perlawanan. Sebagian, mencoba bangkit kembali dalam wujud digital, bertransformasi menjadi portal berita online. Mereka berharap, seperti seekor kupu-kupu yang keluar dari kepompong, bakal bisa terbang indah di dunia maya (cyber). Sayangnya, bukan kecantikan yang mereka temui, melainkan laba-laba raksasa bernama Google yang siap menjerat dan memonetisasi setiap detik kehidupan mereka.

Namun, perjuangan ini bukanlah tanpa drama. Transformasi digital membuat mereka harus berhadapan dengan lawan yang tak pernah mereka bayangkan: Netizen dengan jempol lebih tajam dari pena. Di era ini, kecepatan lebih penting daripada kebenaran, dan sensasi lebih dihargai daripada substansi.

Kualitas berita kini diukur bukan oleh kedalaman liputan atau analisis tajam, tapi oleh berapa banyak “klik” yang bisa diraih dalam hitungan detik. Redaksi kini lebih sibuk mencari judul yang “seksi” (sensasional) daripada “fakta yang benar”.

Maka, muncullah gelombang baru dalam dunia jurnalistik: para clickbaiter. Mereka bukanlah jurnalis, tapi ilusionis digital yang pandai memancing emosi pembaca dengan judul bombastis yang seringkali tak ada kaitannya dengan isi artikel.

“Anda Tidak Akan Percaya Apa yang Terjadi Selanjutnya!”—begitulah kira-kira pola judul mereka, seakan-akan setiap berita adalah plot twist dramatis. Nyatanya, apa yang “tidak akan percaya” itu seringkali hanyalah kekecewaan semata.

Pemberita Palsu

Tak berhenti di situ, muncul juga para “pemberita palsu” yang seolah-olah mengenakan jubah kebenaran, namun sebenarnya menyebar fitnah dan kebohongan dengan lihai. Mereka dengan mudahnya menyalin-tempel (copas), memelintir fakta, dan menciptakan narasi yang hanya menyenangkan segelintir orang.

Ironisnya, mereka yang bermodalkan kejujuran dan integritas justru harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan pembaca. Pasalnya, kebenaran seringkali kalah menarik dibandingkan drama buatan.

Dunia jurnalistik kini seperti berada dalam reality show besar-besaran. Penonton—atau lebih tepatnya, netizen—berada di kursi empuknya, sambil menunggu siapa yang akan “tereliminasi” dari pentas digital. Para pelaku pers cetak yang dulu terhormat, kini harus menari mengikuti irama algoritma, sambil berharap tidak tenggelam dalam banjir konten yang tak bermutu. Mereka yang gagal beradaptasi, sayangnya, hanya akan menjadi kenangan manis di rak-rak perpustakaan, berdebu dan terlupakan.

Akhir kata, di dunia digital ini, para jurnalis mungkin akan tetap ada, tapi tak semua bisa bertahan. Beberapa mungkin akan menjadi legenda, sementara lainnya hanya akan menjadi contoh kasus di kelas-kelas jurnalisme.

Satu yang pasti: Dalam perang antara kebenaran dan klik, pemenangnya adalah siapa yang paling pintar menari di hadapan kamera internet—meski tanpa isi, asalkan bisa bikin orang berhenti sejenak, lalu berkata, “Ah, ternyata cuma ini”.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

3 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler