Menelusuri Tradisi Minum Teh: Mengakar di Indonesia sejak Zaman Kolonial (3)

Kamis, 3 Oktober 2024 14:35 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Tradisi Patehan
Iklan

Industri minuman boleh berkembang, tren boleh berganti, tapi satu hal yang pasti: di Indonesia, teh selalu punya tempat spesial di hati semua orang, dari generasi ke generasi.

Oleh Asep K Nur Zaman

Di Indonesia, budaya minum teh memiliki akar yang dalam, dimulai sejak zaman kolonial ketika teh pertama kali diperkenalkan oleh Belanda. Sejak itu, minum teh menjadi tradisi yang berkembang pesat di berbagai lapisan masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di dataran tinggi yang berhawa sejuk seperti Puncak dan Malabar, perkebunan teh mulai dibuka, dan teh pun menjadi komoditas penting yang dikonsumsi di seluruh Nusantara.

Bahkan, di masa lalu, teh tidak hanya dikenal di rumah-rumah kalangan bangsawan atau keraton, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari.

Di istana-istana Jawa, seperti Keraton Yogyakarta dan Surakarta, minum teh adalah ritual yang penuh tata krama. Teh, dalam tradisi yang disebut patehan,  disajikan dengan penuh kehormatan, dalam cangkir-cangkir keramik yang cantik, ditemani oleh makanan ringan khas seperti kue tradisional.

Setiap langkah penyajiannya sarat dengan makna filosofis, simbol kesopanan dan refleksi. Di sini, teh lebih dari sekadar minuman; ia adalah medium untuk menghayati kesederhanaan hidup dan menyambut tamu dengan rasa hormat.

Namun, di luar tembok-tembok keraton, teh juga menjadi bagian dari kehidupan rakyat jelata. Teh tubruk, varian teh sederhana yang hanya membutuhkan daun teh, air panas, dan gula pasir, menjadi primadona di warung-warung dan rumah-rumah rakyat biasa.

Seduhan Sederhana

Bagi kalangan awam, tidak ada aturan yang rumit, tidak perlu proses yang bertele-tele. Cukup tuang air panas ke daun teh kering, tunggu ampasnya mengendap, dan nikmati sambil ngobrol ngalor-ngidul tentang kabar desa atau politik desa.

Di berbagai sudut desa hingga kota-kota kecil, minum teh adalah bagian dari kegiatan sosial. Di waktu pagi atau sore, teh tubruk menjadi pengiring obrolan tentang apa saja—dari harga cabai yang naik, kabar tetangga, hingga rencana panen.

Begitulah, teh menjadi teman setia dalam keseharian, baik untuk para petani, pedagang, hingga pegawai negeri yang mampir di warung kopi setelah kerja seharian.

Dengan akar tradisi yang begitu dalam, teh telah tumbuh menjadi minuman yang tak lekang oleh waktu. Dari masa ke masa, ia terus bertahan dan berkembang—hingga akhirnya memasuki era modern.

Kini, budaya minum teh telah melampaui tradisi kuno tersebut, menjadi bagian dari industri minuman modern yang berkembang pesat. Jika dulu teh hanya dinikmati dalam bentuk sederhana di warung atau rumah, atau disajikan dengan penuh tatakrama seperti di kraton.

Transformasi Modern

Sekarang teh telah bertransformas. Ia hadir dalam berbagai merk,  bentuk, kemasan, dan rasa yang menghiasi rak-rak minimarket, kafe, hingga restoran mewah. Cara minumnya pun penuh gaya.

Teh dalam kemasan botol atau kotak, yang siap diminum kapan saja, kini hadir dengan berbagai varian rasa: teh hijau, teh melati, teh buah, dan bahkan teh rasa-rasa yang kadang sulit ditebak apakah lebih mendekati rasa buah atau permen karet!

Para produsen teh di Indonesia memang jeli melihat peluang. Mereka memadukan inovasi dalam cita rasa dengan kemasan yang menarik, sehingga teh tidak hanya diminati oleh kalangan dewasa tetapi juga berhasil mencuri perhatian anak muda.

Tidak hanya menyasar konsumen dewasa yang sudah akrab dengan teh sebagai minuman sehari-hari, tetapi juga membidik generasi muda dengan produk-produk teh kekinian yang "gaul" dan mengikuti tren.

Salah satu contohnya adalah tren bubble tea atau boba yang beberapa tahun terakhir menjadi booming di kalangan anak muda. Dengan kombinasi teh dan topping boba kenyal, tren ini berhasil menggaet konsumen dari segala usia.

Selain itu, berbagai kafe dan restoran kini juga menghidangkan teh dengan sentuhan modern. Dari menu teh tarik yang creamy hingga matcha latte yang berasal dari Jepang, minuman berbahan dasar teh semakin beragam. Ada juga produk baru teh bernuansa lokal: Teh Solo!

Teh pun telah naik kelas menjadi minuman bergengsi yang dapat bersaing dengan kopi dalam segmen pasar urban. Bahkan, beberapa merek teh premium lokal dan impor kini mengklaim diri mereka sebagai produk kesehatan, lengkap dengan manfaat detox dan antioksidan, yang tentunya menarik bagi kaum urban yang peduli gaya hidup sehat.

Namun, meski berbagai inovasi telah hadir, tradisi minum teh ala warung Mang Udin, Mas Paijo, atau Cak Kendil, dengan teh tubruk atau teh manis hangat, tetap tidak tergantikan. Masyarakat Indonesia masih sangat lekat dengan kebiasaan menyeruput teh sederhana di waktu santai, atau menjadikannya teman berbincang ngalor-ngidul di warung atau angkringan.

Bagi sebagian besar orang, teh tetaplah minuman yang membumi, yang tidak membutuhkan embel-embel rumit untuk dinikmati. Seperti kata pepatah, "Yang sederhana justru yang paling istimewa".

Teh, baik dalam bentuk modern yang kemasannya penuh warna maupun dalam gelas sederhana di warung, tetap menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Industri minuman boleh berkembang, tren boleh berganti, tapi satu hal yang pasti: di Indonesia, teh selalu punya tempat spesial di hati semua orang, dari generasi ke generasi.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

4 Pengikut

img-content

Mr Q

Sabtu, 27 September 2025 06:50 WIB
img-content

Agama, Bola, dan Problem Sosial Generasi Z

Minggu, 21 September 2025 17:20 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler